Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Khairunnisa Al-Araf

Kenapa Nastar Selalu Jadi Kue Wajib Saat Lebaran? Ini Sejarah dan Filosofinya!

Sejarah | 2025-03-20 13:30:21
Kue Nastar. (Foto: istockphoto.com)

Jakarta - Setiap momen Lebaran di Indonesia selalu identik dengan sajian kue kering di meja tamu. Di antara banyaknya pilihan kue, nastar hampir selalu jadi primadona yang paling dicari. Rasanya belum lengkap kalau Lebaran tanpa kehadiran kue mungil berisi selai nanas ini.

Tapi pernah nggak sih kepikiran kenapa nastar bisa begitu melekat sebagai kue wajib saat Lebaran? Ternyata, ada sejarah panjang dan filosofi menarik di balik manisnya nastar yang sudah turun-temurun disajikan setiap Hari Raya Idulfitri.

Sejarah nastar di Indonesia sendiri berawal dari masa kolonial Belanda. Nama “nastar” diambil dari bahasa Belanda yaitu “ananas” yang berarti nanas, dan “taart” yang berarti kue tart. Dulunya, resep kue tart ini menggunakan isian buah seperti apel, stroberi, atau blueberry yang sulit ditemukan di tanah air.

Akhirnya, masyarakat lokal mengganti isian buah tersebut dengan nanas yang mudah didapat di Indonesia. Selain punya rasa asam manis yang pas, nanas juga cocok untuk dijadikan selai yang awet dan lezat. Sejak saat itu, lahirlah nastar versi lokal yang kita kenal sampai sekarang.

Menariknya, bentuk nastar yang mungil dan bulat-bulat itu juga punya alasan tersendiri. Awalnya, kue ini dibuat dalam bentuk pie besar, tetapi diadaptasi menjadi lebih kecil agar lebih praktis dan mudah dinikmati dalam satu gigitan. Nastar juga sering dihias dengan cengkeh atau kismis di atasnya, menambah aroma dan rasa yang khas.

Kalau dilihat dari sejarahnya, nastar dulunya hanya disajikan saat momen-momen penting dan dinikmati kalangan bangsawan atau orang kaya. Namun, seiring waktu, nastar mulai dikenal luas dan menjadi suguhan wajib di hari-hari besar, termasuk Lebaran.

Selain di momen Lebaran, nastar juga sering hadir saat Natal, Tahun Baru, bahkan Imlek. Dalam budaya Tionghoa, nastar disebut sebagai “ong lai” yang berarti “datangnya rezeki” atau “emas yang datang.” Warna kuning keemasan dari nastar dipercaya sebagai simbol keberuntungan dan kemakmuran.

Makanya, nggak heran kalau setiap Lebaran, orang-orang selalu berburu nastar sebagai sajian istimewa di meja tamu. Bukan hanya karena rasanya yang lezat, tapi juga karena makna dan tradisi panjang yang melekat di setiap gigitannya.

Nastar seolah sudah menjadi bagian dari identitas Lebaran di Indonesia. Kehadirannya selalu dinanti karena membawa nostalgia sekaligus mempererat tali silaturahmi. Bahkan, banyak yang bilang Lebaran tanpa nastar itu kayak ada yang kurang.

Jadi, nggak heran kalau setiap tahun menjelang Idulfitri, penjual kue kering ramai-ramai menawarkan nastar dengan berbagai varian rasa dan tampilan. Mulai dari yang klasik dengan isian selai nanas, hingga inovasi rasa kekinian seperti keju, cokelat, dan lainnya.

Nastar bukan sekadar kue, tapi juga bagian dari tradisi yang selalu berhasil menciptakan suasana hangat dan penuh kebahagiaan saat Lebaran tiba. Sampai kapan pun, nastar akan tetap jadi kue favorit yang selalu dirindukan. (AL)

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image