Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Mega Puspita

Badai PHK, Bagaimana Solusinya dalam Islam?

Agama | 2024-10-12 22:02:52

Dilansir data dari Kemenaker, sebagaimana dikutip Kontan, pada September 2024, tercatat ada tambahan jumlah korban PHK sebanyak 6.753 orang. Sehingga, bila digabung sejak Januari lalu maka total pekerja yang terkena PHK mencapai 52.933 orang. Kasus PHK terbanyak terjadi di Provinsi Jawa Tengah dengan total 14.767 kasus, lalu disusul Banten 9.114 kasus, dan DKI Jakarta 7.469 kasus. Baca juga: Pertama sejak 2009, Kantor Akuntan Publik pwc Bakal PHK 1.800 Karyawan. Apabila dilihat bedasarkan sektornya, kasus PHK terbanyak berasal dari sektor pengolahan yang mencapai 24.013 kasus. Kemudian, disusul oleh sektor jasa yang menyampai 12.853 kasus dan sektor pertanian, kehutanan dan perikanan yang mencapai 3.997 kasus.

Maraknya PHK adalah akibat kesalahan paradigma ketenagakerjaan dan industri yang diterapkan negara yang menggunakan sistem kapitalisme. Sistem ini menetapkan kebijakan liberalisasi ekonomi yang merupakan bentuk lepasnya tanggung jawab negara dalam menjamin terbukanya lapangan kerja yang luas dan memadai.

Pembangunan ekonomi berbasis kebijakan Public Private Partnership (Kemitraan Publik-Swasta) adalah racun mematikan bagi ketahanan ekonomi negara. Karena berbagai hajat publik, kekayaan negara, kekayaan umum sebagian besarnya berada di tangan swasta, dan privat telah menciptakan akumulasi keuntungan di tangan para pemodal (investor). Perusahaan swasta akan menjalankan prinsip-prinsip kapitalisme dalam bisnisnya. Perusahaan selalu berorientasi untuk mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya dan hal ini bisa dilakukan dengan mengecilkan biaya produksi. Dan pekerja dalam paradigma kapitalis hanya dipandang sebagai faktor produksi

Sedangkan negara, tidak memiliki kemampuan untuk menjalankan peran sentralnya dalam pelayanan masyarakat karena kehilangan otoritas dalam mengakses sebagian besar sumber-sumber ekonomi untuk kemaslahatan rakyat termasuk dalam hal penyediaan lapangan kerja.

Inilah akibat penerapan sistem kapitalisme yang berbasis sekularisme. Agama tidak perlu menjadi petunjuk manusia. Mereka akan menggunakan akal saja sebagai pemutus kebijakan. Hasilnya, standar baik buruk pun ikut kata akal. Orientasi kapitalisme adalah materi (keuntungan) sehingga tidak akan lahir kebijakan, kecuali demi mendapatkan keuntungan.

UU yang mengatur ketenagakerjaan (Omnibus Law Cipta Kerja) nyatanya juga hanya menguntungkan pihak swasta, bukan para pekerja. Semenjak Omnibus Law Cipta Kerja disahkan, pihak perusahaan sangat mudah melakukan PHK.

Kondisi pekerja makin sulit dengan adanya mekanisme alih daya (outsourcing) yang menjadikan pekerja minim kesejahteraan dan bisa diputus kontrak kerja sewaktu-waktu tanpa ada kompensasi berupa pesangon. Mekanisme ini merupakan akal licik perusahaan untuk mendapatkan pekerja dengan biaya murah. Outsourcing sudah mendapat protes keras dari kalangan buruh sejak dilegalkan di Indonesia melalui UU 13/2003 tentang Ketenagakerjaan, tetapi pemerintah tetap bergeming dan memihak para kapitalis.

Walhasil, PHK massal akan terus terjadi ke depannya karena sistem kapitalisme yang masih diterapkan di Indonesia.

Sayangnya, nasib PHK hanya membayangi rakyat biasa. Bagi Tenaga Kerja Asing (TKA), mereka bebas melenggang di Indonesia. Kondisi ini dilegalkan dengan disahkan nya UU Omnibus Law. Dalam aturan itu, perusahaan diberikan kemudahan untuk memakai TKA. Mereka tidak perlu mengurus surat izin terbatas dan surat izin memakai TKA.

Perlindungan yang sama tidak diberikan ke rakyat biasa. Justru perusahaan dengan prinsip ekonomi kapitalisme bebas menggunakan atau tidak para pekerja. Dari sini terlihat jelas bahwa pemerintah terkesan abai dengan nasib rakyat.

Sistem Islam Menyejahterakan

Berbeda dengan sistem Islam yang akan menjamin kesejahteraan rakyat, termasuk pekerja, secara orang per orang. Hal ini karena negara berposisi sebagai pengurus (raa’in) dan penanggung jawab (mas’ul).

Undang-undang soal ketenagakerjaan dalam sistem Islam disusun berbasis akidah Islam dan bersumber dari syariat Islam. Syariat Islam memiliki serangkaian aturan yang membentuk politik ekonomi Islam yang menjamin pemenuhan kebutuhan dasar, yaitu sandang, pangan, papan, pendidikan, kesehatan, dan keamanan bagi tiap-tiap individu rakyat.

Negara yang menerapkan sistem Islam, akan menjalankan politik ekonomi Islam ini dengan mekanisme langsung dan tidak langsung. Melalui mekanisme langsung, negara akan menyediakan fasilitas pendidikan, kesehatan, dan keamanan secara cuma-cuma sehingga rakyat (termasuk pekerja) tidak terbebani biaya besar untuk tiga kebutuhan tersebut.

Rakyat akan difasilitasi negara untuk memiliki pekerjaan sesuai dengan keahlian dan keterampilan yang dimiliki. Negara Khilafah melakukan industrialisasi sehingga membuka lapangan kerja dalam skala massal.Negara juga memajukan pertanian, peternakan, dan perdagangan sehingga menyerap banyak tenaga kerja.

Negara juga mewujudkan iklim usaha yang kondusif dengan pemberian modal usaha, bimbingan usaha, dan meniadakan berbagai pungutan sehingga muncul banyak wirausahawan di berbagai bidang. Hal ini juga berujung pembukaan lapangan kerja. Dengan serangkaian kebijakan ini, rakyat akan terjamin mendapatkan pekerjaan. Tidak ada rakyat (laki-laki dewasa) yang menganggur.

Dengan optimalisasi industri dalam negeri, kebutuhan produk untuk pasar lokal akan tercukupi sehingga tidak diperlukan impor, utamanya kebutuhan pokok seperti sandang, pangan, papan, serta alat untuk pendidikan dan kesehatan. Dengan demikian, negara tidak akan tergantung pada impor produk asing.

Negara akan memastikan akad kerja antara pengusaha dengan pekerja mereka akad yang syar’i sehingga tidak menzalimi salah satu pihak. Hal ini sebagaimana perintah Allah melalui Rasul-Nya agar pengusaha memperlakukan pekerjanya dengan baik. Rasulullah saw. bersabda, “Saudara kalian adalah pekerja kalian. Allah jadikan mereka di bawah kekuasaan kalian.” (HR Al-Bukhari). Wallahualam

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Terpopuler di

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image