Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Nor Rahma Sukowati

Wacana PTM Di tengah Merebaknya Omicron, Ajang Prestasi atau Bunuh Diri

Eduaksi | Sunday, 13 Feb 2022, 07:17 WIB

Awal tahun 2022, beberapa sekolah maupun Perguruan Tinggi sudah mengawali untuk menerapkan kebijakan Pembelajaran Tatap Muka Terbatas (PTM – T). Awalnya kabar ini merupakan kabar bahagia baik bagi para siswa maupun orangtua.

Di sisi lain, sebagian lainnya masih merasakan kekhawatiran sebab varian baru covid – 19 cukup meresahkan. Hal ini dibuktikan dengan beragam fakta di beberapa wilayah yang berubah dari level 2 menjadi level 3.

Kondisi ini tentu menjadi dilematis tersendiri bagi pemerintahan. Tujuan adanya PTM – T jelas saja ingin menjadikan generasi bangsa tak sampai berada di fase learning loss. Sederhananya, kondisi learning loss akan terjadi manakala proses pembelajaran tatap muka tak bisa dilakukan secara kontinu dan berjalan semestinya. Kalau ini sampai terjadi, maka kehancuran generasi sudah sangat terlihat di depan mata.

Hanya saja, menerapkan kebijakan PTM di tengah lonjakan pandemi juga berpotensi membahayakan generasi. Lantas bagaimana seharusnya langkah yang harus diambil?

Urgensitas Adanya Sinergi antara Personal, Lingkungan dan Pemerintahan

Kondisi negeri yang kian memburuk karena pandemi tentu menjadi persoalan yang besar. Hampir dua tahun negeri harus meradang dan kehilangan jutaan nyawa yang berharga. Kalau tidak segera diatasi, menjadi hal yang sangat mungkin bagi negeri mengalami kemunduran generasi.

Dari sisi personal, manusia harus memahami hakikat menjaga kesehatan. Dengan menjadi sehat, maka mereka akan menjadi sosok manusia yang berdaya dan dapat membangun perubahan dimulai dari sendiri sampai akhirnya membangun peradaban.

Namun pada kenyataannya, di negeri sendiri sebagian manusia alih – alih menjaga malah merusak diri. Misalnya, banyak sebagian rakyat yang masih abai dengan pedoman protokol kesehatan mulai dari yang tak memakai masker, bahkan mencuci tangan. Memang tak bisa disalahkan sepenuhnya bukan? Sebab bisa saja salah satu dari sebagian rakyat tersebut tak memiliki biaya untuk melakukan penjagaan protokol kesehatan. Bahkan biaya untuk makan saja kadang mereka harus berfikir seharian.

Maka dari itu, seorang personal saja tak akan mampu melawan serangan pandemi global. Dibutuhkan juga dukungan dari lingkungan. Sejak berawalnya pandemi, sudah mulai banyak komunitas maupun LSM yang ikut memulihkan kondisi rakyat. Ada yang menyiapkan keperluan untuk isoman bahkan mendermakan hartanya untuk biaya pemulasaran jenazah Covid – 19.

Hanya saja, anggota yang tergabung dalam LSM maupun komunitas pun juga manusia biasa. Adakalanya mereka akan tumbang dan membutuhkan bantuan sebagaimana mereka membantu orang lain. Sehingga pilar dari pemerintahan juga sangat penting untuk menghalau adanya serangan dari covid – 19 dengan berbagai varian.

Namun, beberapa kebijakan di negeri nampaknya masih belum sejalan dengan usaha yang dilakukan personal dan komunitas maupun LSM untuk memulihkan negeri. Negeri ini masih teralihkan fokusnya untuk mengurusi hal – hal lain yang sebenarnya bisa ditunda. Adanya proyek pro – kontra seperti pembangunan IKN dan Bendungan Bener adalah salah satu contoh kebijakan tak mendesak. Alih – alih memberikan kesejahteraan dan ketentraman rakyat secara keseluruhan, malah hal tersebut seperti ingin membuktikan bahwa fokus negeri tidaklah untuk keamanan rakyat. Idealnya, gambaran fungsi negara telah jelas seperti yang sudah Syaikh Taqiyuddin An Nabhani sampaikan dalam bukunya berjudul Daulah Islamiyah.

Dalam buku tersebut sangat jelas digambarkan bahwa fungsi dan kehadiran negara adalah untuk menjamin kesejahteraan dan kemakmuran rakyat. Politik yang negara terapkan adalah politik yang memandang bahwa segala aturan kebijakan yang diputuskan adalah aturan yang dapat mengurusi umat dan bersifat kebaikan, bukannnya malah menjadikan rakyat di pusaran kesengsaraan.

Namun kondisi yang terlihat sekarang sangatlah berbeda dengan gambaran yang sudah Syaikh Taqiyuddin Nabhani jelaskan dalam bukunya. Bahkan sangat bertolak belakang. Hal tersebut wajar saja terjadi sebab bentuk dan model pemerintahannya saja berbeda. Lantas apa perlu bagi rakyat untuk berpindah model pemerintahan dalam membangun negeri?

Pendidikan adalah Tombak Peradaban

Keseriusan negeri dalam membangun peradaban tentu akan terbukti melalui gambaran rakyat yang sejahtera dan harmonis. Tak perlu data yang teramat banyak jika ingin melihat bagiamana keberhasilan negeri bukan? Cukup hanya dari gambaran realita yang terjadi di sekitar. Mode tidak serius atasi pandemi cukup terlihat dari bagaimana negeri merespon berbagai fakta yang ada. Harapan besar bagi pemerintah yakni agar mereka kembali pada fungsi dan fitrahnya sebagai penjaga rakyat sekaligus penjamin kemakmuran. Bukan menjadi perongrong dan pembuat masalah bagi rakyat karena segala kebijakan dzalim yang dibuat.

Cukuplah pandemi menjadi duka negeri, jangan tambah dengan beragam problem sistemik lainnya. Namun nampaknya kondisi seperti demikian akan sangat sulit terwujud manakala fokus negeri hanya sekedar mengejar jabatan dan perebutan jabatan kekuasaan semata.

Bila negeri ingin bergegas pulih, maka mulailah dari bagaimana memberikan kebijakan yang layak mengenai pembelajaran bagi generasi. Jelas, hal tersebut memang sangat sulit sebab beberapa kebijakan masih belum sinkron dengan fakta yang ada. Konsep PTM – T bukanlah hal terburuk, namun perlu mendapat dukungan dari berbagai elemen personal, lingkungan bahkan sampai pemerintahan. Mulailah dari pembuatan keputusan kebijakan yang saling bersinergi. Bukan saling tumpang tindih antara satu aspek dengan yang lainnya. Suasana kehidupan hari ini pun juga harus mampu mengembalikan paradigma pendidikan sebagai wasilah perubahan seseorang dari yang buruk menjadi baik mulai dari intelektual sampai dengan kepribadiannya. Bukan hanya sekedar transfer ilmu yang bisa saja dilakukan dengan mode online sehingga mereka tak perlu mendatangi sekolah. Bahkan sampai merasa menjadi terdidik bukanlah hal yang penting sebab eksistensi kecanggihan tekonologi.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image