Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Salsabila Zaahirotul 'Ulya

Meneladani Gaya Pendidikan Sang Penakluk Konstantinopel

Eduaksi | Saturday, 22 Jun 2024, 15:34 WIB

Siapa yang tidak mengenal sang penakluk Konstantinopel ? Ya, Muhammad Al-Fatih. Di usianya yang masih terbilang muda, yaitu usia 21 tahun, beliau berhasil menjadi panglima pemimpin juga penakluk terbaik yang dijanjikan Rosulullah ﷺ. Sejarah mencatat bahwa penaklukan Konstantinopel dimulai sejak pemerintahan Muawiyyah bin Abu Sufyan tahun 668 Masehi di bawah komando anaknya, Yazid bin Muawiyyah, lalu dilanjutkan beberapa generasi namun masih belum mencapai keberhasilan juga. Setelah bertahun-tahun lamanya, akhirnya penaklukan Konstantinopel berhasil diraih di bawah tangan kepemimpinan Muhammad Al-Fatih pada tahun 1453 Masehi.

Muhammad Al-Fatih adalah salah satu contoh keberhasilan islam dalam mencapai kejayaan dan perababan yang baik. Di sini, saya akan coba mengupas pendidikan seperti apa yang mampu mencetak sosok sehebat Muhammad Al-Fatih ? Apakah sistem pendidikannya di masa lalu bisa diterapkan di masa sekarang ? Menurut saya, dengan mempelajari dan memahami sejarah secara baik dan benar, kita bisa mengambil banyak pelajaran. Sejarah itu bukan hanya sekedar tentang masa lalu yang dengan mudah kita lupakan begitu saja, justru sejarah merupakan bagian penting dalam peradaban islam yang darinya kita bisa lebih mawas diri untuk mengambil banyak pelajaran dan memperbaiki kekurangan atau kesalahan di masa lalu guna mencapai kesuksesan di masa sekarang. Artinya, sangat bisa untuk menerapkan atau meneladani sistem pendidikannya Mumahammad Al-Fatih di sistem pendidikan kita masa sekarang ini, asalkan ada kemauan kuat dan kerja sama yang baik antar semua pihak, baik keluarga (orang tua), sekolah, masyarakat, dan pemangku kebijakan (pemerintahan).

Peran orang tua. Sebagaimana kita tahu bahwa ibu adalah sekolah pertama bagi anaknya dan sosok ayah adalah kepala sekolahnya. Kita bisa tahu dari kisahnya Muhammad Al-Fatih, bahwa sejak kecil beliau bukanlah sosok anak yang istimewa, bahkan dalam sejarah diceritakan beliau ini anak yang nakal, manja, malas, dll. Dengan pribadi Al-Fatih kecil yang seperti itu, ibu dan ayahnya tidak mau menyerah begitu saja dalam mendidiknya, mereka menyusun strategi yang baik bagi pendidikan Muhammad Al-Fatih. Ibunda Muhammad Al-Fatih mengayomi dan mendidik Al-Fatih dengan penuh kelembutan, beliau selalu memberi nasehat dan memotivasinya agar beliau mau belajar dan menjadi pribadi yang lebih baik, beliau memberikan suntikan semangat agar Muhammad Al-Fatih mau bersungguh-sungguh dalam meraih cita-citanya, terutama untuk menjadi penakluk Konstantinopel. Begitupun dengan ayahnya. Walaupun sebagai sultan, tapi beliau tidak mau Al-Fatih tumbuh menjadi anak yang manja , beliau bersungguh-sungguh ingin mencetaknya sebagai sang penakluk Konstantinopel, oleh karena itu beliau inisiatif membawa guru terbaik untuk Muhammad Al-Fatih, guru yang bukan hanya sekedar mengajar, tapi mampu mendidiknya menjadi pribadi yang lebih baik, karena mudah saja bagi semua orang jika hanya sekedar mengajar, tapi tidak semua orang mampu mendidik. Mendidik itu bukan hanya sekedar membantu peserta didik baik dalam pengetahuannya saja, tapi juga harus baik dalam sikap dan keterampilannya. Dari kisah Al -Fatih kita tahu bahwa peran orang tua itu sangat penting dalam menentukan mau bagaimana anak itu dibentuk. Sesulit apapun tantangannya, jika kita bersungguh-sungguh ingin mewujudkan kebaikan untuk sang anak, maka Allah akan bantu membukakan jalannya.

Peran guru. Muhammad Al-Fatih dididik untuk menjadi anak yang tangguh secara keseluruhan (komprehensif), sebagaimana Allah menyukai hamba-Nya yang kuat. Jika kuat diartikan secara komprehensif, terutama dalam pendidikan, artinya bukan hanya kuat dalam aspek keilmuan saja, tapi juga kuat fisiknya, kuat emosionalnya (stabil) , kuat spiritualnya, dll. Nah, selain di bawah didikan orang tuanya, Muhammad Al-Fatih juga tumbuh di bawah didikan guru yang diperintahkan ayahnya untuk mendidik Muhammad Al-Fatih, yaitu:

1) Syeikh Ahmad bin Ismail Al-Qurani, guru pertamanya yang berhasil mendidik Muhammad Al-Fatih hingga menjadi Penakluk Konstantinopel. Beliau mengajarkan ilmu Al-Qur’an dan adab kepada Al-Fatih. Di bawah bimbingannya, pada usia 8 tahun, Muhammad Al-Fatih berhasil menghafal seluruh isi Al-Qur’an dan memahaminya, berikut pula ilmu-ilmu lainnya. Muhammad Al-Fatih mahir dalam ilmu nahwu, ma’ani, dan bayan serta masyhur dalam berbagai keutamaan.

Syeikh Ahmad mendidik Al-Fatih dengan penuh kesungguhan, bahkan bisa dikatakan tegas, beliau pernah menegur Al-Fatih yang nakal dengan cara memukulnya menggunakan tongkat. Al-Fatih sempat down, namun ibunya menguatkan dengan nasehat-nasehat dan motivasi. Akhirnya Al-Fatih mau menerima dan melanjutkan belajarnya kepada Syekh Ahmad, pukulan tersebut mampu mendidik Muhammad Al-Fatih menjadi anak yang tidak banyak ulah lagi, bahkan Al-Fatih menjadi segan dan sangat menghormati guru. Itulah termasuk salah satu pendidikan adab yang diajarkan Syekh Ahmad kepada Al-Fatih. Penerapan adab sangatlah penting dalam pendidikan, kita harus menerapkannya sesuai dengan kebutuhan di zaman sekarang.

2) Syaikh Aaq Syamsuddin, beliau juga guru yang mendampingi Al-Fatih hingga menjadi ksatria hebat yang mampu menaklukan Konstantinopel. Beliau mengajarkan Al-Fatih tentang ilmu agama dan ilmu pengetahuan.

Muhammad Al-Fatih tidak hanya mahir dalam bidang ilmu agama saja, tapi ia juga menguasai ilmu pengetahuan lainnya, Syaikh Aaq Syamsuddin adalah seorang Polymath (menguasai banyak bidang ilmu).

Lewat pendidikan dari orang tua dan gurunya lah Al-Fatih lahir sebagai manusia yang tangguh , penuh motivasi dalam hidupnya, bahkan motivasi yang dimilikinya bukan hanya tentang mendapatkan apa yang diinginkannya di dunia, melainkan motivasi yang berorientasi pada akhirat. Ya, motivasi terhebatnya adalah dia mau melanjutkan perjuangan generasi-generasi sebelumnya yang belum berhasil untuk menaklukkan Konstantinopel. Dia yakin bahwa untuk menaklukkan Konstantinopel itu butuh motivasi yang sangat tinggi dan dia terus menerpa dirinya agar menjadi seorang sultan yang tangguh jasmani dan rohaninya. Sebelum membentuk pasukan dan menggemblengnya, dia harus terlebih dahulu tangguh dan bisa menjadi contoh atau teladan yang baik bagi pasukannya.

Selain rajin belajar teori, Al-Fatih juga rajin berlatih bela diri, rajin bereksperimen membuat model-model senjata, berlatih strategi militer, dan tidak lupa juga untuk selalu ta’at perintah Allah. Demi pemenuhan kebutuhan spiritualnya, Al-Fatih tidak pernah meninggalkan shalat hahajjud dan shalat rawatib, apalagi shalat wajib sejak ia baligh. Ketika diangkat menjadi sultanpun , ia selalu memperlakukan prajurit dan rakyatnya dengan baik, tanpa ada kedzoliman.

Dari kisah Muhammad Al-Fatih kita tahu bahwa bukan hanya kecerdasan intelektual saja yang harus diasah, tapi kecerdasan emosional dan spiritual juga sangat penting untuk diasah agar bisa melahirkan pribadi yang bukan hanya cerdas, tapi juga menjadi pribadi yang beradab, memiliki watak dan karakter yang baik, begitupun memiliki jiwa dan fisik yang tangguh.

Perlu diingat juga bahwa keberhasilan pendidikan atau prestasi dalam pendidikan itu bukan hanya sekedar berupa nilai, piagam, dan penghargaan2 lainnya yang mana hal tersebut bisa saja mengajarkan peserta didik menjadi bangga dan menghalalkan segala cara untuk bisa mendapatkannya, mereka lupa bahwa keberhasilan pendidikan yang sesungguhnya adalah dia yang mampu mengamalkan apa yang telah didapatnya di dunia pendidikan , sehingga ilmunya bukan hanya bermanfaat untuk dirinya sendiri, tapi juga bisa memberikan manfaat bagi yang lainnya, dirinya bisa berguna bagi manusia lainnya, bahkan bagi agama, bangsa dan negaranya. Islam memberikan penjelasan tentang hal ini, bahwa sebaik-baik manusia adalah yang bisa bermanfaat bagi manusia lainnya.

Dari kisah Muhammad Al-Fatih juga kita tahu bahwa peran orang tua dan guru sangat penting dalam pendidikan anak. Artinya sebagai orang tua, jauh sebelum merencanakan untuk punya anak, atau bahkan jauh sebelum menikah, sudah seharusnya calon orang tua belajar ilmu parenting yang baik dan benar. Yang jadi pertanyaan banyak orang adalah “sebenarnya kita harus belajar parenting yang seperti apa sih?” Nah, di era sekarang, banyak orang kebingungan , merasa buntu dan galau untuk mencari metode terbaik dalam pendidikan, bingung mencari sosok yang bisa dijadikan role model dalam kehidupan, bingung entah sejarah siapa yang bisa dijadikan inspirasi. Kita seringkali lupa, bahwa role model terbaik adalah Rasulullah ﷺ. Kisah hidup beliaulah yang seharusnya bisa kita jadikan teladan dalam kehidupan sehari-hari, begitupun dengan metode pendidikannya. Masyaa Allah, betapa menakjubkannya kisah hidup beliau, beliau adalah manusia paling mulia di sisi Allah , beliau sangat istimewa, beliau adalah sosok uswatun hasanah (tauladan yang baik) di dunia ini. Kita bisa mencontoh pendidikan seperti apa yang bisa menjadikan beliau sosok manusia yang hebat. Ya, kita bisa mencontoh bagaimana Rasul dibentuk menjadi manusia hebat. Oleh karena itu sudah sepatutnya kita mendapatkan dulu pondasi awalnya, yaitu bagaimana kita tahu cara Allah mendidik Rasulullah, setelah itu kita cari tahu juga referensi, bagaimana kesuksesan Rasul dalam mendidik keluarga dan generasi para sahabat, selanjutnya para tabi’in , tabi’ut tabi’in dan hingga akhirnya kita pelajari kesuksesan tokoh-tokoh muslim lainnya, salah satunya Muhammad Al-Fatih.

Menurut saya, dengan mempelajari kisah para pendahulu, terutama Kisah Nabi atau Sirah Nabawiyah secara komprehensif, maka akan menumbuhkan semangat dalam berbagai aspek kehidupan kita, karena di kehidupannya, Rasul bukan hanya unggul dalam satu aspek saja, tapi dalam seluruh aspek kehidupan. Intelektualnya, emosionalnya, spiritualnya, fisiknya, sosialnya, finansialnya, dll, beliau sukses meraihya dan jadilah pribadi unggul yang mana kisah kehidupannya bisa kita teladani dan ikuti juga demi meraih kesuksesan dunia akhirat. Kehidupannya bisa dijadikan teladan bagi seluruh umat manusia. Pada kenyataannya nilai-nilai islam yang dicontohkan oleh Nabi Muhammad ﷺ dalam kehidupannya, diiikuti oleh kebanyakan orang dan juga sudah dirasakan manfaatnya. Jika kita ingin melihat penerapan nya di zaman sekarang, lihatlah Singapura, negaranya terkenal dengan kesuksesannya di bidang penerapan kebersihan, untuk melihat disiplinnya pendidikan , lihatlah Jepang, untuk melihat canggihnya teknologi lihatlah China, dll, kita sama-sama tahu bahwa negara-negara yang disebutkan tadi adalah negara dengan minoritas penduduk muslimnya, sedangkan negara-negara mayoritas muslim, Indonesia contohnya, sudahkan sukses dalam penerapan nilai-nilai islam nya ? Mari kita renungkan bersama, inilah yang menjadi PR kita semua, akankan di 2045 nanti kita bisa sukses meraih gelar Indonesia emas?

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image