Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Jaja Jamaludin

Dikotomi sekolah Negeri vs Swasta : Diskriminasi dan Ketidakadilan Permanen

Didaktika | Thursday, 02 May 2024, 05:47 WIB

Akar sejarah dikotomi sekolah negeri dan swasta di Indonesia dapat ditelusuri kembali ke masa kolonial Belanda. Pada masa itu, pendidikan di Indonesia masih sangat terbatas dan hanya diakses oleh kalangan elit. Pemerintah kolonial Belanda membangun sekolah-sekolah untuk memenuhi kebutuhan pendidikan di Indonesia, namun pendidikan ini masih sangat terbatas dan hanya diakses oleh kalangan elit.

Setelah Indonesia merdeka, pemerintah Indonesia berusaha meningkatkan akses pendidikan untuk masyarakat luas. Pemerintah membangun sekolah-sekolah negeri untuk memenuhi kebutuhan pendidikan di Indonesia. Sekolah negeri ini dianggap sebagai tempat pendidikan yang lebih murah dan lebih aksesibel untuk masyarakat luas.

Sementara itu, sekolah swasta dianggap sebagai tempat pendidikan yang lebih baik dan lebih eksklusif. Sekolah swasta ini didirikan oleh perorangan atau yayasan dan dianggap sebagai tempat pendidikan yang lebih baik karena memiliki fasilitas yang lebih lengkap dan guru yang lebih berkualitas.

Dalam beberapa tahun terakhir, perbedaan antara sekolah negeri dan swasta di Indonesia menjadi sangat jelas. Sekolah negeri dianggap sebagai tempat pendidikan yang lebih murah dan lebih aksesibel, sementara sekolah swasta dianggap sebagai tempat pendidikan yang lebih baik dan lebih eksklusif.

Namun, perbedaan antara sekolah negeri dan swasta di Indonesia juga memiliki implikasi pada kualitas pendidikan. Sekolah swasta dianggap memiliki kualitas pendidikan yang lebih tinggi karena memiliki fasilitas yang lebih lengkap dan guru yang lebih berkualitas. Sementara itu, sekolah negeri dianggap memiliki kualitas pendidikan yang lebih rendah karena memiliki fasilitas yang lebih terbatas dan guru yang kurang berkualitas.

Dalam keseluruhan, akar sejarah dikotomi sekolah negeri dan swasta di Indonesia dapat ditelusuri kembali ke masa kolonial Belanda dan masa-masa awal kemerdekaan Indonesia. Perbedaan antara sekolah negeri dan swasta di Indonesia memiliki implikasi pada akses pendidikan dan kualitas pendidikan, serta memiliki dampak pada masyarakat luas.

Dikotomi sekolah negeri dan swasta di Indonesia adalah suatu praktik yang mempermanenkan ketidakadilan pendidikan. Dikotomi ini adalah warisan dari watak manajemen feodalisme kolonial Belanda, yang membagi pendidikan menjadi dua bagian: pendidikan umum dan pendidikan agama.

Pendidikan umum di Indonesia didominasi oleh sekolah negeri, yang dibiayai oleh pemerintah dan memiliki kurikulum yang diatur oleh pemerintah. Sementara itu, pendidikan agama didominasi oleh sekolah swasta, yang dibiayai oleh yayasan dan memiliki kurikulum yang lebih fleksibel.

Dikotomi ini memperlihatkan ketidakadilan pendidikan, karena pendidikan agama tidak diakui sebagai bagian dari sistem pendidikan nasional. Madrasah dan pesantren, sebagai contoh, tidak dimasukkan ke dalam sistem pendidikan nasional, sehingga siswa yang bersekolah di sana tidak memiliki kesempatan yang sama dengan siswa yang bersekolah di sekolah negeri.

Kekurangan sekolah swasta, seperti biaya pendidikan yang mahal dan kurikulum yang berbeda dengan kurikulum nasional, juga memperlihatkan ketidakadilan pendidikan. Sementara itu, kekurangan sekolah negeri, seperti sistem zonasi yang mempersulit masuk ke sekolah negeri dan fasilitas yang terbatas, juga memperlihatkan ketidakadilan pendidikan.

Dalam keseluruhan, dikotomi sekolah negeri dan swasta di Indonesia adalah suatu praktik yang mempermanenkan ketidakadilan pendidikan. Dikotomi ini adalah warisan dari watak manajemen feodalisme kolonial Belanda, yang membagi pendidikan menjadi dua bagian: pendidikan umum dan pendidikan agama. Dikotomi ini memperlihatkan ketidakadilan pendidikan, karena pendidikan agama tidak diakui sebagai bagian dari sistem pendidikan nasional, dan memiliki kekurangan yang memperlihatkan ketidakadilan pendidikan.

Dikotomi sekolah negeri dan swasta di Indonesia mempengaruhi kualitas pendidikan dengan cara yang kompleks dan multifaktoral. Berikut beberapa aspek yang mempengaruhi kualitas pendidikan:

1. Biaya Pendidikan: Biaya pendidikan di sekolah swasta terbilang mahal, sehingga menjadi pertimbangan bagi orang tua. Sementara itu, biaya pendidikan di sekolah negeri cenderung lebih murah, namun tidak semua sekolah negeri tidak memungut biaya.

2. Fasilitas: Sekolah swasta mampu memaksimalkan fasilitas karena lebih leluasa mengelola biaya yang dibebankan kepada peserta didik. Sementara itu, pemerataan fasilitas di seluruh sekolah negeri terbilang belum maksimal, sehingga hanya sebagian kecil yang memiliki fasilitas yang lengkap.

3. Kurikulum: Sekolah negeri wajib mengikuti kurikulum nasional yang ditetapkan Kementerian Pendidikan. Sementara itu, sekolah swasta tergolong lebih fleksibel karena penentuan kurikulumnya bisa dilakukan berdasarkan visi misi dan latar.

4. Pengelolaan: Sekolah swasta dikelola oleh perorangan, organisasi masyarakat, atau yayasan berbadan hukum. Sementara itu, sekolah negeri dikelola sepenuhnya oleh pemerintah.

5. Sistem Penerimaan Siswa: Sistem zonasi mempersulit masuk ke sekolah negeri, sehingga hanya menerima calon siswa yang tinggal dekat dengan sekolah. Sementara itu, sekolah swasta tidak menerapkan sistem zonasi, sehingga peserta didik bebas memasukkan anak di sekolah swasta yang diinginkan.

6. Kualitas Guru: Kualitas guru di sekolah swasta umumnya lebih tinggi dibandingkan dengan guru di sekolah negeri. Sementara itu, guru di sekolah negeri umumnya memiliki kualitas yang lebih rendah.

Dikotomi sekolah negeri dan swasta di Indonesia mempengaruhi kualitas pendidikan dengan cara yang kompleks dan multifaktoral. Biaya pendidikan, fasilitas, kurikulum, pengelolaan, sistem penerimaan siswa, dan kualitas guru adalah beberapa aspek yang mempengaruhi kualitas pendidikan.

 

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image