Olimpiade Paris: Harapan Tinggi, Banyak Polemik
Olahraga | 2024-04-17 10:46:37Pada hari Selasa (16/4/2024) lalu, obor Olimpiade Paris 2024 resmi dinyalakan melalui upacara yang dilaksanakan sesuai tradisi di Olympia, Yunani. Penyalaan obor ini sekaligus memulai kirab obor Olimpiade yang akan berlangsung hingga upacara pembukaan Olimpiade XXXII di Paris pada hari Jumat, 26 Juli 2024. Kirab obor Olimpiade merupakan tradisi yang sudah berlangsung sejak Olimpiade di Berlin, Jerman pada 1936, dan seringkali dianggap sebagai pertanda bahwa musim Olimpiade sudah mendekat. Bagi Prancis sebagai tuan rumah Olimpiade, datangnya api Olimpiade ke negara mereka adalah pertanda simbolis mereka kembali menjadi tuan rumah Olimpiade musim panas setelah seabad, terakhir kali menggelarnya tahun 1924.
Olimpiade Paris berusaha mengangkat kualitas perhelatan Olimpiade setelah berbagai masalah yang timbul pada Olimpiade sebelumnya di Tokyo, Jepang. Olimpiade Tokyo ditunda pelaksanaannya selama setahun dari 2020 ke 2021 imbas pandemi COVID-19. Meskipun begitu, bayang-bayang pandemi sangat berdampak pada Olimpiade Tokyo. Hampir seluruh pertandingan dilaksanakan tanpa kehadiran penonton di stadion. Seluruh atlet dan ofisial harus memakai masker selama pengalungan medali dan upacara pembukaan yang menerapkan protokol kesehatan. Sementara, di negara Jepang, wabah COVID-19 menyebar luas di masyarakat sehingga banyak protes yang menyalahkan Olimpiade sebagai biang keladi penyebaran COVID.
Kini, kedaruratan pandemi COVID-19 sudah teratasi dan masyarakat berangsur kembali hidup normal. Olimpiade Paris ingin memposisikan diri sebagai Olimpiade pertama pasca pandemi. Seolah menghadirkan kontras dengan tribun kosong dan protokol ketat di Olimpiade Tokyo, Olimpiade Paris membawa slogan “Games wide open” atau Olimpiade yang terbuka, dengan para atlet, penonton dan semua yang terlibat bisa saling membaur dan bersukacita tanpa kekhawatiran pandemi, seakan menggambarkan tradisi kota Paris yang terbuka, romantis dan menjadi tempat perkumpulan berbagai budaya.
Beberapa ide ambisius pun disiapkan panitia Olimpiade Paris untuk menggambarkan visi ini yang belum pernah terjadi di Olimpiade sebelumnya. Ide paling besar adalah perubahan prosedur upacara pembukaan Olimpiade. Jika biasanya pembukaan Olimpiade dilaksanakan di stadion, di Paris, panitia berencana menyelenggarakan pembukaan Olimpiade di pusat kota Paris, sepanjang sungai Seine dan melewati berbagai tempat wisata ikonik kota tersebut, seperti Place de la Concorde, Museum Louvre dan Menara Eiffel. Jika biasanya para atlet Olimpiade berparade di stadion, kali ini parade dilaksanakan dengan ratusan kapal yang mengangkut atlet setiap negara. Selain itu, untuk mendorong gaya hidup sehat dan olahraga, masyarakat umum juga mendapat kesempatan merasakan suasana Olimpiade dengan lomba lari maraton yang terbuka untuk umum setelah maraton Olimpiade, venue pertandingan di depan lokasi wisata seperti Menara Eiffel dan Istana Versailles, serta perayaan juara setiap malam selama Olimpiade, di mana atlet dapat berinteraksi dengan penggemarnya.
Namun, tantangan saat ini memberi ujian yang sangat sulit bagi pelaksanaan Olimpiade Paris. Dunia mungkin sudah berjalan melewati pandemi, namun tantangan konflik bersenjata dan antagonisme antar negara merupakan hal yang tidak bisa dianggap remeh. Hal ini berdampak serius pada penyelenggaraan Olimpiade, terutama dengan standar ganda Komite Olimpiade Internasional (IOC) terkait Rusia dan Israel. IOC melarang tim atas nama Rusia dan Belarus ikut serta dalam Olimpiade, dan mengizinkan atlet individu dari kedua negara tersebut berpartisipasi sebagai Individual Neutral Athletes (AIN). Atlet AIN hanya bisa berpartisipasi pada cabang olahraga individu, dan beberapa di antaranya, seperti atletik dan berkuda, tidak mengizinkan atlet Rusia dan Belarus berpartisipasi. Akibatnya, jumlah atlet kedua negara di Paris diyakini akan jauh lebih kecil dibanding di Olimpiade Tokyo. Hal ini juga berdampak pada penurunan kualitas pertandingan, di mana posisi Rusia sebagai tim unggulan di beberapa cabor seperti renang indah dan senam membuat nilai prestise pertandingan berkurang. Rusia sendiri akan menyelenggarakan acara tandingan, yaitu World Friendship Games yang dilaksanakan di Moskow dan Yekaterinburg pada September 2024, yang akan diikuti 70 negara.
Di sisi lain, IOC menyatakan bahwa Israel tidak akan disanksi dalam bentuk apapun dan dapat berpartisipasi penuh. Israel tetap akan berpartisipasi di Olimpiade Paris, termasuk tim sepakbolanya yang pertama kali lolos ke Olimpiade. Hal ini mendorong protes beberapa anggota parlemen Prancis dan organisasi masyarakat sipil BDS yang mendesak IOC menskorsing Israel seperti Rusia, dengan argumen kejahatan kemanusiaan yang dilakukan Israel di Gaza, Palestina, tidak dapat dibenarkan dengan alasan apapun. Selain itu, walikota Paris, Anne Hidalgo, mengeluarkan pernyataan kontroversial dengan menyebut atlet Rusia dan Belarus ‘tidak akan diterima’ di Paris, sedangkan Israel tetap dapat diterima karena ‘kasus Rusia dan Israel berbeda, Israel adalah demokrasi’. Pernyataan ini seakan mengingatkan kita pada komentar pejabat lokal Indonesia, Ganjar Pranowo dan I Wayan Koster, yang menolak timnas Israel di Piala Dunia U-20 di Indonesia. Akibatnya, FIFA mencoret Indonesia sebagai tuan rumah. Namun, IOC diam saja terkait komentar HIdalgo. Hal ini mendorong ketua Komite Olimpiade Rusia, Stanislav Pozdnyakov, mengusulkan tuan rumah Olimpiade dipindah - meskipun sangat kecil kemungkinan hal ini digubris IOC.
Masalah politik di atas bukanlah satu-satunya tantangan pada Olimpiade Paris. Keamanan dan ketertiban umum juga akan menjadi tantangan. Serangan teroris, yang beberapa tahun terakhir melanda Prancis, tentu menjadi ancaman tersendiri bagi Olimpiade, terutama dengan rencana menyelenggarakan upacara pembukaan di pusat kota. Perlu upaya serius bagi aparat lokal menangani isu ini - sesuatu yang diragukan mengingat kekacauan pada final Liga Champions 2022 di Paris. Dengan partisipasi Israel menjadi kontroversi, kekhawatiran terulangnya tragedi Olimpiade Munich 1972, saat 11 atlet Israel menjadi korban serangan teroris, menjadi tantangan yang harus diatasi. Selain itu, masalah ketertiban umum seperti mogok kerja dan aksi-aksi demonstrasi yang melanda Prancis beberapa tahun terakhir juga dapat mengganggu pelaksanaan Olimpiade. Antusiasme masyarakat Prancis jelang Olimpiade juga terhitung rendah menurut survei lokal, sehingga besar kemungkinan perlawanan sosial dapat terjadi. Terakhir, kriminalitas di Paris yang sering menjadi masalah seperti pencopetan, perampokan dan kekerasan bersenjata tajam juga menjadi masalah bagi wisatawan yang akan berkunjung ke Paris selama Olimpiade.
Olimpiade Paris tetap layak dinanti sebagai ajang olahraga internasional, meskipun kualitas pertandingan beberapa nomor akan berkurang tanpa kehadiran atlet Rusia dan Belarus. Namun, upaya Olimpiade Paris mengangkat makna mulia gerakan Olimpiade sebagai ajang persatuan dan persahabatan internasional, serta memposisikan Paris sebagai kota yang terbuka untuk semua kemungkinan besar tidak akan berhasil. Hal ini mengingat diskriminasi dan standar ganda IOC serta tantangan keamanan dan masalah sosial di Prancis. Jika Olimpiade Tokyo menjadi korban pandemi, maka Olimpiade Paris nanti adalah korban masalah geopolitik.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.