Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Rahman Tanjung

Ups Salah, Ternyata Bukan Sandra Dewi

Pendidikan dan Literasi | Saturday, 06 Apr 2024, 21:51 WIB
Foto Sandra Dewi dan Dewi Sandra (Sumber: IG, @sandradewi88 dan @dewisandra)

Apa yang Anda ingat ketika membaca dua kata awal pada judul artikel ini? Jika Anda menjawab sebuah acara reality show di salah satu TV Swasta yang dipandu oleh Vincent Rompies, Anda benar. Acara tersebut tayang sekitar tahun 2019 sampai dengan 2016, di mana Host acara tersebut menjahili target tentang suatu kejadian, yang pada akhirnya itu adalah sebuah prank salah alamat atau salah sasaran.

Acara tersebut mengingatkan saya pada sebuah berita kontroversi yang saat ini sedang ramai diberitakan dan diperbincangkan di negeri kita tercinta. Apalagi kalau bukan kasus korupsi dalam tata niaga komoditas timah di PT Timah, yang kabarnya telah merugikan negara sebanyak 271 Triliun Rupiah. Kasus tersebut menyeret dua pengusaha, Helena Lim dan Harvey Moeis. Nama pertama merupakan Wanita yang biasa orang sebut sebagai crazy rich Pantai Indah Kapuk, sedangkan nama terakhir yang disebutkan adalah suami Selebritas cantik Indonesia, Sandra Dewi.

Nilai korupsi yang sebegitu besarnya, tak hanya mengguncang ranah hukum dan politik, tetapi juga mengundang sorotan tajam dari Warganet di media sosial. Bahkan ada banyak meme yang bertebaran di media online yang menyindir kasus tersebut. Seperti misalnya, bagaimana jika misalnya uang senilai tersebut dibelanjakan Mobil hingga Nasi Padang atau ada juga yang membuat analogi lucu yang menyebutkan bahwa Mega Bintang Cristiano Ronaldo butuh waktu sekitar 82 tahun untuk mendapatkan uang sebanyak 271 Triliun Rupiah, jika berdasarkan perhitungan gajinya di klub Al-Nassr yang senilai 3,3 Triliun Rupiah per tahun.

Lalu apa hubungannya acara “Ups Salah” dengan kasus korupsi Timah 271 Triliun ini? Ya, gara-gara suaminya terlibat dalam kasus ini, Sandra Dewi menjadi sorotan dan sasaran para Warganet, namun yang cukup menarik adalah bagaimana reaksi publik terhadap kasus tersebut. Beberapa luapan kemarahan dan kekesalan publik rupanya salah alamat atau salah kamar, dengan menyerbu laman Instagram (IG) Dewi Sandra, bukan Sandra Dewi istri dari Emir Moeis.

Walaupun keduanya adalah Selebritas, Dewi Sandra bukanlah Sandra Dewi, mereka adalah orang yang berbeda, baik dari wajah, tampilan fisik dan kesehariannya, mereka memiliki perbedaan. Dewi Sandra adalah seorang Aktris dan juga Penyanyi blasteran Brasil, Inggris dan Indonesia yang kini telah memeluk agama Islam atau Mualaf. Suami dari Dewi Sandra bernama Agus Rahman, bukan Harvey Moeis.

Tangkapan layar Instagram Dewi Sandra (sumber: Ig: @dewisandra)

Hal yang cukup memalukan menurut saya adalah ketika banyak Warganet yang mengomentari akun IG Dewi Sandra dengan hujatan-hujatan dan sindiran terkait kasus korupsi 271 Triliun. Misalnya saja ada salah satu Warganet yang berkomentar, “Balikkin uang 271 T woy! Jangan di korup bilang ke suaminya!” atau komentar lainnya seperti, “Owhhh jadi ini yang suaminya gak korupsi“, “Umroh hasil korupsi” dan masih banyak lagi komentar-komentar negatif membanjiri IG Dewi Sandra.

Padahal itu bukanlah akun IG Sandra Dewi sebagaimana yang mereka targetkan.

Kasus Serupa

Hal yang dialami oleh Dewi Sandra ternyata bukanlah yang pertama kali terjadi di Indonesia. Beberapa kejadian salah sasaran lainnya di media sosial juga pernah terjadi.

Kejadian pertama adalah saat meninggalnya Selebgram Wanita Indonesia bernama Laura Anna pada 15 Desember 2021. Atas kejadian tersebut, kasus salah sasaran telah menimpa tiga orang Wanita yang berasal dari Luar Negeri. Mereka kaget dan merasa kesal atas hal tersebut, karena tiba-tiba akun IG mereka dibanjiri ucapan duka cita dari Warganet Indonesia.

Mengutip dari laman situs kompas.com¸ ketiganya adalah: seorang jurnalis bernama Anna Laura dari Brasil dengan akun IG @anna.laura, Selebgram asal Austria bernama Anna Laura Kummer dengan akun IG @annalaurakummer dan Selebgram Anna Laura dari Republik Dominika dengan akun IG @annalaura. Padahal akun IG dari Almarhumah Selebgram Indonesa Laura Anna adalah @edlnlaura.

Kejadian lainnya yang juga terjadi di tahun 2019, adalah kasus hukuman seumur hidup yang menimpa seorang pemuda Indonesia bernama Reynhard Sinaga oleh Pengadilan Manchester, Inggris, akibat perbuatannya yang telah melakukan pelecehan seksual/pemerkosaan terhadap 48 pria.

Kasus tersebut membuat banyak Warganet geram dan mencari akun media sosialnya untuk menumpahkan kemarahan mereka, namun yang terjadi mereka justru salah sasaran ke akun IG milik seorang pemuda yang juga bernama sama dengan pelaku, yaitu Reynhard Sinaga, dengan akun Ignya @ reynhardsinaga93.

Gara-gara cacian salah sasaran dari para Warganet yang bertubi-tubi di laman komentar akun IGnya, pria tersebut pun terpaksa menutup akunnya.

Melihat kejadian-kejadian tersebut, ini seolah-olah membenarkan apa yang menjadi hasil riset yang telah dilakukan oleh Microsoft dalam laporan Digital Civility Index (DCI) tahun 2020. Sebagaimana diberitakan dalam laman situs ruzka.republika.co.id, laporan tersebut menyebutkan bahwa netizen Indonesia berada di urutan ke-29 dari 32 dalam survei tingkat kesopanan dalam menggunakan media sosial.

PISA dan Kurangnya Literasi

Melihat kasus korupsi dengan kerugian negara 271 Triliun tersebut, mungkin bukan semata tentang kasus korupsinya atau Warganet yang salah sasaran, namun mungkin juga menyoroti suatu masalah yang lebih dalam pada tatanan masyarakat kita, yaitu tentang kekurangan literasi.

Kejadian salah sasaran atau salah kamar seperti yang disebutkan di atas dari para Warganet kita, seolah menggambarkan tentang kurangnya literasi. Sehingga menimbulkan pertanyaan, apakah mereka tidak membaca dulu? Atau apakah mereka tidak mencari tahu dulu akun IG yang akan dituju sebelum menuliskan komentar?

Faktanya, kejadian ini mencerminkan sebuah kebenaran yang lebih luas dalam masyarakat kita: kurangnya kemampuan untuk memilah informasi, menganalisis dengan kritis, dan bertindak berdasarkan pemahaman yang solid. Hal ini sejalan dengan hasil survei Program for International Student Assessment (PISA) tahun 2022, yang menempatkan Indonesia di peringkat 68 dari 81 negara.

PISA adalah ujian yang diambil oleh siswa-siswa dari berbagai negara untuk mengukur kemampuan mereka dalam membaca, matematika, dan sains. Hasil yang menempatkan Indonesia di peringkat 15 terbawah, telah menunjukkan bahwa masih banyak pekerjaan rumah yang harus dilakukan dalam memperbaiki sistem pendidikan kita, khususnya dalam hal literasi. Literasi bukan hanya tentang kemampuan membaca teks, tetapi juga tentang kemampuan untuk memahami, menganalisis, dan mengevaluasi informasi dengan kritis.

Kecerdasan Literasi juga akan membantu masyarakat untuk mengenali dan menghindari jebakan informasi palsu atau berita yang tidak valid. Mereka akan lebih waspada terhadap upaya manipulasi, hoax atau salah sasaran yang mungkin bisa saja mengiringi kasus-kasus besar seperti ini. Dengan demikian, literasi tidak hanya penting dalam membentuk individu yang cerdas secara intelektual, tetapi juga sebagai benteng pertahanan terhadap ketidakadilan dan ketidakbenaran.

Namun, perbaikan literasi tidak akan terjadi secara instan. Ini adalah proses yang memerlukan komitmen jangka panjang dari semua pihak terkait, termasuk pemerintah, lembaga pendidikan, media massa, dan masyarakat secara keseluruhan. Pendidikan yang memadai, penyediaan sumber daya informasi yang dapat dipercaya, promosi kritis pikir yang sehat, dan pengembangan kemampuan analitis adalah beberapa langkah yang dapat diambil untuk meningkatkan literasi di masyarakat.

Selain literasi, penting juga untuk memiliki ketelitian dalam setiap bertindak. Bukan hanya “teliti sebelum membeli”, tetapi teliti diperlukan juga dalam setiap hal, termasuk ketika jari-jari kita akan menuliskan sesuatu di media sosial.

Maka, berhati-hatilah dalam melakukan sesuatu. Termasuk juga dalam memberikan atau menuliskan komentar di media sosial.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image