Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Uswatun Hasanah

Harta Dibawa Mati, Emang Bisa?

Agama | Tuesday, 02 Apr 2024, 16:51 WIB

Apakah anda pernah berpikir tentang apa yang akan terjadi pada harta anda setelah meninggal? Tetua selalu mengatakan bahwa jangan terlalu mengejar harta, karena harta tidak akan dibawa mati. Kalimat ini tidak salah namun tidak sepenuhnya benar. Tahukah anda bahwa harta dalam konsep Islam ternyata bisa dibawa mati lho, bahkan bisa dilipat gandakan! Gimana caranya? Yuk, Simak artikel dibawah ini!

Hidup merupakan salah satu nikmat terbesar yang didapatkan oleh setiap makhluk bernyawa. Kita bersekolah, berteman, beribadah, membangun keluarga, dan pastinya bekerja untuk mendapatkan penghasilan dan memenuhi kebutuhan hidup. Kita mempersiapkan segala hal untuk mampu bertahan hidup dengan segala ketidak pastiannya, namun terkadang manusia lupa untuk mempersiapkan satu-satunya hal yang pasti dalam kehidupan, yaitu kematian.

Perlombaan mengejar dan mengumpulkan harta sudah menjadi rules hidup bagi kebanyakan orang, bahkan di tak jarang orang yang memiliki harta lebih banyak dipandang lebih tinggi derajatnya. Tak bisa dipungkiri bahwa harta memang menjadi salah satu bagian dari kehidupan. Kita perlu memenuhi berbagai kebutuhan agar dapat menjalani hidup sebagaimana yang kita inginkan. Namun apa yang terjadi pada harta jika kita sudah meninggal dunia? Dalam konsep Islam, Ya, semua harta akan kita tinggalkan, kecuali harta yang digunakan untuk kebaikan di jalan Allah swt. Memang tidak secara fisik, namun secara esensi.

Dalam Islam, tidak ada larangan bagi seorang muslim untuk mencari harta kekayaan, bahkan jika kita menelisik pada sejarah para sahabat, banyak dari mereka yang adalah seorang pengusaha sukses yang memiliki harta melimpah, salah satunya adalah Utsman bin Affan yang sampai saat ini hartanya masih berputar dan disimpan dalam rekening atas nama Utsman bin Affan. Meskipun demikian, menjadi kaya bukanlah sesuatu yang wajib dalam Islam, tidak ada dosa bagi orang yang tidak memiliki harta yang banyak, hanya saja seorang muslim harus senantiasa menjaga dirinya dari kefakiran. Manusia diperintahkan untuk bekerja oleh Allah swt dengan tujuan untuk menjalankan perintahNya sebagai bentuk ibadah, menafkahi diri dan keluarganya agar tidak menjadi seorang pengemis yang meminta-minta. Islam memandang bahwa menjadi kaya bukanlah tujuan utama dari perintah berusaha (bekerja), karena yang lebih penting dari itu adalah tentang bagaimana cara mendapatkan dan menggunakan harta tersebut, sehingga yang dihisab bukanlah tentang berapa nominal harta yang bisa dikumpulkan, melainkan darimana dan untuk apa harta itu digunakan. Sejatinya harta adalah titipan dari Allah swt. Islam memberikan panduan bagaimana cara merespond yang tepat dalam menghadapi berbagai keadaan termasuk ketika dalam keadaan kaya ataupun cukup.

Rosulullah saw pernah berdo’a, yang atrinya,

“Ya Allah, sesungguhnya aku memohon perlindungan kepada-Mu dari kefakiran, dan aku memohon perlindungan kepada-Mu dari kekurangan dan kehinaan, dan aku memohon perlindungan kepada-Mu dari menganiaya atau dianiaya”. [Shahih Riwayat Abu Dawud (no. 1544), Ahmad (2/305,325). Nasa’i, Ibnu Hibban (no. 2443). Baihaqi (7/12)]

Meskipun secara prinsip seorang muslim tidak diwajibkan untuk memiliki banyak harta, namun alangkah bermanfaatnya jika harta yang banyak itu dipegang oleh orang-orang yang bertaqwa. Karena orang yang bertaqwa pasti memahami bagaimana cara mendapatkan, menyalurkan dan mengelola harta dengan baik dan benar sesuai petunjukNya, dilakukan dalam rangka beribadah kepadaNya, sehingga banyak manfaat yang bisa ia bagikan dari harta tersebut dan akan diganjar pahala oleh Allah swt, pahala inilah yang akan kita bawa sampai ke akhirat.

Harta yang termasuk dalam kategori ini adalah harta yang didapatkan dengan tidak menggunakan unsur maysir (spekulasi), gharar (tidak jelas), dan riba. Tak hanya itu, cara penggunaannya juga harus sesuai dengan petunjukNya, dimana Allah swt memberikan beberapa instrument dalam menyalurkan harta, yaitu dengan Zakat, Infak, Shadaqah, dan Wakaf (ZISWAf).

ZISWAF merupakan empat komponen penting dalam distribusi kekayaan seorang muslim, karena selain merupakan perintah Allah swt, ZISWAF juga sangat bermanfaat dalam pengembangan sosial dan ekonomi.

خُذْ مِنْ اَمْوَالِهِمْ صَدَقَةً تُطَهِّرُهُمْ وَتُزَكِّيْهِمْ بِهَا وَصَلِّ عَلَيْهِمْۗ اِنَّ صَلٰوتَكَ سَكَنٌ لَّهُمْۗ وَاللّٰهُ سَمِيْعٌ عَلِيْمٌ ۝١

Ambillah zakat dari harta mereka (guna) menyucikan dan membersihkan mereka, dan doakanlah mereka karena sesungguhnya doamu adalah ketenteraman bagi mereka. Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. (QS At-Taubah, ayat 103)

1. Zakat

Menurut ulama mazhab Hanafi, zakat didefinisikan sebagai pengeluaran harta tertentu yang telah sesuai dengan nisab untuk kemudian disalurkan kepada pihak yang berhak menerima sesuai syariah Islam (Al-Zuhaily, 2000).

Secara umum, zakat terbagi menjadi dua jenis, yaitu zakat fitrah untuk menyucikan jiwa, dan zakat maal untuk menyucikan harta. Keduanya wajib dikeluarkan oleh seorang muslim, namun khusus untuk zakat maal, wajib dikeluarkan hanya bagi orang yang telah mencapai nisab dan haul, yaitu ketika pendapatannya sudah mencapai setidaknya senilai 85gram emas dalam satu tahun, maka sebesar 2,5%nya wajib dikeluarkan.

Adapun orang yang berhak menerima zakat sebagaimana yang disebutkan dalam QS. At-Taubah ayat 60, yang artinya,

“Sungguh zakat itu hanya untuk orang-orang fakir, orang miskin, amil zakat, orang yang dilunakkan hatinya (mualaf), untuk (memerdekakan) hamba sahaya, untuk (membebaskan) orang yang berhutang, untuk jalan Allah, dan untuk orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai kewajiban dari Allah. Allah maha mengetahui, maha bijaksana."

2. Infak

Infak adalah kegiatan memberikan sebagian dari harta atau pendapatan yang peruntukkan untuk hal-hal yang diperintahkan sesuai ajaran Islam (Hafidhuddin, 1998). Infak dapat berbentuk uang dan barang serta diberikan kepada orang yang membutuhkan, lembaga Pendidikan, tempat ibadah, dan lain-lain.

3. Sedekah

Sedekah adalah memberikan harta atau non harta seperti jasa dalam hal kebaikan untuk orang-orang yang membutuhkan ataupun untuk kemaslahatan umum. Sedekah dianjurkan tidak hanya jika dalam keadaan lapang, namun juga dalam keadaan sempit. Jika harta yang disedekahkan bermanfaat secara berkelanjutan, maka inilah yang disebut dengan sedekah jariyah, pahalanya akan terus mengalir dan berlipat ganda meskipun kita sudah meninggal dunia.

4. Wakaf

Wakaf dimaknai sebagai perbuatan menahan harta atau benda yang tidak mudah rusak untuk kemudian dikelola dan diambil manfaatnya yang kemudian disalurkan untuk kepentingan umat sesuai ketentuan syara’ (Baiti& Syufaat,2021). Harta yang bisa diwakafkan diantaranya seperti tanah, bangunan, sumur, masjid, sekolah, rumah sakit, uang, dan harta benda lainnya yang bermanfaat dan tidak dilarang oleh hukum Islam.

Beberapa hikmah dari diberlakukannya ZISWAF bagi setiap muslim adalah:

ü Mensucikan diri dan harta

ü Meningkatkan ketakwaan

ü Mendapatkan pahala

ü Merasakah kebahagiaan

ü Mendapatkan pertolongan Allah

ü Mengurangi kemiskinan dan kesenjangan

ü Meningkatkan kesejateraan dan solidaritas ukhuwah.

Harta yang didistribusikan untuk kepentingan kebaikan dan manfaatnya dirasakan secara berkelanjutan, maka pahala atasnya akan terus diberikan sebagai pahala jariyah. Itulah beberapa cara agar harta yang kita miliki bisa dibawa sampai mati bahkan dapat dilipat gandakan, tidak terbatas hanya didunia tapi bisa bermanfaat sampai akhirat kelak.

Begitu banyak hal yang bisa digali dalam Islam untuk diterapkan dalam kehidupan sehari-hari baik dalam skala kecil maupun dalam skala yang besar. Tentunya semua panduan yang Allah berikan tak lain untuk kemaslahatan makhlukNya tak terkecuali manusia. Maka mari kita terus belajar, mengajar, dan mengamalkan Islam secara kaffah agar kita memiliki persiapan saat kematian itu datang, dan pada akhirnya kita sampai pada surga Allah swt, amiiiin ya Robbal ‘alamiin..

 

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image