Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Fika Salsabila

Penghambatan Transisi UU PDP Membuat Data Pribadi tidak Aman

Teknologi | Thursday, 01 Feb 2024, 21:14 WIB

Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (UU PDP) telah disahkan lebih dari satu tahun lalu, pemerintahan dapat kritikan tak cukup membaik mengenai perlindungan data tersebut. Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM) mencatat ada dugaan pelanggaran hukum dari pengungkapan atau kebocoran 668 juta data pribadi. Salah satunya, dari dugaan kebocoran sistem informasi daftar pemilih pada November 2023 lalu.

Beberapa dugaan kebocoran yang disinggung ELSAM antara lain:

1. Dugaan kebocoran 44 juta data pribadi dari aplikasi MyPertamina pada November 2022.

2. Dugaan kebocoran 15 juta data dari insiden BSI pada Mei 2023.

3. Dugaan kebocoran 35,9 juta data dari MyIndihome pada Juni 2023.

4. Dugaan kebocoran 34,9 juta data dari Direktorat Jenderal Imigrasi pada Juli 2023.

5. Dugaan kebocoran 337 juta data Kementerian Dalam Negeri pada Juli 2023.

6. Dugaan kebocoran 252 juta data dari sistem informasi daftar pemilih di Komisi Pemilihan Umum pada November 2023.

Penghambatan Transisi UU PDP

Mereka juga menyoroti adanya kesalahan dalam memahami pemberlakukan UU PDP. Pemerintah menyatakan UU ini berlaku dua tahun setelah diundangkan yakni 2024. UU ini diundangkan pada 17 Oktober 2022 dan langsung berlaku saat diundangkan. Namun, pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat memberikan masa transisi selama 2 tahun.

Data Survei di Indonesia Mengenai Perlindungan Data Pribadi

Menurut survei Kementerian Komunikasi dan Informatika bersama Katadata Insight Center (KIC), kesadaran masyarakat Indonesia akan pelindungan data pribadi masih tergolong rendah. Survei itu mencatat bahwa 53,6% responden memiliki tingkat pelindungan data pribadi rendah. Sedangkan responden yang memiliki tingkat pelindungan data pribadi tinggi hanya 46,4%. Tingkat pelindungan data pribadi ini diukur melalui berbagai indikator perilaku berisiko di media sosial, seperti mencantumkan nomor telepon, tanggal lahir, alamat rumah, rincian anggota keluarga, serta memasukkan info lokasi terkini. Sampel survei berjumlah 10.000 responden yang berasal dari 34 provinsi dan 514 kabupaten/kota Indonesia. Seluruh responden merupakan warga negara Indonesia dengan kriteria usia antara 13-70 tahun dan pernah mengakses internet dalam 3 bulan terakhir. Survei memiliki margin of error +/- 0,98% dengan tingkat kepercayaan 95% menggunakan metode multistage random sampling.

Kebijakan Masyarakat Pada Informasi Kebenaran

ditambahnya marak sosial media saat ini sehingga sangat luas aksesenya termasuk infromasi negatif dan positif dan informasi valid dan juga hoax, maka dari itu para pengguna diharapkan dengan bijak memilih informasi, terlebih disaat pemilu saat ini masyarakat pengguna smartphone harus lebih teliti dalam menerima informasi yang kebenarannya belum bisa dipertanggungjawabkan. sangat bahaya jika informasi dicerna mentah-mentah tidak bukan bisa menyebabkan perpecahan. dari sumber literasigital.com Praktisi Literasi Digital Dodo Muktiyo mengatakan proses pencernaan informasi hoaks oleh pengguna smartphone bisa terjadi ketika kondisi fisik sedang kelelahan. “Jangan mudah terprovokasi dengan judul berita yang diterima. Bersikap kritis terhadap apapun yang didapat, gunakan logika saat mendapat suatu berita yang belum diketahui kebenarannya,” kata Lodewijk.

Di samping itu, Akademisi Yuri Rahmanto mengingatkan masyarakat untuk memperhatikan data pribadi yang bisa dengan mudah dicuri di tengah kemajuan teknologi saat ini. "Data pemilu itu jadi incaran serangan cyber, dan itu sangat masif. Ini menjadi bahaya karena dampaknya selain merusak sistem informasi dan pelayanan publik, tetapi juga bocornya data pribadi," kata dia. Selain data pribadi bocor, Yuri menyebut bahwa hal tersebut juga bisa menjadi bumerang yang berpotensi mengacaukan situasi politik di Indonesia. "Ini akan menyerang kita juga secara individu dan berpotensi menimbulkan kekacauan politik dan menimbulkan ketidakpercayaan kita terhadap pemilu. Sehingga harus lebih bijak dan harus sadar dengan keamanan digital kita," katanya. (rhs/jpnn)

Melakukan Jaminan Keamanan Yang Kuat

Salah satu tugas pokok negara adalah memberikan jaminan keamanan dan kenyamanan bagi setiap warganya, termasuk data pribadi. Dalam membangun sistem keamanan data yang baik, perlu untuk mempersiapkan SDM, sarana dan prasarana, serta instrumen hukum yang hebat. Lalu, apa yang harus dilakukan agar negara tidak kecolongan dan mati kutu menghadapi kejahatan digital?

mencetak SDM berkualitas dan unggul dari segala aspek melalui sistem pendidikan berbasis akidah Islam. Sistem pendidikan Islam bukan sekadar mencetak generasi dengan ruhiyah tinggi, tetapi juga melahirkan ilmuwan, cendekiawan, dan pakar dengan keahlian di berbagai bidang secara mumpuni. Negara harus menciptakan iklim yang kondusif agar setiap data digital milik individu tidak disalahgunakan oleh siapa pun, dengan tujuan apa pun. Data milik individu ini harus dikelola negara dalam artian menjaga keamanannya dengan perlindungan yang nyata. Hadirnya negara di dunia nyata untuk menjamin keamanan rakyat sama dengan tugas negara lakukan di dunia digital. Inilah hakikat fungsi negara sebagai perisai bagi rakyatnya.

Dalam Sistem Islam Menjaga Keamanan Data Digital

Islam sebagai sistem paripurna akan mengemban tugas tersebut secara serius dan amanah. Kepentingan dan kemaslahatan rakyat menjadi prioritas negara dalam melakukan pelayanan dan tanggung jawabnya. Islam akan mengerahkan segala potensi yang ada untuk mewujudkan negara kuat dengan teknologi hebat. Dengan ini, fungsi negara sebagai pelindung keamanan data akan tepat dan bermanfaat. Semua ini akan berjalan tatkala tata kelola negara diatur berdasarkan syariat.

Pertama, negara mengatur keuangan dengan konsep baitulmal. Sumber dana baitulmal akan sangat besar jika kekayaan milik umum seperti minyak bumi, batu bara, dan tambang lainnya dikelola negara dan tidak diprivatisasi seperti saat ini. Dengan besarnya dana, negara dapat membangun infrastruktur dan instrumen digital yang menunjang pelaksanaan keamanan data pribadi setiap warga,

Kedua, melaksanakan sistem pendidikan berbasis Islam yang mampu mencetak SDM-SDM berkualitas, andal, unggul, dan berkarakter mulia. Dukungan SDM mumpuni seperti para ahli dan pakar di bidang teknologi informasi sangat penting untuk mewujudkan sistem keamanan cyber.

Ketiga, perlindungan privasi atau data pribadi haruslah memiliki prinsip berikut:

(1) proaktif, bukan reaktif. Artinya, negara fokus pada antisipasi dan pencegahan, bukan baru bergerak ketika muncul masalah.

(2) Mengutamakan perlindungan data pribadi warga. Negara harus memastikan data pribadi warga benar-benar terjaga secara maksimal dalam sistem IT yang hebat.

(3) Perlindungan yang diintegrasikan ke dalam desain teknologi secara holistik dan komprehensif. Regulasi dan sinergi antarlembaga saling menyempurnakan, bukan saling menyalahkan.

(4) Sistem keamanan total. Seluruh lembaga informasi harus bersinergi dengan baik, yakni melakukan tugas, pokok, dan fungsinya dengan jelas.

Dengan infrastruktur, instrumen hukum, serta tata kelola yang terintegrasi dengan baik, keamanan data pribadi warga negara terjamin. Visi besar sebagai negara adidaya akan mewujud dalam paradigma Islam sebagai ideologi yang tersistematis dan terstruktur dalam institusi negara Khilafah.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image