Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Suko Waspodo

7 Cara Mengatasi Panggilan Krisis dari Anak Dewasa yang Berjuang

Parenting | Monday, 27 May 2024, 19:33 WIB
Sumber gambar: Focus on the Family

Strategi praktis bagi orang tua untuk bersikap suportif sekaligus menjaga kesejahteraan.

Wawasan Utama

· Tanyakan pada diri Anda apakah Anda ingin menjadi orang tua atau pemimpin tim SWAT?

· Sangat penting untuk menetapkan batasan untuk melindungi kesejahteraan Anda.

· Mengelola panggilan krisis bisa sangat menguras tenaga, dan penting juga untuk mencari dukungan untuk diri Anda sendiri.

Ponsel Lena berdengung tak henti-hentinya, masing-masing memperingatkan rasa takut di dadanya. Putrinya, Cassie, kembali berjuang, SMS dan telepon datang dalam arus krisis yang tiada henti. “Bu, saya tidak bisa melakukan ini,” salah satu pesan berbunyi. “Saya kehilangan pekerjaan hari ini,” yang lain mengikuti. Teks selanjutnya adalah "Aku payah dalam hidup" dan "Ugh, jika aku tidak punya Susie (anjing Cassie), aku akan bunuh diri." Hati Lena sakit setiap mendengar kata-katanya, beban perjuangan Cassie menekan semangatnya.

Lena mengenang mata Cassie yang cemerlang dan energinya yang tak terbatas semasa kanak-kanak, yang kini diredupkan oleh kenyataan pahit di masa dewasa. Karena kelelahan, Lena menjalankan tanggung jawabnya sambil mencoba mendukung Cassie dari jauh, menawarkan kenyamanan melalui layar kecil, merasa tidak berdaya namun bertekad untuk menjadi jangkar putrinya di tengah badai.

Hindari Tersedot ke dalam Pasir Isap yang Bermuatan Emosional

Ketika saya melatih orang tua dari anak-anak dewasa yang mengalami kesulitan, kadang-kadang saya dengan lembut bertanya, "Apakah Anda ingin menjadi orang tua atau pemimpin tim SWAT?" Pesan teks dan panggilan telepon saat krisis dari anak-anak dewasa yang mengalami kesulitan dapat membuat orang tua merasa seperti mereka sedang memimpin tim tanggap krisis yang bertindak cepat.

Mengelola panggilan telepon krisis dari anak Anda yang sudah dewasa bisa menjadi pengalaman yang penuh emosi dan kompleks. Sebagai orang tua, naluri Anda adalah memberikan dukungan dan solusi, namun dinamika percakapan antara orang dewasa dengan orang dewasa memerlukan keseimbangan yang cermat antara empati, bimbingan, dan rasa hormat terhadap otonomi anak Anda. Berikut beberapa strategi utama untuk mengelola panggilan ini secara efektif dan menawarkan dukungan terbaik.

Mendengarkan Aktif

Ketika anak Anda yang sudah dewasa menelepon saat krisis, langkah pertama dan paling penting adalah berlatih mendengarkan secara aktif. Ini berarti berkonsentrasi penuh, memahami, dan menanggapi dengan bijaksana apa yang mereka katakan. Hindari menyela atau menawarkan solusi segera. Sebaliknya, biarkan anak Anda mengungkapkan perasaan dan pikirannya secara utuh.

Dalam buku, 10 Days to a Less Defiant Child, saya mempelajari betapa pentingnya menggunakan isyarat penegasan dan anggukan verbal seperti "Saya mengerti", "Saya memahami", dan "Ceritakan lebih banyak tentang hal itu". Hal ini terutama terjadi pada remaja dan anak-anak dewasa, karena hal ini tidak hanya membuktikan perasaan mereka tetapi juga memberi mereka perasaan didengarkan dan dipahami. Hal ini, pada gilirannya, menurunkan frekuensi perebutan kekuasaan yang sia-sia.

Regulasi Emosional

Penting untuk mengelola emosi Anda sendiri selama panggilan ini. Melakukan hal ini menempatkan Anda dalam peran sebagai pelatih regulasi emosi. Semakin Anda melihat diri Anda sebagai pelatih anak Anda yang sudah dewasa, semakin sedikit Anda akan menganggap komentar menyakitkan mereka—jika mereka menyinggung hal tersebut—secara pribadi.

Mendengar bahwa anak Anda berada dalam krisis dapat memicu respons emosional yang kuat, namun penting untuk tetap tenang dan tenang. Sikap Anda yang tenang dapat memberikan efek stabilisasi pada anak Anda, membantunya merasa lebih aman. Jika perlu, tarik napas dalam-dalam beberapa kali sebelum merespons atau sarankan jeda singkat dalam percakapan untuk menenangkan pikiran.

Empati dan Validasi

Ekspresikan empati dan validasi perasaan anak Anda. Ungkapan seperti “Kedengarannya sangat sulit,” atau “Saya tidak bisa membayangkan betapa sulitnya hal ini bagi Anda,” dapat memberikan kenyamanan dan dukungan. Mengakui perasaannya tanpa menghakimi menunjukkan bahwa Anda menghargai pengalaman emosionalnya dan siap mendukungnya tanpa syarat.

Mengajukan Pertanyaan Terbuka

Dorong anak Anda untuk mengeksplorasi situasinya dengan mengajukan pertanyaan terbuka. Pertanyaan seperti “Menurut Anda apa yang menyebabkan situasi ini?” atau “Bagaimana perasaan Anda tentang pilihan yang Anda miliki?” dapat membantu mereka mendapatkan kejelasan dan wawasan. Pendekatan ini tidak hanya membantu proses pemecahan masalah mereka tetapi juga memperkuat kemampuan mereka untuk berpikir kritis dan mandiri.

Memberikan Dukungan dan Sumber Daya

Meskipun penting untuk tidak mengambil alih, menawarkan dukungan dan sumber daya praktis dapat bermanfaat. Hal ini mungkin termasuk menyarankan agar mereka berbicara dengan terapis, memberikan informasi kontak untuk kelompok pendukung, atau membantu mereka bertukar pikiran mengenai langkah-langkah yang dapat diambil. Jika mereka membutuhkan bantuan segera, bantulah mereka mengidentifikasi layanan krisis lokal atau hotline yang dapat memberikan bantuan mendesak.

Mendorong Efikasi Diri

Sebagai orang tua, kita cenderung terlalu fokus pada perjuangan anak kita. Tanpa disadari, hal ini dapat menyebabkan kita mengabaikan kemenangan harian atau mingguan ketika anak-anak dewasa mengelola emosi dan memecahkan masalah dengan cara yang lebih bermanfaat.

Dorong anak Anda untuk mengambil kepemilikan atas situasi dan keputusannya. Frasa seperti “Menurut Anda, tindakan apa yang terbaik?” atau “Bagaimana saya dapat mendukung Anda dalam langkah yang ingin Anda ambil?” memberdayakan mereka untuk mengambil kendali. Hal ini meningkatkan kepercayaan diri dan kemanjuran diri mereka, yang sangat penting untuk mengelola krisis secara mandiri.

Menetapkan Batasan

Meskipun penting untuk bersikap suportif, penting juga untuk menetapkan batasan untuk melindungi kesejahteraan Anda. Perjelas apa yang bisa dan tidak bisa Anda lakukan, dan komunikasikan hal ini dengan lembut namun tegas. Misalnya, Anda bisa berkata, “Ketahuilah, aku percaya padamu. Aku senang mendengarkan saat kamu curhat, atau aku dapat membantumu menemukan terapis, tetapi aku tidak dapat menyelesaikan masalah ini untukmu.” Hal ini membantu mencegah kelelahan dan memastikan bahwa dukungan Anda berkelanjutan.

Menindaklanjuti

Setelah krisis awal berlalu, tindak lanjuti anak Anda untuk memeriksa kemajuan dan kesejahteraannya. Hal ini memperkuat dukungan Anda dan menunjukkan bahwa Anda peduli dengan situasi mereka saat ini. Namun, berhati-hatilah untuk tidak melangkahi atau terlalu terlibat dalam urusan mereka, karena menjaga independensi mereka sangatlah penting.

Mencari Dukungan untuk Diri Sendiri

Mengelola panggilan krisis bisa sangat menguras tenaga, dan penting juga untuk mencari dukungan untuk diri Anda sendiri. Berbicara dengan terapis, bergabung dengan kelompok dukungan orang tua, atau curhat pada teman tepercaya dapat memberi Anda kekuatan emosional dan ketahanan yang diperlukan untuk mendukung anak Anda secara efektif.

Pembelajaran Berkelanjutan

Terakhir, teruslah mendidik diri Anda sendiri tentang manajemen krisis dan komunikasi yang efektif. Buku, lokakarya, seminar parenting, dan sumber daya online dapat memberikan wawasan dan teknik berharga untuk meningkatkan kemampuan Anda dalam menangani situasi seperti itu.

Pikiran Terakhir

Mengelola panggilan telepon dan SMS saat krisis dari anak Anda yang sudah dewasa melibatkan keseimbangan antara mendengarkan, empati, dukungan, dan pemberdayaan. Anak-anak dewasa yang mengalami penderitaan emosional perlu dievaluasi oleh ahli kesehatan mental. Untuk hal-hal mendesak, nomor pencegahan krisis dan pencegahan bunuh diri nasional yang dapat dihubungi adalah 988.

Dengan tetap tenang, mengakui perasaan mereka, mendorong kemandirian, dan menetapkan batasan yang sehat, Anda dapat memberikan dukungan yang mereka butuhkan sekaligus menjaga kesejahteraan Anda.

***

Solo, Senin, 27 Mei 2024. 7:21 pm

Suko Waspodo

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image