Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Syahrial, S.T

Mengupas Hak Waris Istri yang Dicerai

Agama | Tuesday, 09 Jan 2024, 17:05 WIB
Dokumen pribadi via image creator Canva

Perceraian merupakan hal yang sangat tidak diinginkan dalam sebuah ikatan pernikahan. Namun terkadang perceraian terpaksa terjadi karena berbagai sebab. Dalam hukum Islam, perceraian dibedakan menjadi beberapa jenis, yaitu talak raj’i, talak bain saat suami sehat, dan talak bain saat suami sakit keras menjelang ajalnya. Perbedaan jenis perceraian ini berdampak pada hak waris yang diperoleh istri.

Talak raj’i adalah perceraian pertama atau kedua yang dilakukan suami baik dalam keadaan sehat maupun sakit. Istri yang dicerai dengan talak raj’i masih berhak mendapatkan bagian waris jika sang suami meninggal dunia sebelum habis masa iddahnya. Sebab selama masa iddah, statusnya masih sebagai istri sah, sehingga masih memiliki hak sebagai seorang istri.

Berbeda dengan talak bain atau perceraian yang ketiga kalinya. Istri yang dicerai dengan talak bain tidak berhak mendapat warisan dari mantan suaminya berdasarkan ijma ulama. Ikatan pernikahan sudah benar-benar putus sehingga istri tidak lagi memiliki hak apa pun atas mantan suaminya. Ini berlaku baik talak bain dijatuhkan saat suami dalam keadaan sehat maupun sakit tetapi tidak terdapat kecurigaan sang suami bermaksud menghilangkan hak waris istri.

Kontroversi muncul ketika talak bain dijatuhkan suami dalam keadaan sakit keras menjelang ajalnya. Apakah istri yang dicerai dengan talak bain dalam kondisi demikian berhak mendapat warisan atau tidak? Dalam kasus seperti ini, ada kemungkinan suami sengaja menceraikan istrinya agar tidak mendapat warisan setelah dia meninggal dunia.

Menurut sebagian ulama, istri tetap tidak berhak mendapat warisan meskipun dicerai dengan talak bain saat suami sakit keras menjelang ajal. Namun sebagian ulama lainnya, seperti pendapat yang dipegang oleh Khalifah Utsman bin Affan, memutuskan bahwa istri tersebut tetap berhak atas warisan sang suami meskipun sudah diceraikan dengan talak bain.

Dasar pertimbangan Khalifah Utsman dalam memutuskan demikian adalah kasus ‘Abdur Rahman bin ‘Auf yang menceraikan istrinya dengan talak bain ketika sakit keras menjelang ajalnya. Utsman ragu ‘Abdur Rahman melakukan itu semata-mata untuk menghilangkan hak waris sang istri. Sehingga Utsman tetap memberikan hak waris kepada istri ‘Abdur Rahman meskipun sudah diceraikan dengan talak bain.

Jadi, menurut pendapat yang dipegang Utsman dan sebagian ulama lainnya, istri yang dicerai dengan talak bain saat suami sakit keras menjelang ajal tetap berhak mendapat warisan selama memenuhi syarat:

1) ada keraguan kuat suami melakukan talak bain untuk menghilangkan hak waris istri,

2) istri belum menikah lagi dengan pria lain, dan

3) istri tidak murtad atau keluar dari Islam. Hak waris tetap berlaku baik istri masih dalam masa iddah atau sudah selesai masa iddahnya.

Pendapat inilah yang dianggap lebih adil dan melindungi hak-hak istri. Karena tidak menutup kemungkinan seorang suami yang sedang sakit keras menjelang ajalnya menjatuhkan talak bain dengan motivasi menghilangkan hak waris sang istri. Jika hal itu terjadi, tentu sangat tidak adil bagi istri yang selama ini telah mendampingi suaminya.

Demikianlah gambaran mengenai hak waris istri yang dicerai dalam pandangan hukum Islam. Ada perbedaan pendapat di kalangan ulama dalam kasus talak bain yang dijatuhkan suami saat sakit keras menjelang ajal. Namun secara umum, istri yang dicerai dengan talak raj’i masih berhak waris, sedangkan yang dicerai dengan talak bain tidak berhak waris, kecuali jika ada unsur kecurigaan kuat suami menjatuhkan talak untuk menghilangkan hak sang istri. Wallahu a’lam bisshawab.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image