Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image ikbal riyadi

Menelaah Jiwa Kepemimpinan Sang Mehmed II Melalui Film Fetih 1453

Eduaksi | Tuesday, 02 Jan 2024, 22:51 WIB
Dok : Wikipedia (Sesosok Mehmed II atau Muhammad Al-Fatih yang telah menaklukan kota Konstantinopel pada tanggal 29 Mei 1453)

Media massa merupakan salah satu perantara yang memiliki peranan cukup penting dalam membentuk karakter seseorang, karena ia merupakan tujuan dan fungsi dari pada komunikasi massa itu sendiri, ia mampu menjadikan seseorang baik ataupun buruk tergantung konten media yang ia terima. Dalam pembahannya kali ini film ‘Fetih 1453 memberikan dampak dan pengaruh yang cukup penting dalam membentuk karakter tersebut, berkenaan dengan jiwa kepemimpinan yang ia miliki.

Jiwa kepemimpinan yang dimiliki oleh Sultan Mehmed II atau Muhammad Al-Fatih tidak begitu saja ia dapatkan dengan mudah, ada pengorbanan serta kerja keras yang konsisten untuk membangun karakter tersebut. Bahkan Jiwa serta sifat kepemimpinan yang dimiliki oleh Muhammad Al-Fatih telah mendapatkan pengakuan serta sanjungan dari Nabi Muhammad SAW yang tertuang di dalam Hadist Riwayat Ahmad :

لَتُفتَح َّن القُسطنطينيةُ ولنِعم ألمي ُر أمي ُرها ولنعم الجي ُش ذلك الجي ُش

“Akan (pasti) ditaklukannya Konstantinopel di tangan seorang pemuda, dan sebaik-baiknya penakluk ialah dia, dan sebaik-baiknya pasukan ialah pasukan yang dipimpin oleh dia”

(HR. Ahmad).

Merujuk pada Hadist tersebut, bahwa sosok yang dimaksud ialah Sultan Mehmed II atau Muhammad Alfatih, karena hanya dia satu-satunya yang telah berhasil menaklukan kota Konstantinopel.

Ada sebuah hal yang menarik perhatian pada saat kota ini di taklukan, bahwa sesosok pemimpin yang mampu menggiring pasukannya untuk dapat menaklukan kota tersebut ternyata masih berusia 21 tahun. Usia yang relatif muda untuk dapat memimpin serta menaklukan kota yang telah berdiri berabad-abad tahun lamanya.

Salah seorang ahli sejarah Islam dan penulis buku “Muhammad Al-Fatih 1453” sekaligus Ustadz yang tengah malang melintang di kalangan dakwah milenial yang bernama Felix Siauw turut menuturkan bahwa sifat kepemimpinan yang begitu luar biasa tersebut tidak mungkin digapai kecuali dengan pendidikan serta latar belakan yang bermutu. Oleh karena itu pada saat usia belia Muhammad Al-Fatih telah dipilihkan ulama-ulama terbaik untuk menemani proses tumbuh kembangnya. Karena pendidikan itu tidak hanya bersifat transfer of knowledge, akan tetapi di dalam pendidikan Islam juga bersifat transfer of character

Dengan demikian sang ayah Muhammad Al-Fatih yaitu sultan Murad II telah memilihkan seorang ulama bernama Syekh Ahmad Al-kurani sekaligus guru pertama bagi anaknya yang khusus mengajarkan Al-Fatih dalam membaca dan menghafal Al-Quran, karena dasar dari semua pendidikan ialah berpusat pada Al-Quran itu sendiri. Apabila ia telah memahami serta menguasai Al-Quran maka segala macam ilmu akan sangat mudah untuk dipelajari. Pada akhirnya ketika berusia 8 tahun Muhammad Al-Fatih telah mampu menghafalkan Al-Quran sebanyak 30 Juz.

Tidak hanya itu, Muhammad Al-Fatih juga dibimbing oleh salah satu ulama lainnya yang berperan dalam membentuk wawasan pendidikan, karakter, adab, akhlak serta mental sebagai seorang pemimpin, ia bernama Syekh Aaq Syamsuddin yang menjadi guru keduanya Al-Fatih, beliau merupakan seorang ulama yang bukan hanya pandai dalam hal keagamaan akan tetapi Syekh Aaq Syamsuddin ini juga ialah seorang jenius yang mampu menguasai berbagai macam bidang keilmuan, mulai dari ilmu sejarah, bahasa, astronomi, fisika dan berbagai macam bidang keilmuan lainnya.

Pada saat proses bimbingan tersebut, ketika Muhammad Al-Fatih berusia 11 tahun, ia mampu menciptakan sebuah puisi mengenai jihad, yang mana puisi itu mampu membakar semangat para pembaca dan pendengar dalam berjihad di jalan Allah. Kemudian pada saat umur 12 tahun karena kecerdasan yang dimiliki Muhammad Al-Fatih, ia langsung diangkat sebagai seorang sultan di kesultanan Turki Ustmani pada tahun 1444 M. Serta karena ketekunannya dalam belajar ketika ia berusia 16 tahun Al-Fatih telah mampu menguasai 8 bahasa yang berbeda.

Felix Siauw pun turut membuka fakta lainnya terkait dengan Muhammad Al-Fatih ini, beliau menyampaikan bahwa semasa hidupnya Muhammad Al-Fatih tidak pernah lepas dalam melaksanakan salat Rawatib, hal tersebut patut menjadi perhatian serta renungan kita bersama bahwa sebesar apapun harapan dan permintaan kita kepada Allah SWT, hal tersebut tidaklah menjadi halangan bagi Allah SWT untuk mengabulkan doa tersebut selama kita senantiasa berusaha dan berdoa serta menjalankan segala macam perintahnya.

Dan akhirnya, pada awal bulan April 1453 Muhammad Al-Fatih melakukan pengepungan terhadap Konstantinopel dan atas izin Allah SWT kota yang di impikan oleh seluruh kaum muslimin tersebut dapat di taklukan pada tanggal 29 Mei 1453 dengan sebuah penantian selama 825 tahun untuk dapat merealisasikan bahwa apa yang di ucapkan Nabi Muhammad tidak pernah salah, dan secara tidak langsung menyematkan gelar sebaik-baiknya pemimpin ialah sosok Muhammad Al-Fatih.

Oleh karena itu berikut ini poin-poin penting yang membentuk karakter kepemimpinan sang Mehmed II, di antaranya :

1. Ditanamkannya cinta terhadap Al-Quran oleh Syekh Ahmad Al-Kurani sebagai pondasi awal sebelum mempelajari berbagai macam keilmuan lainya.

2. Diceritakannya para tokoh hebat Islam seperti, Nabi Muhammad serta para sahabat lainnya oleh Syekh Aaq Syamsuddin dalam membentuk mental serta akhlak yang mulia.

3. Senantiasa dekat dengan sang maha pencipta, karena ia mengetahui hanya dialah yang mampu memberikan segala yang ia inginkan melalui usaha serta untaian doa-doa.

4. Taat dan patuh terhadap guru serta kedua orang tua, karena ridha Allah terletak pada ridha kedua orang tua kita serta kemuliaan dan keberkahan ilmu didapatkan karena senantiasa memuliakan guru-guru kita.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image