Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Neng Rimatus Sadiyah

Kesadaran Politik dalam Pandangan Hasan Hanafi

Agama | Tuesday, 26 Dec 2023, 16:42 WIB

Ilustrasi Partisipasi Pemilu 2024 dan tanda tanya besar, bagaimana bertindak? Ini Hasan Hanafi punya Ide. (Sumber: Penulis)

Indonesia adalah negara yang menerapkan sistem demokrasi, di mana kekuasaan tertinggi berada di tangan rakyat. Dalam KBBI edisi VI demokrasi ialah sistem pemerintahan yang seluruh rakyatnya turut serta memerintah dengan perantara wakilnya. Sistem demokrasi ini oleh Indonesia diterapkan dan disahkan secara konstitusional dalam Pasal 1 ayat 2 UUD 1945.

Penerapan sistem demokrasi sendiri di Indonesia sudah dilakukan sejak era Presiden Soekarno yang dalam perjalanannya, demokrasi di Indonesia mengalami pasang surut seperti Demokrasi Liberal (1955-1959), Demokrasi terpimpin (1959-1966), Demokrasi Pancasila (1967-1998) hingga kini Demokrasi yang direformasi. Hingga kini, Indonesia berdasarkan penilaian The Economist Intelligence Unit (EIU) berada pada tingkat ke-54 dan masuk dalam kategori demokrasi cacat.

Penilaian indeks demokrasi ini salah satunya ialah perihal partisipasi politik. Miriam Budiarjo (2008) menjelaskan jika Partisipasi Politik ialah suatu bentuk keikut sertaan suatu individu dalam masyarakat maupun kelompok secara aktif dalam dunia politik meliputi pemilihan pemimpin, dan aktif dalam mempengaruhi secara langsung atau tidak dalam kebijakan pemerintah.

Dilansir dari dataindonesia.id (22/12/2023), menunjukan pada pilpres 2019 jumlah partisipasi politik di Indonesia menyentuh angka 81,97% dari total penduduk Indonesia. Angka ini merupakan kenaikan yang signifikan jika dibandingkan dengan pilpres 2014 sebesar 69,78%. Hal ini menunjukan jikalau partisipasi politik Indonesia telah meningkat sejak pilpres 2019, kemudian berapakah jumlahnya pada pilpres 2024?

Melihat tingkat partisipasi politik yang tinggi di 2019, kemungkinan besar merupakan pengaruh dari perkembangan teknologi informasi, hal yang sama kemungkinan bakal terjadi di pilpres 2024. Namun, Indonesia merupakan negeri dengan penduduk Islam terbanyak, maka bagaimanakah umat Islam dalam menyikapi politik? Menjawab hal itu, maka penulis menawarkan gagasan Hasan Hanafi.

Hasan Hanafi dan Teologi Politik

Hasan Hanafi ialah seorang pemikir pembaharu Islam asal Mesir yang lahir saat pengaruh Perancis masih kuat di negerinya. Keluarganya merupakan keluarga yang sangat menyukai seni, hal yang sama berlaku buat Hanafi sendiri. Ia lahir pada 1935 di Kairo.

Pemikiran teologi politiknya merupaka cerminan dari perjalanan pendidikan yang ia jalani dari mulai SD hingga Tsanawiyah di Mesir dan ikut sertanya ia secara aktif dalam diskusi-diskusi dengan kelompok Ikhwanul Muslimin. Dari sana ia membaca seorang ulama politik bernama Sayyid Quthub yang mempengaruhi pemikirannya. Kemudian, ia melanjutkan pendidikannya di Perancis dan kembali ke Mesir dengan segenap gagasan barunya.

Teologi Hasan Hanafi merupakan sebuah gagasan mengenai pembacaan kembali serta penafsiran kembali terhadap tradisi Islam klasik. Tauhid dalam pandangan Hanafi merupakan sebuah konsep yang menyeluruh dan tidak secara sentral berpijak pada Ke-esa-an, Penyucian dan Pengagungan Allah SWT. Sebagai Dzat yang Hakiki. Sebab, pada dasarannya Allah SWT. Tidak butuh pada hal-hal tersebut.

Perintah-perintah Allah SWT. Yang termaktub dalam Al-Quran tidak hanya bermakna ibadah dalam kategori Habluminallah melainkan sebuah pengajaran tentang Habluminannas di mana, konsep-konsep kesadaran dibangun dengan memperlihatkan sebuah konteks kesadaran teologi yang integral dengan kehidupan manusia. Tuhan Maha Adil, maka manusia mestilah adil.

Secara sederhana, dalam lafadz La ilaha Illallah, memiliki dua makna yang saling bertentangan pada satu sisi, tetapi saling mendukung pada sisi lain. Hanafi menyebutnya “Negasi” dan “Penegasan”. Negasi terkandung dalam lafadz “La ilaha” dan Penegasan terkandung dalam “Illallah”. Uniknya, kedua makna ini dalam kacamata Hanafi saling terhubung secara integral.

Makna tersebut menunjukan jikalau manusia mesti menolak segala tindakan negatif dan makna kedua menyuruh manusia untuk bersikap dengan tegas. Dalam hal ini, manusia diharuskan menjadi dirinya sendiri sebagai refleksi atas kesadaran teologi di mana sifat Allah SWT. Tercermin dalam kehidupan sehari-hari mesti jauh dari kata sempurna.

Terkait kesadaran politik, di sini Hanafi menjelaskan tentang konsep Al-Wujud yang merupakan salah satu dari sifat-Nya. Wujud dalam hal ini ditujukan jika manusia harus memiliki kesadaran atas eksistensi dirinya dalam konteks demokrasi adalah dengan berpartisipasi dalam gelanggang politik lewat sikap untuk memilih dalam pemilu. Di sini juga, ada penegasan, yakni bahwa ia tidak dikendalikan dan berdiri sebagai manusia yang berkesadaran.

Strategi Penerapan dalam Pemilu 2024

Kesadaran politik dalam konsep Hanafi yang pertama harus dipahami ialah tentang masalah kekinian, masalah yang ada untuk sekarang ialah debat pemilu 2024. Sampai detik ini, debat antar calon presiden dan wakil presiden (Capres-Cawapres) telah digelar sebagai bagian awal dari pemilu 2024 dan menyisakan berbagai pandangan publik.

Konsep Hanafi berpijak pada kesadaran teologis, artinya umat Islam mesti terlebih dahulu melakukan perenungan sebagai pembentukan kesadaran. Langkah berikutnya ialah dengan belaajr sejarah Islam dan Indonesia, kemudian menarik makna yang terkandung di dalamnya. Lalu, mengkaji masalah masa kini dan melakukan sebuah tindakan sebagai respon.

Kesadaran teologis dapat dibangun dari dibumikannya kembali tradisi turats yang inklusif bagi masyarakat muslim di berbagai lapisan sosialnya. Tidak hanya bagi santri semata, kemudian dalam proses turats adakan kajian politik yang berangkat dari ideologi teosentris, membumikan Tuhan dalam kesadaran humanis. Setelahnya, biarkan umat untuk memahami kondisi yang terjadi.

Ide ini seharusnya dapat dilaksanakan terutama oleh ormas-ormas Islam sebagai agen yang memfasilitasi hal tersebut dan pelajar-pelajar Islam sebagai yang memiliki ilmu. Dengan demikian, sifat dari penerapan konsep ini mesti dilakukan secara kolektif dan kolaboratif.

Sumber: KBBI VI (apk offline), media.neliti.com, eiu.com, dataindonesia.id, journal.al-adyan.ac.id, Dasar-dasar ilmu politik (Miriam Budiarjo)

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image