Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Moza Siregar

Bahaya Isu Bunuh Diri yang Dijadikan Tren Oleh Remaja Masa Kini

Eduaksi | Monday, 18 Dec 2023, 16:33 WIB

Isu bunuh diri kembali muncul kepermukaan dan menjadi tren di dunia remaja akhir-akhir ini. Berdasarkan data yang diperoleh dari Polri pada 1 Desember 2022, terdapat 826 kasus bunuh diri yang terjadi di Indonesia dan meningkat dari tahun sebelumnya yaitu 613 kasus pada tahun 2021 (Zakiah, 2023). Dengan meningkatnya kasus ini bukanlah hal yang dapat kita banggakan, melainkan membuat kita takut akan bahaya tren bunuh diri ini.

Berdasarkan survei yang dilakukan oleh Global School-based Student Health Survey (GSHS) pada tahun 2015, terdapat 5,2 persen pelajar yang masih berada di bangku SMP dan SMA di Indonesia yang memiliki ide bunuh diri. Bahkan 3,9 persen dari mereka mengaku pernah melakukan percobaan bunuh diri (Zakiah, 2023). Dapat kita lihat, angka yang cukup menyeramkan terutama ini dirasakan oleh remaja di bawah umur.

Lantas alasan apa yang memicu para remaja untuk melakukan hal menyeramkan itu? Terlepas dari faktor pemicu bunuh diri seperti kondisi ekonomi dan kesehatan mental, remaja cenderung memiliki faktor kuat lainnya seperti kekerasan, agresi, perilaku depresi, dan isolasi sosial (PKRS, 2023). Kekerasan pada remaja dapat berupa tindakan kekerasan fisik, emosional atau pun seksual yang dapat berpengaruh buruk terhadap perkembangannya (Dr. Rodman Tarigan, 2023).

Remaja merupakan individu yang rentan dalam mengalami tekanan psikologis. Masalah seperti keluarga, bullying, kekerasan, bahkan akademik kerap menjadi alasan pemicu munculnya gangguan terhadap mental mereka. Namun, seperti yang kita ketahui bahwa isu kesehatan mental sendiri belum menjadi hal yang serius di masyarakat. Masih banyak yang berpendapat bahwa jika kamu mendatangi psikolog maka kamu gila. Hal tersebut sangat disayangkan, akibat dari stigma buruk itu salah satunya adalah naiknya kasus bunuh diri.

Kita sebagai mahasiswa tentu tidak boleh diam saja melihat isu ini yang semakin tahun semakin meningkat. Peran kita sebagai mahasiswa bukan hanya berjalan di lingkungan kampus saja, tetapi sebagai Agent of change. Peran dimana kita harus dapat membawa perubahan terhadap isu yang terjadi. Lalu bagaimana kita bisa membantu dalam masalah isu bunuh diri ini? Simak penjelasan berikut

Sebagai mahasiswa, kita dapat berkontribusi dalam membantu menghentikan isu bunuh diri ini sekaligus menjalankan salah satu pasal yang berada di Tri Dharma Perguruan Tinggi, yaitu “Pengabdian kepada masyarakat”. Mahasiswa dapat membuat kampanye mengenai pentingnya kesehatan mental, khususnya untuk para remaja melalui jejaring sosial media. Hal ini dapat membawa dampak positif terhadap para pembacanya dan membantu menimbun konten-konten ajakan untuk bunuh diri.

Selain itu, untuk membantu menyadarkan akan pentingnya isu kesehatan mental dan bunuh diri, mahasiswa beserta organisasi di kampus dapat membuat sosialisasi terhadap masyarakat disekitar wilayah kampus mengenai dua hal itu. Dengan adanya program sosialisasi ini, diharapkan dapat meningkatkan kesadaran akan pentingnya kesehatan mental dan mengetahui cara untuk menanganinya yaitu dengan berkonsultasi dengan pihak professional.

Apabila peran-peran diatas dinilai berat, maka coba lah hal satu ini yaitu berani membela. Bullying masuk kedalam salah satu alasan dimana bunuh diri itu terjadi. Berdasarkan data yang dihimpun oleh Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) dan Federasi Seikat Guru Indonesia (FSGI), pada tahun 2022 terdapat 226 kasus bullying dan 53 kasus di tahun 2021 (Dewan Perwakilan Rayat Republik Indonesia, 2023). Maka, kita sebagai mahasiswa harus berani bertindak dan membela yang benar apabila terdapat kasus bullying atau pengucilan disekitar kita. Jangan hanya diam saja, adukan! Sehingga pelaku akan merasa salah dan ada keadilan yang dirasakan oleh pihak korban.

Tidak hanya mahasiswa, tetapi juga semua elemen masyarakat harus ikut andil dan bertindak cepat dalam menangani kasus bunuh diri yang terjadi bukan hanya di Indonesia tetapi seluruh dunia. Jika kita hanya diam saja, masa depan generasi selanjutnya lah yang akan terkena imbas dari bunuh diri ini. Tidak hanya itu, keluarga dan kerabat yang ditinggalkan pun akan mendapatkan trauma mendalam atas kehilangan orang yang disayangi akibat bunuh diri.

Oleh karena itu, stop konten bunuh diri, perbanyak lah konten edukasi yang mendidik dan berdampak positif. Apabila kamu merasa adanya gejala akan gangguan mental, hubungi pihak professional untuk mendapatkan bantuan yang dibutuhkan.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image