Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image akmal wahid

Peusijuek: Tradisi Aceh dalam Novel Tanah Surga Merah Karya Arafat Nur

Sastra | Monday, 11 Dec 2023, 07:07 WIB

Tangerang -- Membaca karya sastra sama dengan membaca peradaban manusia. Karya sastra merupakan cerminan kehidupan yang tak luput dari nilai-nilai kebudayaan. Unsur-unsur budaya dalam novel berjudul “Tanah Surga Merah” karya Arafat Nur akan dikaji dengan pendekatan antropologi sastra, termasuk tradisi peusijuek yang ada di Aceh.

Sebelum menjelaskan tentang tradisi peusijuek, novel Tanah Surga Merah karya Arafat Nur ini menceritakan tentang pengorbanan dan cinta tokoh “Murad” yang luar biasa terhadap Aceh. Setelah menembak seorang anggota dewan, Murad menjadi buronan yang paling dicari. Beberapa kali ia sempat dipukuli dan nyaris tertangkap oleh orang-orang Partai Merah yang melacak tanpa henti. Ia akhirnya terpaksa melarikan diri ke sebuah desa terpencil dan menyamar menjadi seorang teungku. Ketika penyamarannya hampir terbongkar, ia berhasil diselamatkan oleh seorang gadis dan dilarikan ke hutan belantara yang tidak pernah terjamah oleh manusia. Di sanalah mereka menemukan sepetak surga yang membuat mereka sendiri terpana.

Tradisi peusijuek dalam novel Tanah Surga Merah karya Arafat Nur ini terungkap pada Bab 26 “Ritual Adat yang Amat Ganjil.” Saat itu, hewan peliharaan dari salah satu warga baru saja melahirkan. Dan warga itu meminta kepada Teungku—yang merupakan panggilan untuk pria dewasa di Aceh—untuk melakukan ritual peusijuek kepada hewan peliharaannya tersebut.

Pada artikel ini, akan dibahas lebih dalam mengenai tradisi peusijuek yang ada pada novel Tanah Surga Merah karya Arafat Nur. Peusijuek sendiri merupakan sebuah prosesi adat dalam budaya masyarakat Aceh. Tradisi tersebut dilakukan ketika ingin memulai sebuah usaha, merayakan kendaraan baru, rumah baru, pengantin baru, dan orang baru sembuh dari penyakitnya, termasuk merayakan lahirnya hewan peliharaan.

Tradisi peusijuek dilakukan oleh tokoh agama (teungku) yang dituakan di tengah masyarakat tersebut. Biasanya sang teungku menaburkan talam yang berisi ketan kuning yang dicampur oleh kelapa parut, gula aren, dan seikat tumbuhan hijau, serta bunga. Setelah selesai, sang teungku biasanya membacakan doa, seperti doa yang dibaca sehabis sholat. ***

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image