Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Ahmad Dahri

Membaca dan Merawat Ingatan di Sehimpun Puisi Heroik

Sastra | Sunday, 10 Dec 2023, 10:49 WIB
Buku Kumpulan Puisi Tetesan Keringat Sang Murabbi (Penerbit Madza Media)

Mengingat pesan yang lamat-lamat, tulisan bersajak metafora hiperbola dan penuh kedalaman makna adalah cerita dan pengalaman penulis dalam membaca lingkungan, membaca pengalaman, membaca gerak kehidupan dan lain sebagainya. Puisi adalah karya yang jujur atas pembacaan dan perenungan para penulisnya.

Sehimpun tulisan puisi dengan judul "Tetesan Keringat Sang Murabbi" menjadi representasi pesan ketakjuban keagungan, pengalaman, riuh rendahnya pergulatan di kehidupan Pesantren pergerakan dan sosial yang dialami oleh para penulisnya.

Puisi-puisi dalam buku ini adalah karya dari 10 Santri yang tergabung dalam KPB-al Manar Tajinan. Ada 99 puisi yang terhimpun, di mana dari pembacaan dan analisis terhadap 99 puisi tersebut terbagi menjadi refleksi antropologis, refleksi sosiologis, refleksi refleksi cosmopolit dan refleksi aksiologis.

Relasi sosial, keagamaan dan ketajaman berpikir dari para penulis yang dituangkan dalam bentuk puisi menjadi jawaban atas problem perubahan dan sejarah yang mereka lalui. Di sisi lain mereka menempatkan peran-peran guru, orang tua, sahabat terlebih adalah seorang Kyai yang menjadi tren center pembangunan manusia. Mereka juga menyinggung NU sebagai ruang khidmat dan pola-pola komunikasi pembangunan sosial keagamaan.

Namun di sisi lain puisi-puisi yang mereka sajikan tampak begitu jenaka di samping itu ada keterlibatan sentimen personal dalam melihat-lihat perubahan. Bagaimanapun puisi yang mereka tulis adalah karya originalitas dari pemikiran dan pembacaan mereka atas perubahan dan gerak sosial yang terus berkembang.

Seperti halnya puisi dengan judul titik nol yang ditulis oleh dep, puisi ini menyodorkan pesan spirit dan keteguhan dalam salah satu kalimat terdapat pesan "Panji yang kupegang teguh" lalu dipertegas jawabannya adalah "walaupun ragaku rapuh" "akan kubela hingga ragaku bersimpuh". Kalimat-kalimat tersebut adalah bentuk kesadaran akan kecintaan terhadap objek dalam tulisan puisi tersebut bentuknya begitu kaya akan metafora walaupun di satu sisi begitu tampak penuh sesak. Sehingga terkesan hiperbola, tetapi begitulah sastra.

Namun ada satu kebingungan dalam puisinya yang berjudul rencana si pemudi di mana ada kalimat beroda bipolar dalam sajaknya. Pertanyaannya adalah semetafor apa sih puisi itu seharusnya? Mengapa penyifatan itu kerap dianggap semakin indah dan tak terpahami maka puisi itu disebut puisi atau disebut kejujuran dan orisinalitas. Padahal puisi adalah karya yang muatan pesannya dapat tersampaikan dan dipahami oleh pembaca maupun pendengar. Dari sini kita dapat memahami bahwa puisi adalah ruang untuk menyampaikan pesan-pesan secara jelas dan tepat.

Sayangnya dalam puisi lain yang terhimpun dalam buku ini terkesan sangat terburu-buru. Semisal dalam puisi generasi muda begitu tercabut dari akar tulisan yang tepat walaupun sedikit tetapi fatal, di mana setiap kata kerja yang bertemu atau mendapat tambahan "di" maka harus digabung bukan dipisah. Tulisan-tulisan seperti ini masih termuat dalam sebagian besar puisi yang ada di buku ini.

Walaupun kematangan dan kesabaran menulis adalah poin penting dalam merawat pemikiran. Tampak dalam puisinya Nasril yang berjudul "Sang Lentera" dalam puisi itu tidak terdapat hiperbola namun pesannya begitu lugas tanpa basa-basi begitu mendalam. Dalam beberapa puisinya juga tampak bagaimana sang penulis begitu sabar dan tepat memilih diksi-diksi untuk menyampaikan pesan-pesan kecintaannya terhadap guru dan NU.

Hal ini menjadi nilai lebih atas karya puisinya, di samping ketepatan diksi dan pesan yang disampaikannya bersifat lugas, puisi-puisi yang dihasilkan oleh Nazril adalah puisi-puisi yang menawarkan ketegasan kosakata dalam merawat pemikirannya. Bukan berarti tanpa kekurangan, dalam proses penulisan puisi tentu akan menemui berbagai kebingungan dan kerancuan cara berpikir, salah satu puisi yang ditulis oleh Nazril menyodorkan kebingungan tersebut.

Hiperbola itu tampak pada puisi-puisi si penyair gila, ia menawarkan puisi-puisi pendek yang penuh dengan metafora namun terkesan berbelit-belit bahkan jauh dari pola pesan-pesan induktif.

Puisi yang ditulis dalam buku ini masih terlihat terkatung-katung dalam urusan hiperbola dan metafora. Pesan-pesan yang mereka sampaikan kerap dipaksa untuk bersejajar dengan idiom atau diksi-diksi yang indah. Di samping itu induktivitas pesan menjadi modal utama kebanyakan puisi sedangkan dalam sehimpun tulisan ini pesan-pesan induktivitas itu tidak tampak sama sekali.

Perjalanan adalah sehimpun proses yang direduksi dan direfleksikan. Oleh karena itu tulisan-tulisan dalam buku puisi yang berjudul tetesan keringat sang murabbi ini juga bagian dari rangkaian proses itu, artinya titik ini bukanlah titik pencapaian dari para penulisnya melainkan ajang untuk terus berjalan dan menghimpun segenap refleksi sehingga puisi-puisi mereka akan menemui induktivitas moral dan nilainya. Doa dan apresiasi terbaik untuk buku tetesan keringat sang murabbi.

Selamat untuk semua penulis puisi dalam buku ini, sekelumit pesan untuk semua penulis buku kumpulan puisi dengan judul tetesan keringat sang murobbi adalah;

"Dari ingatan yang berjajar, menawar pijar di seluruh ratan, tiada kisah yang diberlebihkan sekali waktu perlu jagongan, dari meja, sekolah, jalan panjang pegunungan, tanjakan, turunan, dan jalan terjal, pesan harus tersampaikan walaupun ruas kian terhapus sebagai batasan dan kaca benggala".

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image