Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Edu Sufistik

Konsep Murid dalam Pendidikan Islam

Eduaksi | Monday, 27 Nov 2023, 23:03 WIB

Oleh: Muhammad Syafi'ie el-Bantanie

(Founder Edu Sufistik)

Dibandingkan istilah siswa dan peserta didik, saya lebih suka menggunakan istilah murid untuk menyebut pembelajar atau penuntut ilmu. Karena, istilah murid bisa dirujuk ke Bahasa Arab dan memiliki makna filosofis.

Murid merupakan bentuk isim fa’il (pelaku) dari fi’il (kata kerja) araada - yuriidu, yang berarti berkehendak, berkeinginan, bermaksud, berniat. Artinya, murid adalah orang yang memiliki kehendak, keinginan, maksud, dan niat untuk belajar dan menuntut ilmu. Dari sini kita memahami bahwa murid mesti aktif dalam proses menuntut ilmu. Dia tidak boleh pasif, apalagi malas.

Karena itu, kesungguhan merupakan sifat yang harus dimiliki oleh setiap murid. Perjalanan menuntut ilmu panjang tempuhannya. Banyak pula tantangan dan godaannya. Hanya hati yang teguh yang akan sampai kepada tujuan pendakian ilmu. Tanpa kesungguhan, sulit rasanya murid akan sampai kepada tujuan pendidikan Islam.

Istilah murid juga merujuk pada salah satu sifat Allah dalam rangkaian sifat wajib dua puluh, yaitu kaunuhu muriidan (keadaan Allah Maha berkehendak). Artinya, seorang murid mesti menginsyafi bahwa menuntut ilmu merupakan manifestasi dari meneladani sifat Allah muriidun. Maka, keikhlasan harus menjadi sifat utama murid dalam menuntut ilmu.

Seorang murid harus memasang niat yang benar dalam menuntut ilmu. Niatnya tidak lain untuk mengabdi kepada Allah dan meraih keridhaan-Nya. Bukan untuk kepentingan mencari harta dunia atau popularitas. Seorang murid harus ingat dengan ancaman Rasulullah kepada para penuntut ilmu yang niatnya untuk mencari harta dunia, maka tidak akan mencium aroma wangi surga. Demikian Imam Abu Daud, Ibnu Majah, dan Imam Ahmad bin Hanbal meriwayatkan.

Niat yang ikhlas dalam menuntut ilmu akan menentukan kemanfaatan dan keberkahan ilmu. Berapa banyak orang yang luas dan mendalam ilmunya, namun tiada kebermanfaatan dalam ilmunya karena salah atau tercemar niatnya.

Istilah murid yang merujuk kepada sifat Allah muriidun juga bermakna proses menuntut ilmu harus disertai kesalehan. Setelah memasang niat ikhlas karena Allah semata, maka pembuktian selanjutnya adalah kesalehan. Seorang murid harus sadar bahwa menuntut ilmu merupakan perjalanan mendekat kepada Allah. Maka, bagaimana mungkin dalam perjalanannnya dicemari oleh kemaksiatan? Tentulah ini akan menjadi hijab atau penghalang sampainya pancaran cahaya ilmu dan hikmah ke dalam qalbu dan akal murid.

Dengan demikian, ada tiga sifat utama yang harus dimiliki seorang murid dalam menuntut ilmu agar berhasil dan ilmunya bermanfaat. Tiga sifat utama itu adalah keikhlasan, kesalehan, dan kesungguhan. Sebagai gambaran implementasinya, simaklah perjalanan menuntut ilmu Rabi’ bin Sulaiman.

Imam Tajuddin al-Subki, dalam Thabaqat al-Syafi’iyah al-Kubra, mengisahkan Imam al-Syafi’i mengajar murid-muridnya di sebuah majlis ilmu. Pembelajaran selesai. Namun, ada satu muridnya yang belum paham. Dialah Rabi’ bin Sulaiman.

Dengan penuh kasih sayang, Imam al-Syafi’i memberikan remedial pembelajaran bagi Rabi’ bin Sulaiman. Ternyata sudah dijelaskan berkali-kali, Rabi’ tidak jua paham. Imam al-Syafi’i tidak menyerah. Dengan penuh kesabaran, Imam al-Syafi’i memberikan remedial sebanyak 40 kali. Hasilnya? Rabi’ bin Sulaiman tidak jua paham.

“Muridku, sebatas inilah kemampuanku mengajarimu. Jika kau masih belum paham juga, maka berdoalah kepada Allah agar berkenan mengucurkan ilmu-Nya untukmu. Saya hanya menyampaikan ilmu. Allah-lah yang memberikan ilmu. Andai ilmu yang aku ajarkan ini sesendok makanan, pastilah aku akan menyuapkannya kepadamu,” ujar Imam al-Syafi’i.

Rabi’ bin Sulaiman rajin sekali bermunajat kepada Allah dalam kekhusyukan. Ia membuktikan doanya dengan kesalehan beribadah dan kesungguhan dalam belajar. Keikhlasan, kesalehan, dan kesungguhan, inilah amalan Rabi’ bin Sulaiman dalam menuntut ilmu.

Siapa sangka Rabi’ bin Sulaiman kemudian bertransformasi menjadi seorang ulama besar dalam madzhab Syafi’i. Rabi’ memperoleh pancaran cahaya ilmu dan hikmah dari Allah. Inilah buah dari keikhlasan, kesalehan, dan kesungguhan dalam menuntut ilmu.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image