Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Tim.3. KKL23 P.Bio FKIP UMS

17 tahun Hutan Mangrove Batu Karas Pangandaran Pasca Tsunami

Eduaksi | Monday, 27 Nov 2023, 15:28 WIB
Sumber : Dokumen pribdi

Foto 1 : 17 Tahun Jejak Tsunami

Hutan mangrove merupakan ekosistem khas yang terletak di kawasan pesisir pantai. Hutan mangrove sendiri memiliki banyak manfaat khususnya bagi lingkungan hidup, seperti (1) menahan abrasi karena hutan mangrove mampu mengikat sedimen yang terlarut dari air sungai dan memperkecil erosi, (2) menahan ombak, (3) penghasil oksigen, penyerapan karbondioksida, dan (4) habitat bagi biota laut seperti ikan, udang, kerang, kepiting. Namun, hutan mangrove dapat berpotensi mengalami degradasi apabila tidak ada pelestarian dan konservasi. Salah satu penyebab degradasi adalah bencana alam, seperti tsunami yang pernah menimpa kawasan hutan mangrove, Batu Karas, Pangandaran (2006). Bencana tersebut mengakibatkan beberapa spesies flora di hutan tersebut berkurang. Oleh karena itu, Tim Kuliah Kerja Lapangan (KKL) Pendidikan Biologi Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS) mencoba melakukan observasi di kawasan Cagar Alam Pangandaran dan Hutan Mangrove Batu Karas, Pangandaran. Kegiatan tersebut salah satunya bertujuan untuk mengetahui perkembangan kondisi hutan mangrove setelah kejadian tsunami 17 tahun silam. Informasi yang diperoleh dapat digunakan sebagai acuan untuk melakukan pemulihan kawasan hutan mangrove.

Kawasan hutan mangrove Batu Karas secara geografis berada di wilayah pesisir selatan di Desa Batu Karas, Kecamatan Cijulang, Kabupaten Pangandaran yang berbatasan langsung dengan pantai selatan dan dekat dengan pemukiman warga. Kawasan Cagar Alam Pangandaran dan Hutan Mangrove Batu Karas, Pangandaran dikelola oleh BKSDA dan Karang Taruna setempat. Setelah Tim KKL menelusuri kawasan tersebut, ditemukan beberapa jenis spesies meliputi Api-api (Avicennia alba), Pedada (Sonneratia alba), Nipah (Nypa fruticans), Jeruju (Acanthus ilicifolius), Nyamplung (Calophyllum inophyllum), Waru (Hibiscus tiliaceus), Pandan Berduri (Pandanus tectorius), dan Kijingkang (Rhizopora apiculata) sebagai spesies yang ditemukan.

Sumber : Dokumen pribadi

Foto 2 : a. Nipah (Nypa fruticans), b. Kijingkang (Rhizopora apiculata), c. Pedada (Sonneratia alba), d. Api-api (Avicennia alba)

Berdasarkan hasil pengamatan, hutan mangrove tersebut didominasi oleh tanaman Kijingkang, Api-api, dan Pedada. Salah satu pengamatan yang dilakukan oleh Tim KKL adalah melakukan pengamatan mengenai morfologi tiap spesies. Beberapa perbedaan karakteristik yang dimiliki oleh tanaman kijingkang dan api-api terletak pada bentuk daun. Pengelola mengatakan bahwa "Perbedaan daun bisa dilihat pada saat dewasa, daun kijingkang memiliki struktur yang lebih keras sehingga apabila daunnya dipatahkan akan berbunyi, selain itu perbedaan keduanya dapat dilihat dari struktur anak tulang daun, namun memiliki bentuk daun yang hampir sama yaitu bulat telur” ujarnya. Selain itu, daun pedada memiliki bentuk bulat sedikit memanjang dengan ujung terbelah.

Selain kijingkang, api-api, dan pedada terdapat tanaman yang dapat dimanfaatkan sebagai anyaman dan dijadikan atap rumah yaitu spesies Nipah (Nypa fruticans) meskipun tidak banyak ditemukan. Spesies ini cukup menarik perhatian karena secara morfologi paling berbeda dari jenis lain. Tumbuhan ini termasuk jenis palmae dan memiliki anakan daun berbentuk pita memanjang dengan ujung runcing, batangnya membentuk rimpang, terendam oleh lumpur dan memiliki akar serabut dengan panjang mencapai 13 meter.

Pengamatan terhadap kerapatan tanaman mangrove pada kawasan hutan Mangrove Batu Karas, Pangandaran dilakukan untuk mengetahui apakah Kawasan tersebut tergolong aman atau tidak dalam pemanfaatannya sebagai hutan yang mampu menahan gelombang air laut dan mengurangi terjadinya abrasi pada kawasan pantai. Data tersebut digunakan sebagai pertimbangan apakah hutan mangrove di kawasan Batu Karas sudah mampu melakukan suksesi secara alami atau masih harus mendapatkan perhatian khusus untuk pemulihannya pasca sunami. Berdasarkan pengambilan data di dua titik utama menggunakan metode titik. Metode titik merupakan variasi dari metode kuadrat yang diperkecil hingga tak terhingga untuk mengetahui jumlah kerapatan. Kerapatan tanaman mangrove yang ada di kawasan tersebut sudah cukup baik, hal ini dibuktikan dengan adanya lebih dari 600 tanaman dari dua titik tersebut. Adapun keragaman umur tanaman mangrove yang kami temukan dari tanaman dewasa, anakan alami, dan anakan hasil kegiatan konservasi. Menurut Badan Standarisasi Instrumen Lingkungan Hidup dan Kehutanan, kegiatan pemulihan ekosistem di kawasan mangrove tergolong baik apabila jumlah tumbuhan berkayu asli/ha ≥ = 600 serta jenis asli ≥ = 50%. Mengenai kegiatan konservasi yang dilakukan, Pengelola menjelaskan “Setelah beberapa tahun berlalu, kawasan hutan mangrove tentunya telah mengalami suksesi alam dan upaya penanaman kembali pasca tsunami.”

Meskipun secara alami kawasan hutan mangrove Batu Karas sudah mampu melakukan suksesi sendiri, kawasan tersebut masih perlu dilakukan upaya pelestarian, perlindungan, dan pemanfaatan untuk kesejahteraan masyarakat. Beberapa manfaat yang didapatkan dari tanaman mangrove, diantaranya Nipah (Nypa fruticans) dimana akarnya dapat digunakan sebagai perlindungan dari abrasi oleh gelombang laut dan tempat bersarangnya ikan; akar Kijingkang (Rhizopora apiculata) digunakan sebagai antimikroba; Batang Api-api (Avicennia alba) dapat digunakan sebagai kayu bakar dan buahnya dapat dikonsumsi; akar nafas Pedada (Sonneratia alba) dapat digunakan sebagai gabus dan pelampung. Selain itu, mangrove memiliki banyak kegunaan dan juga kontribusi penting bagi ekosistem. Hutan mangrove mampu mengikat sedimen yang terlarut dari air sungai dan memperkecil erosi atau abrasi pantai. Mangrove juga dapat digunakan oleh biota laut seperti ikan, udang, kerang, dan kepiting sebagai tempat tinggal dan mencari makan.

Mengingat begitu pentingnya hutan mangrove bagi kelangsungan hidup kita, perlu adanya perawatan pada tanaman yang ada di hutan mangrove. Kelestarian lingkungan hidup amatlah penting bagi kita. Menjaga mangrove merupakan bagian dari tindakan nyata atas kepedulian kita terhadap lestarinya alam dan kehidupan. Mulai dari sini, marilah jaga lingkungan demi hidup dan kehidupan.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image