Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Rini Damayanti

Pelatihan Penulisan Pentigraf Sebagai Upaya Peningkatan Kemampuan Berliterasi

Eduaksi | Monday, 27 Nov 2023, 12:03 WIB
dok pribadi

Pada saat ini, pemerintah sebenarnya sudah dan sedang membangkitkan budaya berliterasi yang antara lain melalui Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayan Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2015 tentang Penumbuhan Budi Pekerti. Dalam Permen tersebut setiap sekolah (dari SD sampai SMA/SMK) diwajibkan untuk menggunakan 15 menit pertama setiap hari sebelum pembelajaran untuk membaca buku selain buku mata pelajaran. Selain itu, ditegaskan juga bahwa metode pelaksanaaan pembiasan membaca tersebut, khususnya untuk SMP dan SMA/SMK, diharapkan bisa dilaksanakan melalui pembiasaan yang teratur melalui pengulangan yang dimulai sejak dari masa orientasi peserta didik baru, proses kegiatan ekstrakurikuler, intrakurikuler, sampai dengan siswa lulus.

Berdasarkan pengamatan pengabdi, pada umumnya sekolah-sekolah di Surabaya sudah menerapkan Permen Dikbud RI Nomor 23 Tahun 2015. Pihak sekolah rata-rata sudah ada kesadaran untuk mengembangkan budaya literasi. Hanya saja, kebijakan tersebut rata-rata tidak ditindaklanjuti menjadi sebuah kegiatan yang berkesinambungan. Walaupun nama programnya biasa disebut dengan Gerakan Literasi Sekolah, namun pada praktiknya masih berhenti pada pembiasaan membaca saja dan belum sampai pada pembiasaan menulis.

Gerakan Literasi Sekolah yang ideal adalah, setelah dimunculkan budaya gemar membaca di sekolah harus ditindaklanjuti dengan pengembangan kemampuan menulis. Oleh karena itu, Sayuti (2007) pernah mengungkapkan bahwa “membaca jodohnya menulis”. Jadi, budaya literasi sekolah yang dibangun bukan sekedar pembiasaan membaca, tetapi juga pengembangan budaya berpikir melalui pengembangan keterampilan menuangkan gagasan yang diungkapkan dalam bentuk tulis.

Guru Bahasa Indonesia di SMA/SMK Surabaya banyak yang menyadari akan hal di atas, tetapi mereka juga harus menyelesaikan tuntutan kurikulum yang begitu banyak. Maka, untuk mengembangkan kemampuan menulis cerpen bagi siswa dianggap tidak tersedia cukup waktu. Selain alasan tersebut, karena tidak semua guru Bahasa Indonesia juga memiliki kemampuan menulis cerpen.

Melihat aneka persoalan di atas, perlu diambil langkah-langkah konkrit agar kendala tersebut bisa diatasi. Oleh karena itu, perlu diperkenalkan model tulisan yang relatif lebih mudah untuk dikerjakan tanpa harus memakan banyak waktu. Salah satu jenis tulisan yang memungkinkan semakin banyak siswa mau terlibat adalah “pentigraf”, yaitu cerpen yang hanya terdiri atas tiga paragraf.

Berdasarkan analisis situasi di atas, maka dilakukan kegiatan pengabdian kepadamasyarakat berupa pelatihan dan pendampingan bagi para siswa SMA N 21 Surabayadalammeningkatkankompetensiberliterasidalambentukpelatihan menulis Pentigraf (Cerpen Tiga Paragraf) dengan menggunakan metode ATM (Amati, Tirukan, Modifikasi).

Pelaksanaan kegiatan pengabdian kepada masyarakat di SMA 21 Surabaya berjalan dengan lancar. Para siswa sangat antusias dalam mengikuti kegiatan ini. Hal ini ditandai dengan kehadiran dan keaktifan mereka yang tinggi selama mengikuti kegiatan pelatihan, pendampingan, dan klinikal, terbukti mereka secara perseorangan berusaha untuk dapat memahami persyaratan menulis pentigraf dan berusaha menghasilkan pentigraf.

Pada umumnya, tema-tema karya pentigraf mereka berkaitan dengan kehidupan di sekolah, seperti mimpi, olah raga, menjalani hukuman kedisiplinan, juga dengan mengungkapkan pengalaman membaca dengan cara mereka ulang cerita, dan berkaitan dengan kehidupan di lingkungan keluarganya, seperti piknik, kecelakaan, dan dari hasil karya renungan seperti perubahan tabiat yang sebelumnya tidak penurut menjadi penurut dan kesadaran bahwa mereka harus memiliki cita-cita untuk meraih masa depan yang lebih baik.

Kegiatan pengabdian dengan menggunakan teknik pelatihan, pendampingan, dan klinikal sebagai satu kesatuan paket untuk memberikan pengalaman dan keterampilan menghasilkan produk luaran dapat dijadikan sebagai model yang dipandang efektif, dan contoh yang dapat disosialisasikan.

Meskipun siswa pada awalnya mengalami kesulitan di dalam menulis naskah karya pentigraf karena mereka baru pertama kali mendapatkan pengetahuan dan mengalami secara langsung praktik pembuatannya, sekitar 70% dari jumlah peserta kegiatan telah mampu menghasilkan karya pentigraf, Oleh karena itu, agar pentigraf dapat menjadi bagian dari keterampilan siswa maka pelatihan dan pembiasaan praktik menulis karya pentigraf atas bimbingan guru perlu dipertimbangkan menjadi bagian dari kurikulum muatan lokal bidang studi literasi baca-tulis. Dampak yang akan dirasakan adalah keterampilan menulis pentigraf dapat menjadi bagian dari keahlian siswa SMA 21 Surabaya.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image