Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Dhevy Hakim

Bersekolah Tapi Kenapa Tak Punya Kemampuan Dasar?

Pendidikan dan Literasi | Thursday, 19 Oct 2023, 12:57 WIB

Bersekolah Tapi Kenapa Tak Punya Kemampuan Dasar?

Oleh : Dhevy Hakim

Kita jadi bisa menulis dan membaca

Kar’na siapa?

Kita jadi tahu beraneka bidang ilmu

Dari siapa?

Kita jadi pintar, dibimbing pak guru

Kita bisa pandai, dibimbing bu guru

Guru bak pelita, penerang dalam gulita

Jasamu tiada tara

Lirik lagu “Jasamu Guru” sangatlah jelas secara tidak langsung menegaskan korelasi antara proses belajar dengan hasil yang didapatkan oleh seorang siswa. Jelas sekali dengan belajar di sekolah dan mendapatkan bimbingan dari guru, maka seorang siswa yang mulanya belum dapat membaca dan membaca kemudian bisa. Tentu kemampuan siswa akan terus bertambah dan berkembang seiring jenjang pendidikan yang terus ditempuhnya dari mulai tingkat dasar, tingkat menengah, tingkat atas atau bahkan naik pada level perkuliahan.

Mirisnya, korelasi yang sepatutnya terwujud pada kenyataannya tidak demikian. Melansir dari www.news.republika.co.id (24/09/2023) disebutkan anak-anak di Asia Pasifik tidak memiliki keterampilan pendidikan dasar. Kemampuan dasar calistung yakni membaca, menulis, dan berhitung tidak dimiliki oleh mereka.

Bagaimana dengan kondisi pelajar di negeri ini?

Ya, rupanya tidak jauh berbeda. Bahkan, ditemukan tidak hanya pada tingkat sekolah dasar mereka yang tidak memiliki kemampuan dasar tapi hal ini terjadi pada puluhan pelajar SMPN yang ada di kota Kupang. Puluhan pelajar SMP itu tidak bisa membaca dan menulis bahkan membedakan huruf abjad pun tak mampu.

Kondisi ini diketahui setelah pihak sekolah mengadakan penelitian awal pada siswa baru dengan melakukan asesmen kognitif. Pada penelitian awal itu dilakukan dengan bacaan, lalu pelajar diberi kesempatan untuk memahami bacaan singkat. Hasilnya kecakapan mereka menanggapi bacaan beberapa paragraf tergolong lambat. Bahkan, didapati siswa yang tidak bisa membedakan huruf abjad. (tribunflores.com, 10/8/2023)

Pertanyaan, kenapa hal ini dapat terjadi?

Mempertanyakan penyebab terjadinya suatu persoalan bukanlah berarti mempersalahkan satu pihak atau mencari kambing hitam atas terjadinya suatu masalah. Namun, lebih kepada mencari akar persoalan sehingga dapat dilakukan langkah-langkah untuk menyelesaikan persoalan hingga tuntas.

Dalam hal ini, didapatinya pelajar yang tidak memiliki kemampuan dasar yakni membaca memang tidak dapat dipisahkan dari proses pembelajaran yang sudah didapatkan siswa. Akan tetapi hal inipun tidak serta-merta hanya menyangkut persoalan proses pembelajarannya saja. Secara integratif tentu domainnya dapat diuraikan dalam berbagai aspek, seperti kurikulum, kualitas pengajar, peran orang tua, pengaruh penggunaan handphone bahkan sampai aspek keuangan yakni alokasi APBN untuk pendidikan.

Pada aspek pembelajaran misalnya. Tidak dipungkiri yang terjadi adalah masih banyak para guru yang kemampuan bahasanya kurang. Berdasarkan data, di Indonesia sendiri disebutkan hanya 8 persen guru kelas 4 SD yang mendapat nilai 80 persen atau lebih tinggi dalam evaluasi kemampuan bahasa Indonesianya. Kalau gurunya saja dengan kondisi seperti ini maka di satu sisi menjadi hal yang wajar bilamana para pelajar banyak mengalami ketidakmampuan belajar (learning poverty). Yakni ketidakmampuan anak usia 10 tahun untuk membaca dan memahami bahan bacaan yang sesuai dengan usianya. Inilah yang berikutnya menyebabkan output pendidikan sangatlah rendah.

Seorang guru pada umumnya akan senantiasa mengupgrade diri, menambah literasi, mengikuti informasi yang sedang berkembang, dan tentunya berusaha menjadikan muridnya sesuai dengan tujuan pendidikan.

Sayangnya, tuntutan perubahan kurikulum terkadang menjadikan seorang guru mau tidak mau mengikuti alur perubahan. Kurikulum yang sering ganti jelaslah berdampak pada kondisi pengajar. Guru dituntut untuk beradaptasi dengan kurikulum yang sedang digunakan sehingga lebih tersibukkan kepada bimbingan ataupun seminar-seminar maupun persiapan mengenai administrasi seperti kesiapan perangkat pembelajaran dll. Selain itu memang di lapangan para guru kebanyakan masih menitikberatkan pada target pembelajaran saja. Belum lagi adanya problem ketidakhadiran guru di dalam kelas.

Secara individual sebagai manusia, perkara kesejahteraanlah yang terkadang menjadi faktor yang mempengaruhi kualitas guru serta motivasi guru dalam mengajar. Kondisi perekonomian nasional dan kebutuhan rumah tangga yang terus meningkat dari waktu ke waktu tentu membuat pendapatan seorang guru juga terasa kurang apalagi bagi tenaga honorer. Secara alamiah kondisi ini tentunya berdampak pada guru secara individu. Sedangkan upaya untuk mensejahterakan guru seperti sertifikasi ataupun pengangkatan ASN sendiri masih belum merata bahkan memunculkan persoalan tersendiri.

Memang persoalan pendidikan saat ini seolah tidak ada habisnya. Namun, jika ditelisik sejatinya berawal dari satu akar masalah yakni diterapkannya sistem kapitalisme.

Kapitalisme yang bertumpu pada ide dasar sekulerisme telah mengesampingkan agama dalam mengatur persoalan kehidupan sehingga melahirkan liberalisasi. Di sisi lain dengan konsep khas kapitalisme menggiring dunia untuk tunduk pada keinginan dan kekuasaan para pemilik modal. Wajarlah jika dunia pendidikan yang notabenenya memiliki tujuan mulia mencerdaskan kehidupan bangsa juga dibelokkan pada keinginan mereka.

Buktinya dengan dalih kurikulum merdeka yang memerdekakan para pelajar hanyalah lips service saja. Nyatanya para pelajar hanya digiring untuk laris di dunia kerja saja. Guru-guru yang semestinya sebagai pendidik mendampingi putra didiknya sehingga menjadi generasi cerdas, seolah tidak bisa apa-apa, pasrah mengikuti alur bergantinya kurikulum.

Oleh karenanya alur persoalan dari satu masalah yang memunculkan masalah baru tersebut hanya bisa dihentikan jika akar persoalannya diselesaikan. Dengan kata lain sistem kapitalisme yang terbukti melahirkan berbagai masalah ini haruslah dihentikan.

Islam sebagai agama yang sempurna dan paripurna tentunya bisa digunakan sebagai alternatif. Dalam hal persoalan pendidikan sejatinya Islam juga mengaturnya. Di dalam sistem Islam memiliki kurikulum pendidikan yang bertujuan untuk membentuk kepribadian islami dan memiliki kemampuan dalam bidang sains dan teknologi. Kurikulum ini tidak akan berganti-ganti.

Negara sebagai pihak yang berkewajiban untuk mengurus urusan umat akan memberikan dukungan penuh terhadap masalah pendidikan. Seperti menggratiskan biaya pendidikan, memberikan gaji guru dengan akad asjir musta’jir yakni pemerintah yang menggaji sedangkan guru adalah pihak yang digaji. Jadi bukan atas dasar golongan tingkat atau semacam sertifikasi pendidik seperti saat ini.

Sistem ekonomi yang diterapkan di dalam sistem Islam ikut mempengaruhi kemajuan pendidikan. Sistem perekonomian yang khas membuat keuangan negara stabil dan APBN surplus sehingga secara keseluruhan kondisi perekonomian rakyat stabil. Kebutuhan pokok seperti pangan, sandang dan papan menjadi hak individu yang wajib mendapatkan jaminan dari negara. Insyaallah dengan begitu pendidikan relatif tidak ada persoalan yang berarti bahkan mampu membawa negara pada puncak peradaban yang maju dan mulia. Wallahu a’lam.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image