Mural dan Edukasi Lingkungan
Eduaksi | 2023-09-20 18:21:33SELAIN dapat mempercantik lingkungan, mural dapat pula menjadi sarana untuk mengedukasi masyarakat tentang berbagai isu lingkungan.
Ditilik dari asal-usul katanya, akar kata ‘mural’ berasal dari kata ‘moiros’ atau ‘moerus’ (Latin), berarti ‘tembok’, ‘dinding’ atau ‘batas’. Sekarang ini, secara umum, mural lebih dimaknai sebagai lukisan atau gambar pada tembok atau pagar, khususnya yang ada di ruang-ruang publik.
Dalam karyanya berjudul The Functions of Modern Mural Art, Jingfeng (2014) menulis bahwa mural berevolusi selaras dengan perkembangan manusia. Menurut Jingfeng, di masa kuna, mural adalah salah satu alat yang efektif untuk peribadahan dan indoktrinasi. Seiring berkembangnya peradaban modern, tambah Jingfeng, selain memiliki fungsi sosial dan budaya, mural juga memiliki fungsi dekorasi yakni untuk mempercantik lingkungan.
Di Indonesia, kemunculan mural dapat ditemukan paling tidak sejak periode revolusi kemerdekaan. Mural-mural pada era itu dapat ditemukan di dinding-dinding kota wilayah Republik Indonesia yang sedang bergejolak, termasuk tulisan-tulisan di gerbong kereta yang berisi seruan upaya propaganda mendukung kemerdekaan. Secara mencolok, seni protes ini menutupi dinding-dinding kota yang porak-poranda akibat perang yang berkecamuk selama aksi melawan Belanda (Muhid & Muhtarom, 2021).
Isu lingkungan
Sebagai karya seni, mural dapat membawa beragam pesan dan menjadi sarana untuk beragam tujuan dan kepentingan. Salah satunya yaitu dapat dijadikan sarana untuk mengedukasi masyarakat tentang isu-isu lingkungan. Melalui mural, kita dapat membangun pula kesadaran masyarakat untuk menjaga, memelihara dan merawat lingkungan kita.
Munculnya berbagai masalah lingkungan di sekitar kita dengan aneka dampak yang ditimbulkannya tentu saja menuntut partisipasi aktif masyarakat dalam ikut meyelesaikannya. Partisipasi aktif masyarakat ini dapat terwujud jika masyarakat memiliki pemahaman dan kesadaran yang baik mengenai isu-isu lingkungan.
Dalam konteks inilah, mural dapat menjadi sarana dalam meningkatkan pemahaman dan kesadaran dalam isu-isu lingkungan.
Ambil contoh dalam soal pengelolaan sampah. Seperti kita ketahui, budaya membuang sampah sembarangan masih demikian lekat dengan kehidupan sebagian besar warga negeri ini. Faktanya, nyaris hampir tidak ada ruang publik di negara kita yang sekarang ini tidak dihiasi sampah. Kemana pun kita pergi di negeri ini, kita selalu temukan sampah. Bahkan, ke puncak gunung terpencil sekali pun, kita dapat jumpai tumpukan-tumpukan sampah.
Perbedaan status sosial, seperti kaya atau miskin, berpendidikan atau tidak berpendidikan, rupanya masih belum terlalu membawa perbedaan secara signifikan dalam soal perilaku membuang sampah di negeri ini.
Kurangnya pemahaman dan kesadaran ihwal bahaya sampah terhadap lingkungan agaknya merupakan salah satu penyebab mengapa sebagian besar warga negeri ini masih leluasa dan seenaknya membuang sampah ke mana pun mereka suka. Kita masih sering melihat bagaimana dengan gampangnya sebagian warga di negara kita membuang sampah begitu saja ke pinggir jalan atau malah ke aliran sungai.
Padahal, dampak negatif sampah sangat jelas. Banjir yang senantiasa melanda kawasan sejumlah kota di negeri ini antara lain ditimbulkan oleh adanya onggokan-onggokan sampah yang menyumpal aliran sungai-sungai kita.
Nah, lewat mural, imaji dan narasi soal bahaya sampah maupun bagaimana sebaiknya mengelola sampah, misalnya, dapat dikedepankan ke hadapan publik.
Tak hanya soal sampah. Isu-isu lingkungan lainnya seperti soal penghematan air, penghijauan, pembuatan sumur resapan, polusi udara, deforestasi, diet kantong plastik hingga isu perubahan iklim dapat diapungkan lewat mural. Harapannya tentu saja masyarakat tergugah kesadarannya sehingga terdorong untuk semakin peduli terhdap lingkungan dan berupaya menjaga, memelihara dan merawatnya dengan sebaik-baiknya.***
--
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.