Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image ahmad muttaqillah Muttaqillah

Sejarah Bahasa Indonesia

Guru Menulis | Wednesday, 06 Sep 2023, 11:05 WIB

Bahasa Indonesia berasal dari bahasa Melayu Riau. Istilah bahasa Melayu mencakup sejumlah bahasa yang saling bermiripan yang dituturkan di wilayah Nusantara dan di Semenanjung Melayu. Sebagai bahasa yang luas pemakaiannya. Bahasa ini menjadi bahasa resmi di Brunei, Indonesia, dan Malaysia; bahasa nasional Singapura; dan menjadi bahasa kerja di Timor Leste.

Sejarah Bahasa Indonesia

Bahasa Melayu sebagai cikal bakal bahasa Indonesia pernah jadi lingua franca di kawasan Asia Tenggara pada abad ke-15 hingga abad ke-17.

Bahasa Indonesia adalah varian bahasa Melayu yang dijadikan sebagai bahasa resmi Republik Indonesia dan bahasa persatuan bangsa Indonesia. Bahasa Indonesia diresmikan penggunaannya setelah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, tepatnya sehari sesudahnya, bersamaan dengan mulai berlakunya konstitusi.

Menurut ahli bahasa, bahasa Melayu mengalami tiga (3) perkembangan, yaitu:

1. Bahasa Melayu Kuno (abad ke-7 hingga abad ke-13)

2. Bahasa Melayu Klasik, mulai ditulis dengan huruf Jawi (sejak abad ke-15)

3. Bahasa Melayu Modern (sejak abad ke-20)

Beberapa prasasti beraksara Pallawa

1. Prasasti Kedukan Bukit di Palembang th. 683 M

2. Prasasti Talangtuo, Palembang tahun 684 M.

3. Prasasti Karangbrahi di Jambi th 686 M.

4. Prasasti Gondosuli, 832 M. di Jawa tengah

5. Prasati Bogor 942 M.

6. Prasasti Kota Kapur, Pulau Bangka (608 Saka / 686 M, beraksara Pallawa). Prasasti Kota Kapur ditemukan tahun 1892.

Prasasti Kedukan Bukit di Palembang th. 683 M. Prasasti Kedukan Bukit ditemukan oleh M. Batenburg pada tanggal 29 November 1920 di Kampung Kedukan Bukit, Kelurahan 35 Ilir, Palembang, Sumatra Selatan, di tepi Sungai Tatang yang mengalir ke Sungai Musi. Prasasti ini berbentuk batu kecil berukuran 45 × 80 cm, ditulis dalam aksara Pallawa, menggunakan bahasa Melayu Kuno. Prasasti ini sekarang disimpan di Museum Nasional Indonesia dengan nomor D.146. 1.

Prasasti Talangtuo, Palembang tahun 684 M. Prasasti Talang Tuo ditemukan oleh Louis Constant Westenenk (Residen Palembang) pada tanggal 17 November 1920 di kaki Bukit Seguntang / Bukit Siguntang dan dikenal sebagai salah satu peninggalan Kerajaan Sriwijaya. Keadaan fisiknya masih baik dengan bidang datar yang ditulisi berukuran 50 cm × 80 cm. Prasasti ini berangka tahun 606 Saka (23 Maret 684 Masehi), ditulis dalam Aksara Pallawa, Berbahasa Melayu Kuno, dan terdiri dari 14 baris. Sarjana pertama yang berhasil membaca dan mengalihaksarakan prasasti tersebut adalah van Ronkel dan Bosch, yang dimuat dalam Acta Orientalia. Sejak tahun 1920 prasasti tersebut disimpan di Museum Nasional Indonesia di Jakarta dengan nomor inventaris D.145.p 2.

Prasasti Karang Berahi, prasasti ini bertuliskan aksara Pallawa dan berbahasa Melayu Kuno, pertama kali ditemukan pada tahun 1904 oleh L. Berkhout, seorang kontrolir Belanda untuk daerah Bangko. Penemuan prasasti ini kemudian diteliti N.J. Krom, yang menyatakan Prasasti Karang Berahi merupakan salah satu prasasti yang dikeluarkan Kedatuan Sriwijaya. Krom juga membandingkan baik isi dan karakter huruf Prasasti Karang Berahi mirip dengan Prasasti Kotakapur (686 M) yang ditemukan di Pulau Bangka.

Prasasti Godosuli. Prasasti Gondosuli (832 M) terletak di Desa Gondosuli, Kecamatan Bulu. Situs ini memiliki luas keseluruhan sekitar 4.992 m2. Sesuai dengan candrasengkala yang ada, Prasasti Gondosuli menjadi saksi bisu kejayaan Dinasti Sanjaya, terutama di masa pemerintahan Rakai Patahan sebagai raja di Mataram Kuno. 3.

Prasati Kebun Kopi, Bogor 942 M. Prasasti yang pertama kali (854 S = 942 M) menyebut nama (kerajaan) Sunda, dan merupakan satu sumber tertua tentang Kota Jakarta. Ditemukan tidak jauh dari Prasasti Aruteun di Ciampea dekat Bogor. Prasasti yang pertama kali memunculkan nama (kerajaan) Sunda ini menggunakan campuran bahasa Jawa kuno dan Melayu kuno, menunjukkan adanya hubungan dengan Sriwijaya. Naskah aslinya :

Ini sabda kalanda rakryan, juru pangambat i kawihaji panca pasagi maesandeca barpulihkan haji sunda

Terjemahan: Ini batu peringatan yang dimaksudkan untuk memperingati perintah Rakryan, Juru Pangambat pada tahun Saka 854 untuk mengembalikan kekuasaan kepada raja Sunda.

Rakryan, di dalam prasasti disebut sebagai 'juru pangambat' adalah seorang pejabat kerajaan yang mengawasi atau mengurusi perburuan.

Prasasti Kebon Kopi II juga menyebutkan bahwa nama Sunda sebagai sebutan untuk suatu negeri di Jawa Barat mulai dipakai sejak abad ke-10. (1995 - 2020 Dinas Komunikasi, Informatika dan Statistik Pemprov DKI Jakarta).

Prasasti-prasasti itu memuat tulisan Melayu kuno yang bahasanya merupakan campuran antara bahasa Melayu kuno dan bahasa Sanskerta.

Aksara Arab Melayu

Salah satu peninggalan yang sangat berharga dari peradaban Islam di Indonesia masa lampau adalah aksara Arab Jawi. Dalam istilah lain juga dikenal sebagai abjad Arab Melayu. Aksara tersebut adalah bentuk modifikasi dari abjad Arab yang disesuaikan dengan bahasa orang-orang Melayu di seluruh wilayah nusantara.

Aksara Arab mulai masuk ke Indonesia diperkirakan seiring masuknya Islam pada abad ke-7 dan puncak perkembangan aksara itu sekitar abad ke-13 s.d. 18, ketika hubungan dagang antara Arab dan nusantara mulai berkembang pesat.

Penemuan pertama batu nisan yang tertulis dalam bahasa Arab di Sumatera bertarikh 55 Hijrah atau setara dengan 674 M. Selain itu juga ditemukan di Kedah bertarikh 290 Hijrah. Kedua hal ini jelas telah menunjukkan bahwa tulisan Jawi berasal dari orang Arab yang kemudian telah disesuaikan dengan menambahkan beberapa huruf tambahan pada huruf Arab untuk menyesuaikannya dengan gaya bahasa orang Melayu. Penambahan ini lebih kepada melengkapi ejaan yang tidak ada dalam bahasa Arab tetapi ditemui dalam bahasa Melayu.

Di Jawa aksara Arab ditemukan di batu nisan Fatimah binti Maimun di Leran, daerah Gresik Jawa Timur, yang berangka tahun 475 H/1082 M.

Pada masa lalu, Arab Melayu atau Jawi ini digunakan sebagai bahasa resmi dan bahasa pendidikan. Beberapa karya sastra seperti Hikayat Hang Tuah (setting abad ke-14) dan Hikayat Raja-Raja Pasai ditulis dengan aksara Arab Melayu atau Jawi ini.

Demikian juga dengan karya-karya keagamaan seperti karya-karya Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari (1122-1227 H./1710-1812 M.) di Banjarmasin atau karya-karya Kiai Shaleh Darat (1820-1903M) di Semarang, Jawa Tengah. Surat-surat raja Nusantara, stempel kerajaan, dan mata uang pun ditulis dalam aksara Arab Melayu/Jawi ini.

Sejak tahun 1920an, Pemerintah kolonial secara pelan mulai menggantikan penggunaan aksara Arab Melayu atau Pegon ini dan menggantikannya dengan aksara latin. Dalam beberapa dekade, aksara Arab Melayu perlahan menghilang dari komunikasi tertulis secara resmi, baik di pemerintahan, pendidikan maupun media.

Kini Arab Pegon ini hanya dipakai di kalangan terbatas pesantren, baik di Jawa maupun di belahan Nusantara lainnya.

Sastrawan dengan Aksara Arab Melayu

1. Tun Sri Lanang

Lahir di Johor, Malaysaia tahun 1565 M. Wafat 1659 M, di Aceh. Di kenal di Malaysia, Singapura, dan Indonesia. Menghabiskan masa akhir hidupnya di Aceh dan dimakamkan di sebuah desa kecil Lancok kecamatan Samalanga, Bireuen, Aceh.

Karyanya yang menumental adalah kitab Sulalatus Salatin (Silsilah Raja-Raja). Kitab ini ditulis antara Februari 1614 dan Januari 1615, dengan aksara arab melayu (pegon).

2. Syamsudin al-Sumatrani

Syamsuddin al-Sumatrani (1575-1630 M.) Hidup pada masa Raja Iskandar Muda (Aceh, 1607-1636 M.)

Karya-karya Syamsuddin Sumatrani ada yang ditulis dalam bahasa Arab dan bahasa Melayu (Jawi):

1) Jawhar al-Haqa’iq (30 halaman; berbahasa Arab)

2) Risalah Tubayyin Mulahazhat al-Muwahhidin wa al-Mulhidin fi Dzikr Allah (8 halaman; berbahasa Arab).

3) Mir’at al-Mu’minin (70 halaman; berbahasa Melayu). Karyanya ini menjelaskan ajaran tentang keimanan kepada Allah, para rasul-Nya, kitab-kitab-Nya, para malaikat-Nya, hari akhirat, dan kadar-Nya.

4) Syarah Ruba’i Hamzah Fansuri (24 halaman; berbahasa Melayu). Karya ini merupakan ulasan terhadap 39 bait (156 baris) syair Hamzah Fansuri.

5) Syarah Sya’ir Ikan Tongkol (20 balaman; berbahasa Melayu).

6) Thariq al-Salikin (18 halaman; berbahasa Melayu).

7) Mir’at al-Iman atau Kitab Bahr al-Nur (12 halaman; berbahasa Melayu). Karya ini berbicara tentang ma’rifah, martabat tujuh dan tentang roh.

8) Kitab al-Harakah (4 halaman; ada yang berbahasa Arab dan ada pula yang berbahasa Melayu). Karya ini berbicara tentang ma’rifah atau martabat tujuh.

3. Abdur Rauf as-Singkili

Nama lengkapnya, Aminuddin Abdul Rauf bin Ali Al-Jawi Tsumal Fansuri As-Singkili. Lahir di Singkil, Aceh 1024 H/1615 M. Wafat, Kuala Aceh, Aceh 1105 H/1693 M) adalah seorang ulama besar Aceh yang terkenal.

Ia menjadi orang pertama yang memperkenalkan tarekat Syattariyah di Indonesia. Namanya juga dihubungkan dengan terjemahan dan tafsir Al-Qur’an bahasa Melayu atas karya Al-Baidhawi berjudul Anwar at-Tanzil Wa Asrar at-Ta'wil, yang pertama kali diterbitkan di Istanbul tahun 1884.

Karya-karyanya:

1) Mir'at al-Thullab fî Tasyil Mawa'iz al-Badî'rifat al-Ahkâm al-Syar'iyyah li Malik al-Wahhab, karya di bidang fiqh atau hukum Islam, yang ditulis atas permintaan Sultanah Safiyatuddin.

2) Tarjuman al-Mustafid, merupakan naskah pertama Tafsir Al Qur’an yang lengkap berbahasa Melayu.

3) Terjemahan Hadits Arba'in karya Imam Al-Nawawi, ditulis atas permintaan Sultanah Zakiyyatuddin.

4) Mawa'iz al-Badî', berisi sejumlah nasihat penting dalam pembinaan akhlak.

5) Tanbih al-Masyi, merupakan naskah tasawuf yang memuat pengajaran tentang martabat tujuh.

6) Kifayat al-Muhtajin ilâ Masyrah al-Muwahhidin al-Qâilin bi Wahdatil Wujud, memuat penjelasan tentang konsep wahdatul wujud.

7) Daqâiq al-Hurf, pengajaran mengenai tasawuf dan teologi.

4. Nuruddin Ar-Raniri (1637-1658)

Syekh Nuruddin Muhammad ibnu 'Ali ibnu Hasanji ibnu Muhammad Hamid Ar-Raniri Al-Quraisyi atau populer dengan nama Syekh Nuruddin Al-Raniri adalah ulama penasehat Kesultanan Aceh pada masa kepemimpinan Sultan Iskandar Tsani (Iskandar II).

Karya-karyanya:

1) Bustan al-Salatin (Taman Raja-raja)

2) Shiratal Mustaqim (Jalan yang Lurus)

3) Darul Fawaid Fi Syarah Al 'Aqaid

4) Fawaid Al Bahiyah

5. Hamzah Fansuri

Hamzah al-Fansuri atau dikenal juga sebagai Hamzah Fansuri adalah seorang ulama sufi dan sastrawan yang hidup pada abad ke-16/17. Ia 'berasal dari Barus (sekarang berada di provinsi Sumatera Utara).

Karya-karyanya

Puisi

1) Syair Burung Unggas

2) Syair Dagang

3) Syair Perahu

4) Syair Si Burung pipit

5) Syair Si Burung Pungguk

6) Syair Sidang Fakir

Prosa

1) Asrar al-Arifin

2) Sharab al-Asyikin

3) Kitab Al-Muntahi / Zinat al-Muwahidin

6. Raja Ali Haji

Adalah ulama, sejarawan, dan pujangga abad ke-19 keturunan Bugis dan Melayu. Dia terkenal sebagai pencatat pertama dasar-dasar tata bahasa Melayu lewat buku Pedoman Bahasa; buku yang menjadi standar bahasa Melayu. Bahasa Melayu standar itulah yang dalam Kongres Pemuda Indonesia 28 Oktober 1928 ditetapkan sebagai bahasa nasional, bahasa Indonesia. Ia merupakan keturunan kedua (cucu) dari Raja Haji Fisabilillah, Yang Dipertuan Muda IV dari Kesultanan Lingga-Riau dan juga merupakan bangsawan Bugis.

Maha karyanya, Gurindam Dua Belas (1847), menjadi pembaru arus sastra pada zamannya. Bukunya berjudul Kitab Pengetahuan Bahasa, yaitu Kamus Loghat Melayu-Johor-Pahang-Riau-Lingga penggal yang pertama, merupakan kamus ekabahasa pertama di Nusantara. Ia juga menulis Syair Siti Shianah, Syair Suluh Pegawai, Syair Hukum Nikah, dan Syair Sultan Abdul Muluk. Raja Ali Haji juga patut diangkat jasanya dalam penulisan sejarah Melayu. Buku berjudul Tuhfat al-Nafis ("Bingkisan Berharga" tentang sejarah Melayu).

Karya-karyanya

Puisi

1847: Gurindam Dua Belas

Buku

1) 1860: Tuhfat al-Nafis (Bingkisan Berharga)

2) 1865: Silsilah Melayu dan Bugis

Karya lain

1) 1857: Bustan al-Kathibin

2) 1850-an: Kitab Pengetahuan Bahasa

3) 1857: Intizam Waza'if al-Malik

4) 1857: Thamarat al-Mahammah

Karya Sastra dengan Aksara Latin

Yaitu Penulis dan Karya Sastra Pujangga Baru:

1. Sutan Takdir Alisjahbana. Dian Tak Kunjung Padam (1932) Tebaran Mega - kumpulan sajak (1935)

2. Hamka. Di Bawah Lindungan Ka'bah (1938), Tenggelamnya Kapal Van der Wijck (1939), Tafsir Al-Azhar (1965), Tasawuf Modern (1939), Falsafah Hidup (1941), Merantau ke Deli (1941), Sejarah Umat Islam (terbit 1997), Lembaga Hidup (1955), Akhlaqul Karimah (terbit 1992), Ayahku (1941), Lembaga Budi (1950), Tuan Direktur (1939), Si Sabariah (1928), Pandangan Hidup Muslim (1961), Terusir (terbit 2016), Ghirah, Cahaya Baru, Di dalam Lembah Kehidupan), Di Tepi Sungai Dajlah, Doa-Doa Rasulullah, Islam Revolusi dan Ideologi, dll.

3. Armijn Pane. Belenggu (1940)

4. Sanusi Pane. Pancaran Cinta (1926)

5. Tengku Amir Hamzah. Nyanyi Sunyi (1937)

Bahasa Indonesia Menjadi Bahasa Persatuan

1. Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928 menyatakan: Pertama, kami putra dan putri Indonesia mengaku bertumpah darah satu, tanah Indonesia. Kedua, kami putra dan putri Indonesia mengaku berbangsa yang satu, bangsa Indonesia. Kami putra dan putri Indonesia menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia.

2. Tercantum dalam Undang-Undang Dasar 1945 (Bab XV Pasal 36) mengenai kedudukan bahasa Indonesia yang menyatakan bahawa bahasa negara adalah bahasa Indonesia.

Fungsi Bahasa Indonesia

Sebagai bahasa nasional bahasa Indonesia

berfungsi:

1. Lambang kebangsaan;

2. Lambang identitas nasional;

3. Alat komunikasi antar suku dan budaya;

4. Alat penyatuan bangsa.

Sebagai bahasa negara berfungsi sbb.:

1. Bahasa resmi kenegaraan;

2. Pengantar dalam dunia pendidikan;

3. Alat penghubung di tingkat nasional;

4. Pengembangan budaya, ilmu pengetahuan, dan teknologi.

Daftar Bacaan

Adan, Hasanuddin Yusuf. Melacak Gelar Negeri Aceh, dalam website The Aceh Institute © Copyrights - 2007.

Alwi, Hasan, dkk. 2000. Tata Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

Azra, Azyumardi. Jaringan Ulama: Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad XVII dan XVIII. Penerbit Kencana, Jakarta. Cetakan I, 1998

Coedes, George, (1930), Les inscriptions malaises de Çrivijaya, BEFEO.

Didi G Sanusi. 2019. https://jejakrekam.com/2019/12/27/mengenal-aksara-arab-melayu-dan-huruf-jawi/

https://id.wikipedia.org/wiki/Bahasa_Melayu_Kuno

https://jakarta.go.id/artikel/konten/1978/

https://madrasahaliyahsabilulhasanah.blogspot.com/2015/11/sejarah-perkembangan-tulisan-arab-melayu.html#:~:text=AWAL%20KEBERADAAN%20TULISAN%20ARAB%20MELAYU&text=Masa%20sejak%20awal%20abad%20ke,melayu%20mulai%20mengenal%20tradisi%20tulis.

Khazanah.https://republika.co.id/berita/45172/perkembangan-penggunaan-aksara-pegon-dan-melayu

https://republika.co.id/berita/q85d0l483/muasal-aksara-arab-jawi-di-nusantara

Khazanah. https://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/islam-digest/19/02/17/pn2c3w458-syekh-abdur-rauf-assingkili-guru-ulamaulama-nusantara-3

Muttaqillah, Ahmad. 2014. Bahasaku Bahasa Indonesia. Tangerang: Wafi Media Tama.

RASHID B MD IDRIS . 2013. http://karyaagungmelayukumpulanb.blogspot.com/2013/05/syamsuddin-al-sumatrani.html

Samad, A. A., (1979), Sulalatus Salatin, Dewan Bahasa dan Pustaka.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image