Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Yakhin Maufa

Chat GPT, Sebuah Ancaman Sekaligus Tantangan Bagi Pelajaran Bahasa di Sekolah

Eduaksi | Thursday, 31 Aug 2023, 23:49 WIB
Sumber : Freepik

Bahasa merupakan salah satu muatan wajib di satuan pendidikan dari jenjang dasar hingga perguruan tinggi nasional. Hal ini diatur dalam Pasal 37 Ayat (1) UU No 20 tahun 2003 yang secara tertulis menyebut bahwa kurikulum wajib memuat Pendidikan Agama, Pendidikan Kewarganegaraan, Bahasa, Matematika, Ilmu Pengetahuan Alam, Ilmu Pengetahuan Sosial, Seni dan Budaya, Pendidikan Jasmani dan Olahraga, Keterampilan/Kejuruan, dan Muatan Lokal. Diwajibkannya pelajaran Bahasa di sekolah bukan hanya sebagai implementasi dari Undang-undang. Pelajaran juga Bahasa memegang peranan penting yang berhubungan dengan peningkatan kemampuan literasi terutama literasi baca tulis.

Peningkatan literasi baca tulis memang harus dimulai dari pelajaran Bahasa karena dalam pelajaran bahasa, empat keterampilan berbahasa manusia dilatih. Menurut Henry Guntur Tarigan, keterampilan berbahasa mencakup empat komponen yang saling berkaitan yaitu membaca, menyimak, menulis, dan berbicara. Empat keterampilan berbahasa ini dibutuhkan oleh manusia dalam proses menerima, mengolah, dan menyampaikan informasi. Oleh sebab itu, keterampilan berbahasa sangat erat hubungannya dengan kemampuan literasi terutama baca tulis. Literasi baca tulis yang baik sangat dibutuhkan sebagai alat pertahanan diri di tengah gempuran informasi sekarang yang sangat terbuka, mengingat informasi terbanyak berbentuk teks atau bacaan.
Di Indonesia, walaupun pelajaran Bahasa telah ditetapkan sebagai pelajaran wajib di semua satuan pendidikan, tetapi angka kemampuan literasi baca tulis anak-anak di Indonesia masih sangat rendah. Hasil Survei PISA tahun 2018 menunjukkan apabila kemampuan literasi baca tulis anak-anak di Indonesia berada pada tingkat 1b atau tingkatan kemampuan yang hanya dapat menyelesaikan soal pemahaman teks termudah, seperti memetik sebuah informasi dari judul sebuah teks sederhana. Alhasil, hasil survei PISA Indonesia hanya menduduki peringkat 74 dari 79 negara peserta. Rendahnya kemampuan literasi baca tulis di Indonesia tentu menjadi pekerjaan rumah yang perlu diselesaikan dalam pelajaran Bahasa di sekolah.

Di tengah tantangan dalam menyelesaikan masalah kemampuan literasi baca tulis, muncul Artificial Intelligence (AI) atau kecerdasan buatan yang beberapa tahun ini mulai diperbincangkan. Menurut H.A. Simon, Artificial Intelligence (AI) sendiri adalah semua tempat penelitian, instruksi, dan aplikasi yang berkaitan dengan pemrograman komputer guna melakukan suatu hal yang dianggap cerdas oleh manusia. Kecerdasaan yang dihasilkan AI memungkinkan untuk membantu manusia dalam melakukan beberapa pekerjaannya sehingga lebih efisien termasuk pekerjaan yang membutuhkan kemampuan literasi baca tulis.
Beberapa produk AI, sebut saja ChatGPT yang dikembangkan oleh perusahaan asal Amerika Serikat bernama OpenAI merupakan salah satu contohnya. Chat GPT adalah model bahasa yang dilatih untuk menghasilkan teks yang alami dan sesuai dengan menggunakan metode perbandingan antara demonstrasi manusia dan sumber bacaan yang telah tersedia di internet. Chat GPT menggunakan teknologi pemrosesan bahasa alami (Natural Language Processing atau NLP) untuk memproses pertanyaan yang diajukan, membandingkannya dengan semua sumber teks yang telah tersedia di internet dan memproses jawaban agar sesuai dengan kebutuhan. Dapat dikatakan bahwa dengan hadirnya Chat GPT, Manusia tidak perlu lagi mencari, membaca, memahami, dan mengelola informasi teks yang dibutuhkan. Semuanya sudah bisa dilakukan oleh Chat GPT.

Kehadiran Chat GPT ini tentu menjadi sebuah ancaman bagi pembelajaran Bahasa di sekolah terutama di Indonesia. Ancaman itu datang di tengah upaya meningkatkan kemampuan literasi baca tulis yang masih rendah melalui pelajaran Bahasa. Memang, hadirnya Chat GPT memberikan keuntungan berupa pemerataan informasi. Namun, fungsi Chat GPT yang mengolah dan menyajikan informasi secara instan tentu akan mereduksi kemampuan literasi baca tulis yang sedang diasah dalam pelajaran Bahasa. Kemampuan literasi baca tulis dasar anak Indonesia yang semula rendah, akan semakin rendah. Pelajaran Bahasa yang tujuannya meningkatkan kemampuan literasi baca tulis akan tidak bermakna lagi karena kemampuan itu sudah digantikan Chat GPT.


Ancaman lain akan muncul lagi apabila kemampuan literasi baca tulis terus rendah. Ancaman ini berhubungan dengan reduksi kemampuan berpikir kritis. Tidak menutup kemungkinan apabila literasi baca tulis yang digantikan Chat GPT akan menghilangkan kemampuan berpikir kritis. Berpikir kritis adalah cara berpikir yang menguji, menghubungkan, dan mengevaluasi semua aspek dari situasi masalah (Krulik dan Rudnick, 1998). Berpikir kritis dibutuhkan untuk menentukkan sikap yang tepat terhadap sebuah permasalahan. Dalam kemampuan berpikir kritis, mengumpulkan dan mengkaji sumber informasi yang relevan adalah kewajiban mutlak. Kemampuan mengumpulkan dan mengkaji informasi yang baik hanya dimiliki oleh individu yang memiliki kemampuan literasi baca tulis yang baik. Chat GPT akan menghalangi anak untuk berpikir kritis karena kemampuan mengolah informasi yang seharusnya dimiliki oleh otak anak, sudah digantikan Chat GPT. Akibatnya, pengambilan keputusan atau sikap terhadap suatu fenomena tidak kreatif dan komprehensif.


Ancaman-ancaman Chat GPT tentu menjadi tantangan dalam pelajaran Bahasa. Sebagai langkah preventif terhadap ancaman tersebut, pelaku pendidikan terutama pendidikan Bahasa harus menonjolkan peran pembelajaran Bahasa sebagai media peningkatan literasi baca tulis dengan merancang pembelajaran Bahasa yang kontekstual. Anak harus diarahkan untuk memecahkan masalah di sekitarnya dengan kemampuan berpikir kritis yang membutuhkan informasi sumber bacaan yang beragam. Anak juga harus dituntun dalam prosesnya menemukan informasi walau harus menggunakan Chat GPT. Pemerintah dalam hal ini Kemendikbud juga harus mempersiapkan aturan yang membatasi penggunaan produk AI dalam dunia pendidikan. Kerjasama yang baik antara pelaku pendidikan dan pemerintah akan menciptakan solusi yang baik terhadap ancaman AI dalam pelajaran Bahasa.


Referensi
Simon, H.A. 1987. Artificial intelligence, Concise encyclopedia of psychology.New York: Wiley


Krulik, S dan Rudnick, J.A (1993). The New Sourcebook for Teaching Reasoning and Problem Solving in Elementary School. Massachusetts: Allyn & Bacon A Simon & Schuster Company.



Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image