Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image jok

Bagaimana Sektor Pendidikan dan Industri Harus Menyikapi Kehadiran AI?

Lomba | Wednesday, 30 Aug 2023, 12:42 WIB
Foto: Vasily Koloda/Unsplash.

Hadirnya teknologi kecerdasan buatan [AI] membawa tantangan dan sekaligus peluang. Sektor pendidikan dan sektor industri perlu bersinergi secara harmonis guna menyiapkan calon tenaga kerja yang memiliki keterampilan dan keahlian yang memadai, sehingga mereka tidak bakal tergusur begitu saja oleh kehadiran AI.

Kemajuan pesat di bidang teknologi dewasa ini telah membuat kita semua berada di zaman nyaris serbadigital di mana otomatisasi tak terelakkan. Kemajuan ini tentu saja melahirkan implikasi positif dan juga dampak negatif. Selalu ada sisi plus dan sisi minus dari kelahiran sebuah teknologi.

Kehadiran teknologi kecerdasan buatan bukan saja membuat banyak tugas pekerjaan semakin mudah dilakukan, tetapi juga membuat semakin banyak posisi pekerjaan yang terancam. Pekerjaan-pekerjaan yang semula dikerjakan oleh manusia mulai berangsur digantikan oleh mesin berteknologi kecerdasan buatan.

Sekadar ilustrasi, di sektor manufaktur, misalnya, robot berteknologi kecerdasan buatan kini telah mampu melakukan tugas-tugas perakitan dan pengemasan dengan kecepatan dan ketepatan yang lebih tinggi daripada tenaga kerja manusia.

Di sektor layanan pelanggan, kehadiran chatbot berbasis kecerdasan buatan bukan saja telah mengurangi kebutuhan tenaga kerja manusia di bagai customer service, tetapi juga mampu menangani pertanyaan, keluhan, dan memberi dukungan pelanggan selama 24 jam nonstop.

Begitu juga di bidang entri data dan analisis data, kecerdasan buatan mampu mengotomatiskan pemrosesan data dalam jumlah besar, sehingga mereduksi kebutuhan entri data dan analisis data oleh tenaga kerja manusia.

Ke depan, sudah bisa dipastikan bakal semakin banyak bidang, jenis, dan posisi pekerjaan yang bakal dicaplok oleh teknologi kecerdasan buatan.

Hasil sebuah kajian, beberapa waktu lalu, menyimpulkan bahwa sekitar delapan juta lapangan kerja bakal tergusur oleh kecerdasan buatan setidaknya pada akhir tahun 2030 mendatang.

Namun, jangan dulu pesimistik. Kajian yang sama menyebut bahwa kehadiran kecerdasan buatan kemungkinan juga bakal menciptakan lebih banyak lapangan kerja dibandingkan sebelumnya.

Artinya, kemunculan teknologi kecerdasan buatan tidak sepenuhnya memberi ancaman destruktif bagi kita. Faktanya, seiring dengan semakin mengemukanya pemanfaatan kecerdasan buatan, pekerjaan seperti insinyur pembelajaran mesin, insinyur pembelajaran mendalam, AI trainer, insinyur pemrosesan bahasa alami, spesialis AI, ilmuwan data – sekadar menyebut beberapa contoh – kian dibutuhkan.

Sudah barang tentu, pendidikan menjadi sektor krusial dalam menyiapkan angkatan kerja yang andal dan selaras dengan tuntutan zaman. Sayangnya, tak jarang sektor pendidikan kurang mampu berlari sekencang kemajuan di sektor teknologi.

Survei McKinsey yang pernah dilakukan di sembilan negara dan melibatkan para pengelola korporasi sebagai respondennya menyimpulkan, sebanyak 60 persen responden menyatakan bahwa para lulusan sekolah selama ini cenderung tidak memiliki kesiapan yang memadai untuk masuk ke dunia kerja.

Hasil survei McKinsey tersebut perlu menjadi catatan terutama bagi dunia pendidikan kita. Sektor pendidikan kita harus mampu berlari sama kencangnya dengan kemajuan teknologi. Maka, kurikulum mesti dirancang secara kekinian dan futuristik, sehingga senantiasa berorientasi ke masa kini dan masa depan.

Pada saat yang sama, program-program pelatihan, kursus, maupun magang harus pula menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari kurikulum pendidikan kita. Dengan demikian, para lulusan tidak gagap tatkala mereka menghadapi kehidupan nyata dunia kerja pada saat setelah mereka kelar sekolah. Untuk itu, kolaborasi antara sektor pendidikan dan sektor industri mutlak diperlukan.

Sektor industri dapat secara aktif memberi informasi kepada institusi-institusi pendidikan mengenai jenis-jenis keahlian apa saja yang dibutuhkan untuk dunia kerja dan kemudian bersama dengan institusi pendidikan merancang sejumlah program untuk menjawab berbagai kebutuhan dunia kerja.

Tak kalah pentingnya yaitu adanya pendidikan kewirausahaan di sekolah/perguruan tinggi untuk menyiapkan calon-calon wirausahawan muda. Program pendidikan kewirausahaan, baik lewat jalur kurikulum maupun non-kurikulum diperlukan mengingat jumlah wirausahawan di negara kita saat ini terbilang masih minim [baru sekitar 3,4 persen dari seluruh penduduk Indonesia, menurut data Himpunan Pengusaha Muda Indonesia].

Selain itu, keberadaan program pendidikan kewirausahaan ini dimaksudkan pula untuk melahirkan para lulusan yang bukan cuma siap masuk ke dunia kerja, tetapi juga siap mengkreasi lapangan kerja.

Di sisi lain, para pembuat kebijakan, baik di level nasional maupun lokal, harus mampu pula merancang, membuat, dan mempromosikan program-program pendidikan maupun pelatihan yang memberikan peluang bagi segenap warga guna memperoleh keterampilan dan keahlian baru yang diperlukan dan selaras dengan tuntutan kemajuan teknologi.***

--

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image