Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Dimas Muhammad Erlangga

Mungkinkah Pemilu 2024 Bisa Menjawab Persoalan Rakyat Marhaen?

Politik | Wednesday, 12 Jul 2023, 03:28 WIB

Sebentar lagi hajatan lima tahunan, yaitu Pemilihan Umum (Pemilu), akan digelar 14 Februari 2024. Hampir semua partai politik sudah “tancap gas” untuk menyiapkan diri menghadapi pemilu. Rakyat Marhaen pun diiming-iming perubahan melalui pemilu tersebut.

Namun, seperti biasa, setiap menghadapi momentum pemilu, kita selalu diperhadapkan dengan sebuah pertanyaan mendasar: bisakah pemilu mendatangkan perubahan bagi kehidupan rakyat Marhaen?

Saya dan hampir sebagian orang berkeyakinan bahwa pemilu 2024 mendatang belum bisa diharapkan bisa menjawab persoalan rakyat Marhaen. Saya kira, ini masih pertarungan kekuasaan antar elit politik.

karakter elit yang akan bertarung dalam Pemilu 2024 mendatang belum berubah. Ketika pemilu mereka datang ke rakyat, tetapi setelah itu mereka akan menghilang tanpa bekas.

yang paling mungkin dilakukan oleh rakyat Marhaen dalam pemilu mendatang adalah bersikap kritis. Artinya, kalau ada calon presiden atau calon legislatif yang benar-benar bagus sejarah moralnya, barulah rakyat Marhaen boleh memberikan suaranya.

ada tidaknya perubahan dalam perubahan dalam pemilu 2024 tergantung pada kekuatan politik mana yang memenangkan pertarungan kekuasaan. Kekuatan yang menang dalam pemilu nanti, itulah yang akan punya kekuasaan menentukan arah politik negara. Termasuk dalam pemanfaatan kekayaan nasional (Sumber Data Alam Indonesia).

Karena itu, yang patut diperiksa adalah agenda ekonomi dari masing-masing partai politik dan Capres-Cawapres. Agenda ekonomi yang dimaksud adalah soal pengelolaan kekayaan alam nasional.

Saya sebagai pribadi sendiri menganggap pemilu 2024 sebagai arena “perebutan alat-alat produksi”. Menurutnya, elit-elit yang akan bertarung dalam pemilu mendatang akan mewakili kepentingan-kepentingan ekonomi. Seharusnya, jika kita mengacu pada konstitusi, yaitu pasal 33 UUD 1945, siapapun yang memenangkan pertarungan politik harus menempatkan alat produksi sebagai milik bersama demi mencapai kemakmuran bersama seluruh rakyat.

Saya kira jelas, konstitusi itu mengikat siapapun. Pasal 33 UUD 1945 sejak awal dimaksudkan untuk mengatur pemindahan alat produksi dari tangan kapitalis ke tangan rakyat banyak. Itulah makna sosialisme Indonesia yang berdasarkan PANCASILA. Saya sendiri dan hampir mayoritas Rakyat Marhaen tidak setuju dengan amandemen UUD 1945, khususnya pasal 33 UUD 1945, pada tahun 2002 lalu. Alasannya, amandemen itu telah membuat kapitalisme punya legitimasi konstitusional.

Saya tidak pesimis. Saya yakin, kalau ada kekuatan politik atau tokoh nasional yang berani menegakkan konstitusi, maka perubahan bisa terjadi di Indonesia. Pertanyaannya : adakah kekuatan politik dan tokoh nasional yang seperti itu? dengan mengambil pengalaman pemilu 2004, 2009 2014, dan terakhir 2019, rakyat Indonesia sulit menyandarkan harapan perubahan melalui jalur konstitusional yaitu, pemilu.

Partai-partai dan elit yang dulu kita pilih (pemilu 2004, 2009, 2014, dan 2019), terbukti korup dan tidak peduli dengan persoalan rakyat Marhaen. Tidak ada satupun diantara partai-partai itu yang turun ketika rakyat Marhaen digusur, tanah petani dirampas, atau ketika buruh mogok menuntut haknya.

Pemilu bisa dimanfaatkan untuk kepentingan gerakan. Tetapi harus jelas, bagaimana rakyat bisa mengontrol wakil-wakilnya yang diutus menjadi anggota DPR/DPRD/DPD dan Presiden-Wakil Presiden. Harus ada hukuman ketika mereka berkhianat kepada Rakyat Marhaen.

Saya sendiri menganggap tahun 2024 sebagai “tahun persimpangan”, yakni persimpangan antara elit lama atau yang baru untuk duduk di dalam kekuasaan versus rakyat Indonesia yang menginginkan nasibnya menjadi lebih baik.

Di satu sisi, apakah kita memberikan kesempatan kepada mereka (elit-elit lama) untuk berkuasa kembali atas diri kita. Ataukah, di sisi lain, menciptakan kesempatan bagi rakyat Marhaen untuk berkuasa atas nasibnya sendiri.

jika rakyat Marhaen ingin mengubah nasibnya, tidak ada pilihan lain selain berkuasa. Dalam prakteknya, rakyat Marhaen tak lagi menyerahkan kekuasaan kepada elit lama, tetapi rakyat Marhaen sendiri yang harus menduduki kekuasaan, baik legislatif maupun eksekutif, dari pusat hingga ke daerah.

YUDYA PRATIDINA MARHAENIS!

MERDEKA!

(Bandung, 12 Juli 2023)

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image