Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Muhammad Dahroji

Dampak Situasi Amerika Serikkat-China dan Kebijakan Industri Amerika Serikat ke Perekonomian Indones

Politik | Monday, 10 Jul 2023, 15:11 WIB

Indonesia dari sisi perdagangan internasional akan terpengaruh dari adanya situasi perlambatan ekonomi di China. China memiliki peranan yang sangat besar bagi perdagangan Indonesia. Bila terjadi perlambatan pertumbuhan ekonomi China, maka perekonomian dan perdagangan Indonesia pun berpotensi turun.

Angin segar dari China bakal sampai berhembus ke Indonesia sejalan dengan Negeri Tirai Bambu ini memiliki keterkaitan aktivitas ekonomi yang begitu erat dengan Indonesia. Baik dari sisi investasi, perdagangan, tenaga kerja, maupun pariwisata. Maka dari itu, peranan besar kontribusi China ke perekonomian negara kita juga cukup besar.

Amerika Serikat juga tentu melambat pertumbuhannya menuju resesi. Bahkan Eropa sudah resesi terlebih dahulu. Tentu saja ini menyulitkan mereka yang mengandalkan ekspor, terutama industri manufakturnya. Kalau kita lihat kontribusinya sekitar 25,4% dari total perdagangan kita (Indonesia) ke China share-nya. Sementara dibandingkan ekspor Indonesia ke AS 9,3%.

Jadi, tentu saja ini yang kemudian membuat pertumbuhan ekspor akan melandai di 2023 ini. Sementara itu, merujuk data perdagangan China, impor di China 32% diantaranya berasal dari Indonesia. Sehingga ke depan, diperkirakan ekspor ke China akan relatif melambat.

Perang dagang antara AS-China ini pada akhirnya mengarah pada perang teknologi tinggi terkait komputer antara keduanya (decoupling). Bagi negara yang tidak menguasai produksi teknologi ini, decoupling antara AS-China hanya memberi dua opsi: memihak salah satunya atau mengambil keduanya.

Memihak salah satu negara akan berkonsekuensi pada perenggangan hubungan politik sementara mengambil keduanya akan berkonsekuensi pada meningkatnya inefiseinsi biaya akibat adaptasi dua sistem teknologi yang berbeda.

Beberapa negara di Eropa, yang secara ekonomi sebenarnya tergolong maju namun tidak menguasai produksi teknologi ini, memilih untuk mengadaptasi secara selektif. Teknologi yang dipakai dalam sistem pemerintah dan militer hanya mengadopsi teknologi AS, sementara untuk masyarakat umum, baik produksi AS maupun China sama-sama diperjualbelikan.

Di masa industri berbasis internet (Internet of Things -IoT) dan industri 4.0 ini, teknologi tinggi di bidang komputer sudah menjadi faktor produksi yang krusial. Tidak bisa dibayangkan perusahaan start-up dapat berjalan tanpa chip penyimpanan berteknologi nano atau teknologi kecerdasan buatan.

Masalahnya, pengembangan industri 4.0 di Indonesia masih berkutat pada konsumsi ketimbang produksi. Artinya, kita masih bergantung pada faktor produksi dari luar negeri. Kebijakan proteksionisme AS dan perang teknologinya dengan China akan meningkatkan biaya faktor produksi.

Ketika biaya untuk faktor produksi meningkat, harga barang yang diproduksi juga akan meningkat. Konsumsi yang selama ini menjadi penopang pertumbuhan ekonomi, akan beralih menjadi liabilitas.

Kebijakan pemerintah untuk memasuki industri faktor produksi pun masih berkutat pada industri ekstraktif bernilai tambah rendah dengan biaya lingkungan tinggi. Betapapun pentingnya nikel dalam produksi baterai untuk mobil listrik, misalnya, tetap nilai tambahnya jauh lebih rendah ketimbang perakitan apalagi produksi mesinnya. Dalam kebijakan IRA pun, nikel dari Indonesia tidak termasuk bahan baku yang mendapat insentif.

Apalagi dalam beberapa tahun terakhir teknologi baterai yang lebih hemat energi dan ramah lingkungan tanpa menggunakan nikel sudah mulai dikembangkan. Jika teknologi tersebut telah diproduksi massal dan mampu menggantikan nikel sebagai bahan baku, bukan tidak mungkin ekstraksi nikel akan ditinggalkan. Sementara yang tersisa tinggallah lubang-lubang tambang yang menganga.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image