Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Jericho Julius Prabowo

Antara Ekonomi dan Politik: Impor Hewan Ternak Australia ke Indonesia dan Hubungan Bilateral

Politik | Monday, 26 Jun 2023, 15:46 WIB

Menjelang hari raya Idul Adha pada akhir bulan Juni ini, tentunya permintaan akan hewan kurban akan mengalami peningkatan yang drastis. Untuk memenuhi permintaan dan, tentunya, menjaga kestabilan harga daging di pasar, pemerintah Indonesia tidaklah asing dengan pemanfaatan impor daging dari luar negeri. Hal ini dipastikan lebih lanjut oleh Deputi Bidang Neraca dan Analisis Statistik Badan Pusat Statistik (BPS), Mohammad Edy Mahmud, yang menyebutkan bahwa nilai impor hewan ternak mengalami kenaikan sebesar 4% dari bulan April-Mei. Satu hal lainnya yang diungkapkan oleh Edy Mahmud adalah negara yang menjadi asal domba dan sapi hidup tersebut, yaitu Australia.

Petugas menurunkan sapi impor dari Australia di Pelabuhan Tanjung Priok

Australia merupakan negara yang memiliki sektor agrikultur yang cukup besar. Sektor rural (pertanian, peternakan, dan industri terkait) menyumbang sebesar 10% dari Produk Domestik Bruto (PDB) Australia yang besarnya $1,5 triliun. Berkaitan dengan industri peternakan, Australia juga merupakan produsen daging sapi terbesar ke-4 di seluruh dunia. Hal ini dikarenakan keunikan geografis Australia yang sangat besar – jika dibandingkan dengan penduduknya yang hanya berjumlah 25 juta jiwa – dan memiliki wilayah padang rumput yang luas, menjadikannya cocok untuk membudidayakan hewan ternak.

Sebaliknya, Indonesia sendiri yang berada tepat di garis khatulistiwa, beriklim tropis, dan sebagian besar wilayahnya berisikan hutan hujan tropi bukanlah sebuah negara yang dapat melakukan budidaya hewan ternak dengan skala seperti yang dilakukan oleh Australia. Dari sini kemudian Indonesia, sebagai negara dengan populasi lebih dari 250 juta orang, memerlukan adanya pemasukan komoditas berupa daging. Akan tetapi, mengingat bahwa Indonesia merupakan negara berpenduduk mayoritas Muslim, tentunya juga memiliki permintaan yang tinggi perihal hewan-hewan ternak yang masih hidup. Hal ini terlihat jelas pada momen-momen tahunan yang mendekati hari raya Idul Adha. Dengan kedekatan geografis antara kedua negara, yang mana Australia merupakan negara tetangga Indonesia, maka merupakan sebuah pilihan yang masuk akal bagi Indonesia untuk mengimpor hewan-hewan untuk kepentingan kurban dari Australia.

Bertemunya Perdagangan dan Perpolitikan Internasional

Membahas mengenai hubungan internasional, maka tentunya ada beberapa hal yang memiliki keterikatan kuat dan tidak dapat dilepaskan satu dengan yang lainnya. Salah satu hal tersebut adalah kaitan antara ekonomi (pada kasus ini perdagangan) dan politik. Hal ini dapat kita lihat dengan jelas pada postulat yang diberikan oleh Elster (1998) dan Glaeser (2005), yang melihat keterkaitan faktor emosional dan sosial terhadap aspek perekonomian. Oleh karena itu, jika kita berangkat dari teori tersebut, maka kita kemudian bisa menarik kesimpulan bahwa perekonomian yang berlangsung antara Indonesia dan Australia tentunya akan dipengaruhi dengan dinamika hubungan bilateral kedua negara tersebut.

Hubungan Indonesia-Australia dapat dikatakan sebagai tren yang selalu naik dan turun seiring keberjalanan waktu. Sebagai dua negara besar yang bersebelahan, tentunya kedua pihak menganggap serius hubungan ini. Dikutip dari Departemen Luar Negeri dan Perdagangan Australia, Indonesia merupakan salah satu partner bilateral paling penting yang dimiliki oleh Australia. Kerjasama yang dilakukan antara kedua negara – selain di bidang perekonomian dan perdagangan – berkisar pada sektor pertahanan yang diwakili oleh Annual Leaders’ Meeting setiap tahunnya, sektor iklim dan infrastruktur, terorisme, human trafficking dan cybercrime, hingga melalui berbagai organisasi regional yang melibatkan kedua negara. Dari sini kemudian kita dapat menilai bahwa kedua hubungan negara relatif cukup baik.

Akan tetapi, hubungan Australia-Indonesia tidaklah seperti berjalan di jalanan yang rata. Dalam dekade terakhir ini saja misalnya, beberapa hal menjadi suatu fokus yang meningkatkan ketegangan antara kedua negara ini. Isu-isu seperti sengketa batasan wilayah laut yang berada di sekitar Pulau Pasir, kasus eksekusi pengedar narkoba “Bali Nine” berkewarganegaraan Australia pada tahun 2015 silam, dan isu spionase / mata-mata asing oleh Australia yang dikirim ke Indonesia menjadi beberapa contohnya. Tentunya, jika kita melihat keterkaitan antara politik dengan ekonomi kedua negara, hal ini akan memberikan dampak yang negatif terhadap hubungan dan arus perdagangan kedua negara. Namun, apakah hal itu berlaku kepada Australia-Indonesia dan terbukti secara empiris?

Tren Perekonomian yang Stabil

Pada kasus-kasus tertentu, seperti misalnya hubungan antara Tiongkok-Jepang pada masa sengketa Pulau Diaoyu / Senkaku, meningkatnya ketegangan dapat memberikan imbas perekonomian antara produk-produk asing yang berada pada salah satu negara. Akan tetapi, mengacu kembali kepada impor komoditas hewan ternak Indonesia dari Australia, hal ini mengalami tren yang relatif naik tiap tahunnya.

Volume Impor Daging Sejenis Lembu dari Australia (2010-2021). Databoks.katadata.co.id

Di sisi lain, hal yang memberikan dampak signifikan terhadap laju perdagangan hewan ternak antara kedua negara adalah harga, dengan Indonesia yang mencari negara alternatif seperti Brazil untuk mendapatkan harga yang lebih murah, dan bukan hubungan bilateral antara kedua negara. Bahkan, neraca dagang Indonesia-Australia adalah neraca yang mengalami defisit terbesar setelah neraca dagang Indonesia-Tiongkok, menunjukkan seberapa besarnya arus perdagangan kedua negara.

Pada kasus Australia-Indonesia kemudian dapat kita katakan bahwa perpolitikan kedua negara tidak memberikan dampak yang begitu signifikan terhadap perdagangan, pada kasus ini perdagangan hewan ternak. Kedua negara tetap menjaga hubungan yang baik di sektor-sektor lainnya, mengingat adanya kepentingan kedua negara untuk menjaga stabilitas regional. Selain itu, terdapat banyak upaya rekonsiliasi, kooperasi, dan akomodasi antara kedua negara apabila terdapat sebuah hal yang menjadi titik perseteruan. Australia dan Indonesia menjadi contoh bagaimana negara dapat mengesampingkan kepentingan politis untuk mengedepankan kebutuhan pragmatis.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image