Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Nabila Kamelia

Kesetaraan Gender Terhadap Perempuan

Eduaksi | Thursday, 15 Jun 2023, 15:58 WIB
sumber :

https://encrypted-tbn0.gstatic.com/images?q=tbn:ANd9GcSVLzHE89gAd7ooBj2OXeGy_unEm_nFgaEu0g&usqp=CAU

Kesetaraan Gender sudah menjadi isu yang ada sejak masa penjajahan yang terjadi pada seluruh aspek kehidupan contohnya seperti Ibu (R.A.) Kartini yaitu sosok pelopor persamaan derajat perempuan nusantara yang mendedikasikan intelektualitas, gagasan, dan perjuangannya untuk mendobrak ketidakadilan yang dihadapi. Gender sendiri memiliki arti mengenai perbedaan peran, fungsi, dan tanggungjawab antara laki-laki dan perempuan. Sedangkan kesetaraan diartikan sebagai status yang sama antara individu dengan individu lainnya dalam lingkungan masyarakat. Sehingga kesetaraan gender dapat diartikan memberikan kesempatan yang sama untuk semua gender mengenai hak-haknya sebagai manusia, agar mampu berperan dan berpartisipasi dalam berbagai bidang yang ada di dalam masyarakat serta kesamaan dalam menikmati hasil pembangunan.

Perbedaan gender tersebut bukan berasal dari kodrat yang melekat antara laki-laki maupun perempuan melainkan dihasilkan dari konstruksi sosial yang dapat berubah serta tergantung waktu dan budaya setempat. Tentunya perbedaan gender atau diskriminasi gender tersebut terjadi dalam beberapa bidang dalam kehidupan masyarakat seperti bidang pendidikan, bidang pekerjaan, bidang politik, keluarga, dan lain sebagainya yang sudah terjadi sejak era penjajahan.

Bentuk-bentuk ketidakadilan gender dapat diklasifikasikan menjadi lima bentuk yaitu mulai dari stereotip, marginalisasi, violence, subordinasi, maupun peran ganda yang dijelaskan sebagai berikut.

Steorotip

Secara umum stereotip adalah pelabelan atau penandaan terhadap suatu kelompok tertentu yang seringkali merugikan dan menimbulkan ketidakadilan. Salah satu jenis stereotip bersumber dari perbedaan gender.

Marginalisasi

Yaitu peminggiran terhadap akses sumber daya, misalnya informasi dan teknologi, pendidikan, lapangan pekerjaan, yang mengakibatkan kemiskinan (pemiskinan), dan dapat menimpa laki-laki ataupun perempuan.

Violence (kekerasan)

dari semua sumber kekerasan yang ada, salah satu kekerasan terhadap jenis kelamin tertentu, yakni perempuan, disebabkan oleh anggapan gender yang eksis di masyarakat patriarki (berpusat pada kekuasaan laki-laki). Hal tersebut didasarkan pada persepsi dominan bahwa perempuan adalah makhluk lemah.

Subordinasi

Subordinasi adalah sikap merendahkan posisi/status sosial salah satu jenis kelamin/gender.

Peran Ganda

Adanya anggapan bahwa perempuan memiliki sifat memelihara dan rajin, serta tidak cocok untuk menjadi kepala rumah tangga, mengakibatkan semua pekerjaan domestik atau rumah tangga menjadi tanggungjawab perempuan. Selain itu, pekerjaan rumah tangga atau kerja domestik dianggap sebagai pekerjaan perempuan, maka meskipun perempuan bekerja di luar rumah.

Melihat dari Indeks Pembangunan Manusia (IPM) yakni sebuah model statistik yang diperkenalkan United Nations Development Programme (UNDP) pada tahun 1990, untuk mengukur kualitas hidup suatu wilayah. Angka IPM laki-laki dan IPM perempuan sama-sama mengalami peningkatan dalam tujuh tahun terakhir. Sejak tahun 2010 hingga sekarang, IPM laki-laki termasuk kategori “tinggi” yakni pada level di atas 70 dan perempuan berada pada level “sedang”. Artinya, kualitas hidup laki-laki dan perempuan semakin membaik. Hal ini diperkuat dari hasil penghitungan Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2015-2016 yang menunjukkan IPM perempuan naik sebesar 0,69 persen dari angka 66,98 menjadi 67,44. Sedangkan IPM laki-laki naik sebesar 0.92 persen dari angka 73,58 menjadi 74,26.

Selain itu hadirnya Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Perempuan atau Convention on the Elimination of All Forms of Discrimination Against Women (CEDAW) adopsi PBB tahun 1979 untuk melindungi hak-hak perempuan yang disahkan pada tanggal 3 September 1981, menjadikan Indonesia 1 dari 189 negara yang menandatangani hasil konvensi tersebut pada tanggal 29 Juli 1980. Baru kemudian di tanggal 13 September 1984, Indonesia meratifikasinya melalui Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1984 Tentang Pengesahan Konvensi Mengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Wanita (Convention On The Elimination Of All Forms Of Discrimination Against Women). Prinsip yang terdapat dalam konvensi CEDAW tersebut antara lain ialah Prinsip Kesetaraan Substantive, Prinsip Non-Diskriminasi, Prinsip Kewajiban Negara. Dan berbagai instrumen nasional lainnya serta Undang-Undang yang terdapat dalam hukum Indonesia yang berkaitan dengan Hak Asasi Perempuan.

Menurut Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Yohana Yembise, luas dan besarnya cakupan kesetaraan gender dalam berbagai bidang pembangunan, sangat membutuhkan sinergitas antar K/L, pusat-daerah, dan antar daerah juga berperan besar untuk meningkatkan daya ungkit pembangunan untuk mewujudkan tujuan pembangunan nasional, termasuk SDGs, secara merata dan adil.

Terwujudnya Kesetaraan dan Keadilan gender dapat ditandai dengan tidak adanya diskriminasi antara laki-laki maupun perempuan dalam kehidupan bermasyarakat sehingga mereka dapat memiliki kesempatan yang sama dalam sumber daya pembangunan, kesempatan berpartisipasi dan kontrol dalam seluruh proses pembangunan, serta memperoleh manfaat yang setara dan adil dari pembangunan.

source :

https://roboguru.ruangguru.com/question/jelaskan-pengertian-kesetaraan-dan-jelaskan-pula-pada-bidang-apa-saja-kesetaraan-harus_QU-UU4NDOK5

https://www.djkn.kemenkeu.go.id/artikel/baca/13859/Kartini-dan-Kesetaraan-Gender-No-One-Left-Behind.html

https://www.jalastoria.id/5-ketidakadilan-gender-ini-bentuknya/

https://www.kemenpppa.go.id/index.php/page/read/31/1696/gender-dan-perjalanan-indonesia-menuju-kesetaraan

  • #.
  • Disclaimer

    Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

    Berita Terkait

     

    Tulisan Terpilih


    Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

    × Image