Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Nesya Ekaputri

Menelisik Sisi Hukum Wasiat Wajibah Bagi Non Muslim Berdasarkan Putusan Hakim

Agama | Friday, 09 Jun 2023, 16:24 WIB
foto: ilustrasi wasiat wajibah

Proses perjalanan kehidupan manusia dari mulai lahir sampai meninggal membawa pengaruh dan akibat hukum pada lingkungannya. Kelahiran membawa akibat timbulnya hak dan kewajiban bagi dirinya dan orang lain serta timbulnya hubungan hukum antara dirinya dengan keluarga, masyarakat, dan lingkungannya. Demikian juga dengan kematian seseorang, membawa akibat hukum, salah satu akibat hukum yang timbul adalah menyangkut hak keluarga dan kerabat terhadap seluruh harta peninggalannya.

Lebih lanjut, Dalam sistem hukum perdata di Indonesia, hak dan kewajiban terkait dengan harta peninggalan orang yang telah meninggal diatur dalam hukum kewarisan. Tepatnya dalam Pasal 171 Kompilasi Hukum Islam (KHI), hukum kewarisan diartikan sebagai hukum yang mengatur tentang pemindahan hak pemilikan harta peninggalan (tirkah) pewaris, menentukan siapa-siapa yang berhak menjadi ahli waris dan berapa bagian masing-masing. Di satu sisi, pasal 194 sampai pasal 208 mengatur tentang wasiat biasa. Namun, dalam Pasal 209 mengatur tentang wasiat yang khusus diberikan untuk anak angkat atau orang tua angkat. Di dalam konsep hukum islam, hal tersebut dinamakan dengan wasiat wajibah. Konsep wasiat harta dalam Islam ditujukan kepada kerabat jauh atau kerabat yang tak mendapat hak peroleh waris dan juga terhadap orang lain. Dari pemahaman inilah berkembang teori penalaran hukum atas hukum wasiat hingga sampai pada penalaran tentang kedudukan hukumnya, dan terakhir menyangkut wasiat wajibah.

Wasiat wajibah di Indonesia sebenarnya mulai dikenal bersamaan dengan lahirnya KHI, sebagai perwujudan konsensus ahli hukum Islam di Indonesia. Ini berarti, bahwa wasiat wajibah merupakan produk baru hukum wasiat dalam hukum Islam di Indonesia.

Lebih lanjut, KHI di Indonesia mempunyai ketentuan tersendiri tentang konsep wasiat wajibah, yaitu membatasi orang yang berhak menerima wasiat wajibah hanya kepada anak angkat dan orang tua angkat saja. Terhadap orang tua angkat yang tidak menerima wasiat diberikan wasiat wajibah maksimal sebanyak sepertiga dari harta warisan anak angkatnya, sedangkan terhadap anak angkat yang tidak menerima wasiat diberi wasiat wajibah sebanyak sepertiga dari harta orang tua angkatnya.

Berdasarkan hal tersebut, artikel ini secara sederhana mencoba untuk membedakan tentang wasiat wajibah yang dimaksud oleh hukum islam dan juga hukum positif

Konsep Wasiat Wajibah

Sejatinya, Wasiat wajibah dapat diartikan sebagai suatu pemberian yang wajib kepada ahli waris atau kaum keluarga terutama cucu yang terhalang dari menerima harta warsian karena ibu atau ayah mereka meninggal sebelum kakek atau nenek mereka meninggal atau meninggal bersamaan. Ini karena berdasarkan hukum waris mereka terhalang dari mendapat bagian harta peninggalan kakek dan neneknya karena ada ahli waris paman atau bibi pada cucu tersebut.

Lebih lanjut, Wasiat wajibah diterapkan sebagai jalan untuk pemerataan harta peninggalan bagi orang-orang yang tidak dapat mewarisi, tetapi orang-orang tersebut mempunyai hubungan batin yang sangat erat walaupun bukan hubungan pertalian darah.

Oleh karena itu dalam perspektif filosofis, sebagaimana yang dikemukakan oleh Ahmad Ali MD dalam bukunya menguak tabir hukum suatu kajian filosofis dan sosiologis menyebutkan bahwa, pemberian wasiat wajibah kepada ahli waris yang non muslim dapat dibenarkan dan sejalan dengan prinsip-prinsip Islam yang mendasar, yakni prinsip kesetaraan, prinsip kebebasan memeluk agama, persaudaraan, keadilan, disamping prinsip kemaslahatan, yaitu dapat menimbulkan hubungan yang

harmonis antara pemeluk agama yang berbeda.

Permasalahan Tentang Wasiat Wajibah

Dalam hukum islam telah diatur dengan jelas bahwasanya setiap orang yang berbeda agama tidak dapat saling mewarisi, baik orang Islam mewarisi kepada non Islam dan juga sebaliknya.

Di dalam surat al baqarah ayat 180, Allah SWT berfirman:

كتب عليكم إذا حضر أحدكم الموت إن ترك خيرا الوصيّة للوالدين واألقربين بالمعروف حقا على المتقين

Artinya : “Diwajibkan atas kamu, apabila seorang diantara kamu kedatangan (tanda-tanda) kem

atian, jika ia meninggalkan harta yang banyak, berwasiat untuk ibu-bapak dan kerabatnya secara baik, (ini adalah) kewajiban atas orang-orang yang bertakwa.”(Q.S. Al-Baqarah : 180)

Lebih lanjut, Kata “kutiba” merupakan bentuk lain dari fi’il madi “kataba”. Menurut al-Damaghana, bahwa kata “kataba” yang digunakan dalan Al-Qur’an menunjukan hanya ada empat makna, yaitu: furida (diwajibkan), qudiya (ditetapkan), ju’il (dijadikan), umira (diperintahkan). Adapun khusus pada Q.S. 2: 180 kata tersebut dimaknai sebagai furiḍa, artinya diwajibkan kepada orang muslim yang kedatangan tanda-tanda kematian untuk berwasiat kepada ibu-bapak dan kerabatnya dengan batas maksimal sepertiga.

Namun, dalam praktiknya hakim di tingkat pengadilan tinggi tepatnya pada tanggal 22 Mei 2008. Mahkamah Agung mengabulkan kasasi dari Pemohon Kasasi Evie Lany Mosinta tersebut demi membatalkan Putusan Pengadilan Tinggi Makasar Nomor: 59/Pdt.G./2009/PTA.Mks. dan menetapkan hak kewarisan kepada non-Muslim berdasarkan wasiat wajibah. Didalam putusan tersebut menyebutkan, bahwa seseorang yang non muslim berhak mendapatkan wasiat wajibah dengan beralasan.

Pertama, Alasan undang-undang bahwa perkawinan mereka sah dan tercatat di catatan sipil sehingga mengacu kepada undang-undang perdata. Kedua, ELM sebagai istri MAR telah mengabdi kepada suaminya selama kurang lebih 18 tahun. Ketiga, Para ulama seperti Yusuf al-Qordhawi telah memberikan fatwa bolehnya non-muslim mewarisi seorang Muslim. Keempat, MA mengannggap hal tersebut sebagai wasiat wajibah.

Berdasarkan permasalahan tersebut, maka dapat disimpulkan. Pertama, Wasiat wajibah terhadap non muslim dalam perspektif hukum Islam tidak dibolehkan, hal ini didasarkan pada kesepakatan jumhur ulama bahwa hukum wasiat adalah sunnah sehingga tidak ada wasiat yang wajib. Dalil tentang wasiat yang terdapat dalam surah al-Baqarah ayat 180 dengan menggunakan argumen bahwa kata kutiba dalam ayat tersebut sudah dinasakh oleh ayat-ayat mawaris yang sudah menjelaskan bagian setiap ahli waris dengan ketentuan yang sudah pasti. Sehingga wasiat yang semula hukumnya wajib menjadi sunah.

Kedua, Hukum wasiat wajibah terhadap non muslim dalam perspektif hukum positif tidak diatur secara normatif dalam rumusan yang jelas, baik dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPdt) maupun dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI). Ketiadaan aturan yang jelas tentang hal ini menunjukkan bahwa hukum wasiat wajibah terhadap non muslim dalam perspektif hukum positif adalah diperbolehkan.

Oleh karenanya, seorang non muslim berhak mendapatkan wasiat wajibah untuk menjalin suatu hubungan yang baik diantara manusia yang lainnya tanpa harus mempertimbangkan agama mereka.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image