Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Suprianto Haseng

Dilema Melindungi Kedaulatan, Ancaman Udara China di Laut China Selatan

Rubrik | Tuesday, 21 May 2024, 10:13 WIB
Ilustrasi Pesawat Tempur China Foto: AFP/WANG ZHAO

Bismillah, mari kita mulai dengan secangkir kopi dan cerita tentang diplomasi di antara pulau-pulau nusantara dan samudera yang jauh. Indonesia dan China, dua negara yang berada di ujung-ujung Asia, punya hubungan yang gak biasa-biasa aja. Dari bisnis hingga budaya, mereka saling berbagi lebih dari sekadar mie goreng dan teh hijau.

Tapi, cerita ini punya bumbu yang agak pedas juga. Salah satu dilema terbesar yang dihadapi oleh Indonesia adalah konflik di Laut Cina Selatan. Bayangkan aja, negara kepulauan kayak kita ini harus melindungi kedaulatan sambil berjibaku di tengah kehebohan perairan internasional.

Nah, masalahnya belum selesai di situ. Di atas sana, di angkasa, ada ancaman yang mengintai: China. Waspada, katanya. Jadi, bagaimana caranya kita bisa bersikap bijak dalam menjaga kedaulatan sambil juga menjaga hubungan yang sudah terjalin baik ini?

Itu dia, kopi selesai diseduh, dan cerita pun mulai terurai. Ayo, mari kita kupas satu per satu.

Nah, Konflik Laut China Selatan telah menjadi salah satu isu geopolitik yang cukup kompleks di kawasan Asia Tenggara. Persaingan klaim kedaulatan teritorial antara China dengan beberapa negara di wilayah tersebut, termasuk Indonesia, telah menimbulkan dilema yang serius dalam menjaga kedaulatan dan kepentingan nasional. Selain klaim teritorial, Indonesia juga harus waspada terhadap ancaman serangan udara China yang dapat membahayakan keamanan negara.

Dilema ini muncul dari fakta bahwa China mengklaim wilayah maritim yang mencakup sebagian wilayah maritim Indonesia, termasuk perairan teritorial di Laut Natuna Utara, yang telah secara resmi dinyatakan sebagai wilayah Indonesia. Selain itu, Indonesia memiliki hubungan ekonomi yang erat dengan China. China adalah mitra dagang terbesar Indonesia dan investasi China memainkan peran penting dalam pembangunan infrastruktur dan sektor ekonomi Indonesia. Konflik terbuka dengan China dapat menimbulkan konsekuensi serius bagi perekonomian Indonesia. Oleh karena itu, Indonesia harus menemukan keseimbangan antara menjaga kedaulatan dan kepentingan ekonomi nasionalnya.

Pemerintah Indonesia telah mengambil beberapa langkah untuk menanggapi ancaman konflik yang mungkin terjadi di Laut China Selatan. Salah satunya adalah pembangunan pangkalan militer Indonesia di Natuna, yang dimaksudkan untuk mempertahankan wilayah laut Indonesia dan mencegah aktor-aktor asing, seperti pasukan paramiliter yang menyamar sebagai nelayan, memasuki wilayah Indonesia secara ilegal.

Dalam buku putih pertahanan yang diterbitkan pada tahun 2015, pemerintah Indonesia menyatakan bahwa upaya militerisasi dan modernisasi China dapat menimbulkan dilema keamanan di antara negara-negara yang bertikai. Oleh karena itu, Pemerintah Indonesia harus memastikan bahwa pembangunan kekuatan militer ini tidak memicu efek domino berupa persaingan persenjataan antara negara-negara yang terlibat, yang jika terjadi, dapat menyebabkan konflik meningkat ke tahap yang lebih berbahaya.

Jika kita telusuri, China menempati peringkat ketiga dari 140 negara setelah Rusia dan Amerika Serikat, yang masing-masing menempati peringkat kedua dan pertama dalam peringkat kekuatan militer tahun 2022. Menurut Global Fire Power, China memiliki total 3.285 angkatan udara dengan 1.200 (36,5%) jet tempur, 371 (11,3%) jet tempur khusus, 144 (3,5%) pesawat misi khusus, 921 (27,8%) helikopter, 3 (0,1%) pesawat tanker, dan 281 (8,6%) helikopter serang (Global Fire Power, 2022).

Angkatan udara China tentu saja sangat kuat karena China terus mengembangkan teknologi jet tempur dan mengklaim telah mengembangkan jet tempur generasi kelima. Jumlah yang banyak dan alutsista yang canggih membuat China menjadi negara yang patut diwaspadai karena menjadi ancaman bagi negara-negara di kawasan Asia Tenggara, terutama yang sedang berkonflik dengan China di Laut China Selatan.

Dalam hal kekuatan persenjataan global, Indonesia berada di urutan ke-15 dari 140 negara (Global Fire Power 2022). Angkatan udara terdiri dari total 445 pesawat, termasuk 41 (9,2%) jet tempur, 23 (5,2%) jet tempur khusus, 17 (3,8%) pesawat misi khusus, 1 (0,2%) pesawat tanker, 172 (38,7%) helikopter, dan 15 (3,4%) helikopter tempur (Global Fire Power, 2022).

Angka-angka ini menunjukkan bahwa Indonesia mungkin merupakan negara yang patut diperhitungkan dalam hal kekuatan udara di kawasan Asia Tenggara, namun sayangnya, dalam hal kekuatan militer, Indonesia bukanlah tandingan dari musuh yang dihadapinya, yaitu China. Sengketa di Laut China Selatan telah berdampak pada Indonesia. Meskipun Indonesia bukan merupakan salah satu negara pengklaim, namun letak geografis Indonesia yang membelah Laut China Selatan membuat kedaulatan Indonesia atas Laut Natuna Utara menjadi sangat terancam.

Tindakan agresif China di Laut Natuna Utara memaksa Indonesia untuk membawa masalah ini ke meja perundingan. Sayangnya, Indonesia dan China tidak dapat menemukan solusi di meja perundingan karena Indonesia menolak untuk mengakui nine dash line dan China tidak mengakui ZEE atas Laut Natuna Utara. Karena masalah ini belum terselesaikan, Indonesia perlu mempertahankan haknya atas Laut Natuna Utara dari ancaman China.

Kita semua tahu bahwa China adalah negara dengan kekuatan militer yang sangat besar. Selain itu, China merupakan negara dengan alutsista yang canggih karena sangat agresif dalam mengembangkan teknologi dan karena perkembangan ekonomi China yang meningkat memungkinkannya untuk terus memperbaharui alutsistanya.

Dibandingkan dengan China, Indonesia tentu tidak memiliki kemampuan yang cukup untuk melawan China karena kemampuan militer Indonesia jauh di bawah China. Ketegangan antara China dan Indonesia memungkinkan China untuk melakukan operasi strategis di Laut Natuna Utara. Oleh karena itu, Indonesia membutuhkan strategi yang dapat digunakan untuk melawan operasi strategis China.

Jadi, strategi apa yang harus dipersiapkan untuk menghadapi ancaman serangan China?

Ancaman serangan udara oleh China dapat dikaitkan dengan dua faktor. Pertama, dalam konteks Laut Cina Selatan, Cina dapat menggunakan kekuatan udara militer untuk mengintimidasi negara-negara tetangganya dan menegaskan klaim teritorialnya. Kedua, Cina memiliki kapasitas proyeksi kekuatan yang terus berkembang, yang dapat digunakan untuk mempengaruhi wilayah di luar Laut Cina Selatan.

Menyikapi dilema kedaulatan dalam konflik Laut China Selatan melibatkan beberapa elemen strategis yang bertujuan untuk mempertahankan kepentingan nasional Indonesia dan melawan ancaman dari konflik di kawasan. Inilah beberapa strategi yang dapat diterapkan:

1. Pengembangan kekuatan angkatan laut:

Indonesia harus meningkatkan kekuatan angkatan lautnya untuk mempertahankan wilayah maritimnya dan melawan ancaman dari konflik di Laut China Selatan. Hal ini mencakup pengembangan kapal perang, kapal patroli dan kapal-kapal lain yang dapat digunakan untuk mempertahankan wilayah maritim dan melawan ancaman.

2. Peningkatan kerja sama internasional:

Indonesia harus meningkatkan kerja sama dengan negara-negara lain di dalam dan di luar ASEAN untuk melawan ancaman dari konflik di Laut China Selatan. Kerja sama ini dapat membantu meningkatkan keamanan dan stabilitas di kawasan.

3. Mengembangkan strategi pertahanan maritim:

Indonesia harus mengembangkan strategi pertahanan maritim yang efektif untuk menghadapi ancaman yang ditimbulkan oleh konflik di Laut China Selatan. Strategi ini dapat mencakup pengerahan kapal perang, kapal patroli, dan kapal-kapal lain yang dapat digunakan untuk mempertahankan wilayah laut dan menghadapi ancaman-ancaman baru.

3. Pengembangan wilayah geostrategis Indonesia:

Indonesia harus memperkuat pengembangan kawasan geostrategis untuk mempertahankan kepentingan nasional dan menghadapi ancaman konflik di Laut China Selatan. Kawasan geostrategis ini dapat membantu meningkatkan keamanan dan stabilitas di kawasan.

4. Menerapkan strategi A2/AD

Indonesia harus menerapkan strategi A2/AD yang efektif untuk melawan ancaman konflik di Laut China Selatan. Strategi ini dapat mencakup pengerahan sistem pertahanan udara, laut, dan darat yang dapat digunakan untuk mempertahankan wilayah laut dan melawan ancaman yang muncul.

5. Mengembangkan kemampuan kecerdasan buatan (AI)

Indonesia juga perlu mengembangkan kemampuan kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI), yang akan memainkan peran utama tidak hanya di bidang militer tetapi juga di semua aspek kehidupan manusia di masa depan. Militer Barat bahkan mengembangkan drone seukuran pesawat terbang untuk tujuan spionase. Itu hanya sebagian dari apa yang mereka kembangkan.

Dengan mengintegrasikan strategi-strategi ini, Indonesia dapat meningkatkan keamanan dan stabilitas di kawasan Laut China Selatan dan menghadapi ancaman yang timbul dari konflik di kawasan tersebut.

Indonesia dapat menerapkan strategi A2/AD dengan lapisan militer-strategis. Indonesia dapat mengembangkan pertahanan udara yang berfokus pada perencanaan, regulasi, dan pengadaan. Perencanaan dalam bentuk rencana strategis Indonesia untuk melawan operasi strategis China, regulasi dalam bentuk pengorganisasian angkatan laut berdasarkan fungsi yang sesuai dengan rencana strategis yang telah ditetapkan, dan pengadaan dalam bentuk pengadaan alutsista seperti rudal balistik jarak jauh, senjata pemusnah massal, siber, senjata anti satelit, dan pembaruan sistem operasi untuk lebih mengintegrasikan strategi pertahanan udara.

Pada akhirnya, dilema kedaulatan Indonesia dalam konflik Laut Cina Selatan merupakan tantangan yang cukup kompleks yang perlu ditangani dengan hati-hati dan bijaksana. Penting bagi Indonesia untuk tetap waspada terhadap serangan udara China yang dapat mengancam kedaulatan negara. Mengingat konflik ini, diplomasi, dialog, dan pertahanan yang lebih baik merupakan langkah-langkah yang diperlukan untuk melindungi kepentingan nasional Indonesia.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image