Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Dewi chairani

Antara Indonesia dan Konflik Laut China Selatan

Update | Friday, 31 May 2024, 12:48 WIB

Terjadi ketegangan di Laut China Selatan tidak jauh berbeda seperti menonton drama Seaguk Korea. Sama-sama memperebutkan kekuasaan, kalau korea antara Ibu Suri, Dewan menteri dan ratu, sedangkan Laut China Selatan antara Filipina, China, Taiwan, Vietnam, Brunei Darussalam dan Malaysia.

Ketegangan kembali tersulut pasca penembakan meriam air terhadap kapal Penjaga Filipina yang dilakukan oleh kapal penjaga China pada 30 April 2024 di Scarborough Shoal. Setelah kejadian ini Filipina melakukan pelatihan militer dengan AS, untuk mengantisipasi adanya pergolakan yang semakin tajam.

Big Why Laut China Selatan menjadi Sengketa.

Lalu, kenapa zona ini menjadi sengketa? Karena merupakan gerbang komersil jalur perlayaran dan industri logistik dunia. Laut Chins Selatan merupakan jalur tercepat dari Samudra Pasifik ke Samudra Hindia yang menghubungkan Asia Timur dengan India, Asia Barat, Eropa dan Afrika.

Banyak potensi alam yang dimiliki juga tidak main-main. Sumber daya hasil laut, 11 miliar barel minyak yang belum dimanfaatkan juga 190 kubik cadangan gas alam.

Total nilai perdagangan yang melintas di Laut China Selatan mencapai 3,37 Triliun pada tahun 2017, menurut CFR Global Conflict Tracker. Termasuk juga perdagangan Gas Alam Cair Global pada 2017 yang transit melalui Laut China Selatan, mencapai 40 persen dari total konsumsi dunia.

Pengaruhnya Bagi Indonesia

Jika dilihat dari letak geografis, daerah Indonesia yang bersentuhan langsung dengan Laut China Selatan adalah kepulauan Natuna. Tentu cukup mengkhawatirkan jika terjadi konflik di Laut China Selatan, karena Natuna bisa jadi sasaran peluru nyasar, dan juga akibat lain yang bisa terjadi pada daerah yang terkena konflik.

Selain itu, jika konflik ini sampai terjadi, maka bisa jadi area Selat Malaka akan ditutup karena juga berdekatan dengan Laut China Selatan. Pelayaran dengan jalur timur - barat antara Indonesia dan Malaysia akan berhenti, dan belum menemukan jalur alternatif.

Andai juga mengganti rute melalui selat Torres ke utara Australia, belum memadai karena memiliki kedalaman yang dangkal plus bisa merusak terumbu karang di daerah tersebut. Jika kedalaman air masih dangkal, sementara yang akan melewati adalah kapal-kapal pelayaran besar, tentu akan membahayakan kapal juga. Pun berdampak buruk pada lingkungan karena merusak terumbu karang yang membutuhkan waktu ratusan tahun untuk tumbuh berkembang.

Dampak Ekonomi

Selain berpengaruh pada lingkungan, ketegangan yang terjadi di kawasan Laut China Selatan tentu berdampak pada ekonomi kita. Lho, kok bisa?

Seperti pada perdagangan yang didistribusikan lewat jalur laut. Tentu jika terjadi konflik, maka kapal dagang tidak akan bisa melewati jalur biasa, yaitu jalur timur - barat, antara Samudra Pasifik dan Samudra Hindia melalui Laut China Selatan. Rute ini tentu menyentuh area konflik (jika terjadi). Jika menggunakan jalur alternatif, maka akan menambah biaya, otomatis biaya distribusi barang juga akan bertambah. Dan secara praktis, akan ada kenaikan harga pada barang.

Dampak ekonomi lainnya tentu pada daerah yang paling dekat dengan Laut China Selatan, kepulauan Natuna. Ketika terjadi konflik keamanan pulau dari sisi maritim harus ditingkatkan. Bisa jadi dengan pengawasan yang lebih intens, penyediaan alat militer, dan antisipasi lainnya. Tentu negara harus mengeluarkan biaya lebih untuk menjaga keselamatan pulau indah ini.

Adakah Alternatif yang Bisa Dilakukan?

Dari beberapa sumber yang telah dirangkum, ada beberapa solusi yang bisa dilakukan. Diantaranya, menggelar operasi paduan antara TNI, Bakamla (Badan Keamanan Laut), kapal-kapal KKP (Kementrian Kelautan dan Perikanan) yang harus memakai simbol negara, contohnya bendera kebangsaan.

Hal lainnya adalah, pemerintah daerah harus menyiapkan para nelayan setempat untuk dapat memanfaatkan laut sendiri. Jadi tidak perlu berlayar hingga mendekati zona teritori, karena akan berbahaya.

Upaya lainnya adalah dengan membangun hubungan baik dengan negara-negara yang memiliki konflik seperti, Malaysia, Brunei Darussalam, China, Filipina dan Taiwan.

Tentu besar harapan kita, konflik ini tidak sampai pecah, gesekan-gesekan kecil yg baru terjadi ini, semoga bisa diredam oleh berbagai pihak, terutama dari PBB atau organisasi internasional lain yang memiliki kewenangan lebih besar mendamaikan sengketa ini.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image