Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image SINTIA ASTIANTI

Strategi Maritim Indonesia dalam Konflik LCS sebagai Ancaman Kedaulatan Geopolitik Indonesia

Politik | Tuesday, 28 May 2024, 23:36 WIB
Sumber : Pixels

Laut China Selatan merupakan perbatasan dengan Vietnam di sisi Timur, Filipina, Malaysia, Brunei di sisi Timur, Indonesia, Malaysia, Taiwan. Laut China Selatan ini merupakan satu perairan strategis yang paling diperebutkan oleh China dan sejumlah negara di ASEAN. Laut China Selatan dipandang sebagai perairan dengan sumber daya alam dan hasil laut yang melimpah, jalur strategis jalur transportasi perdagangan internasional khususnya dalam angkutan minyak bumi dan gas yang menyambungkan dua Samudera yaitu Samudera Hindia dan Samudera Pasifik. Nilai komoditas perairan ini disebut bisa mencapai triliunan dolar. Hal tersebutlah yang kerap memicu sengketa panas terhadap LCS oleh negara-negara kawasan. Beberapa aktivitas dan klaim Laut China Selatan menimbulkan ketidakstabilan situasi di kawasan tersebut karena klaim tersebut bersinggungan dengan kedaulatan dan hak berdaulat dengan Negara - Negara lain. Sengketa atau konflik Laut China Selatan tidak bisa dilepaskan dengan klaim sepihak negara kawasan termasuk China dalam hal kepemilikan wilayah perairan tersebut. Klaim ini bermula ketika China pada 1947 memproduksi peta LCS dengan sembilan garis putus-putus dan menyatakan bahwa wilayah yang masuk dalam lingkaran garis tersebut termasuk Kepulauan Spartly dan Paracel sebagai wilayah teritorinya.

Dalam konvensi hukum laut internasional di bawah PBB atau UNCLOS 1982 China tercatat sebagai negara yang ikut mendatanganinya. Menurut UNCLOS negara yang akan memiliki kedaulatan atas perairan adalah dengan membentangnya 12 mil laut dari wilayahnya, terdapat juga kegiatan ekonomi dengan jarak 200 mil laut atau sering disebut Zona Ekonomi Eksekutif. Namun China berpendapat bahwa klain sembilan garis putus-putus tersebut ada setelah perang dunia kedua dan muncul sebelum UNCLOS 1982. Dalam putusan Manhkamah Arbitrase Internasional pada tahun 2016, Mahkamah Arbitrase PBB menyatakan bahwa China tidak memiliki dasar hukum untuk dapat mengklaim wilayah perairan di Laut China Selatan, namun negara China tidak menerima atas putusan tersebut.

Apa Hubungannya dengan Indonesia?

Indonesia bukan negara yang ikut dalam mengklaim di kawasan Laut China Seelatan, tetapi karena jalur lintas pelayaran, hak atas wilayah maritim dan wilayah ZEE Indonesia yang berada dalam perlintasan kawasan yang diperebutkan oleh negara klaim Laut China Selatan membuat Indonesia harus waspada akan adanya ancaman dari konflik Laut China Selatan ini. Walaupun Indonesia tidak termasuk kedalam claimant states, namun sembilan garis putus-putus yang diklaim oleh China telah bersinggungan dengan kepentingan nasional Indonesia di Laut Natuna Utara. Indonesia sebagai salah satu negara dari ASEAN juga memiliki kewajiban untuk turut menjaga stabilitas keamanan di kawasan tersebut. Selain itu, Indonesia juga yang wilayahnya berbatasan langsung dengan Laut China Selatan berpotensi akan dampaknya secara langsung apabila terjadi eskalasi konflik di wilayah Laut China Selatan, oleh karena itu menjaga stabilitas keamanan di kawasan baik dari persaingan kekuatan major power dan keamanan pelayaran internasional menjadi dua kepentingan Indonesia.

Ancaman terhadap Indonesia Akibat Konflik Laut China Selatan

Nelayang-nelayan China bahkan memasuki wilayah ZEE Indonesia dan melakukan illegal fishing, hal ini tentu saja menjadi ancaman terhadap keamanan dan kedaulatan teritorial Indonesia, bahkan tidak hanya menyangkut sumber daya maritim dalam bentuk kekayaan hayati, energi, gas dan minyak tetapi juga dalam bentuk klaim china’s traditional fishing ground yang menyentuk ZEE Indonesia. Bagi Indonesia Laut China Selatan termasuk Sea Lines of Trade (SLOT) karena itu adalah jalur utaman yang menghubungkan ekonomi dunia dari Timur ke Barat, apabila terjadi sengketa Indonesia akan merasakan dampak yang signifikan kalau membatasi atau sampai menutup akses Indonesia terhadap jalu itu.

Dalam konflik LCS itu juga bisa dikatakan akan berdampak pada ancaman keamanan tradisional dan ancaman keamanan non-tradisional. Ancaman tradisional yang berasal dari aktor negara ataupun militer yang membahayakan negara lain, ancaman ini berupa great power rivalry antara AS dan China yang berpotensi akan tereskalasi menjadi perang terbuka dan dapat terjadi di wilayah perairan maritim Indonesia, sehingga akan menyeret atau melibatkan Indonesia. Sedangkan dari segi keamanan non-tradisional yang mengacu pada ancaman human security, Indonesia sendiri terancam akan perompakan, illegal fishing dan kriminal tradisional. Dengan begitu dapat dikatakan bahwa ancaman tradisional maupun ancaman non-tradisional tersebut merupakan tantangan bagi keamanan maritim Indonesia yang dipengaruhi oleh geopolitik Indonesia yang strategis.

Strategi Pertahanan Maritim Indonesia

Indonesia sedang aktif mendorong transformasi kekuatan maritim melalui berbagai inisiatif terutama dalam konsep Poros Maritim Global (Global Maritime Fulcrum/GMF). Pada presiden Jokowi ini ia menekankan isu kelautan sebagai fokus utama dalam visi dan misinya dengan dapat memanfaatkan momentum dari pembahasan mengenai kelautan sebelumnya. Terdapat strategi Sea Power yang menekankan pada empat bidang diplomasi yaitu: identitas samudera Indonesia, meningkatkan citra internasional, memperluas kehadiran di kawasan India dan Samudera Pasifik, serta memperkuat diplomasi publik. Hal itu dilakukan bertujuan untuk dapat membangun kekuatan maritim yang terintegrasi dengan pembangunan nasional, dapat mencapai status Indonesia sebagai kekuatan menengah di kawasan Indo-Pasifik yang dapat memiliki cakupan wilayah laut yang luas.

Presiden Jokowi juga merincikan pilar upaya untuk dapat mewujudkan maritim dunia yaitu dengan membangun kembali budaya maritim, menjaga sumber daya laut, mengembangkan infrastruktur maritim, diplomasi maritim dan kekuatan pertahanan maritim. Implementasi kebijakan Poros Maritim Dunia ini mendapatkan respon dari berbagai negara diluar Asia Tenggara ataupun diluar ntah itu mendukung bahkan menentang. Realisasi Poros Maritim Dunia ini bergantung pada upaya yang dilakukan terhadap illegal fishing, mengurangi overfishing dan merehabilitasi kerusakan laut serta pesisir, oleh karena itu penting untuk dapat membangun kekuatan TNI-AL supaya dapat mendukung dokrin Poros Maritim Dunia ini, sehingga dapat menjadikan kekuatan maritim yang dihormati ditingkat regional tanpa adanya mengesampingkan pemanfaatan teknologi seperti alutsista nirawak (drone).

Kebijakan Poros Maritim Dunia ini dibangun dengan realistis karena mempertimbangkan letak geopolitik dan geostrategis Indonesia yang menguntungkan. Sebagian besar pertahanan TNI-AL berfokus pada internal dan non-tradisional. Indonesia juga harus meningkatkan dan kestabilan wilayah laut Natuna maka perlunya peremajaan Alutsisa TNI-AL yang lebih modern, pelatihan-pelatihan perlu ditingkatkan.

Dalam diplomasi pertahanan Indonesia harus menerapkan beberapa strategi yaitu: Dalam aspek negara,dimana indonesia melakukan strategi diplomasi terhadap negara-negara yang menclaim Laut China Selatan agar konflik di laut china selatan dapat berkurang ketegangannya,dan juga lewat konflik ini indonesia sebagai motor dan pengagas terbukanya kerjasama multilateral antara negara-negara yang aktif dalam konflik Laut China Selatan. Penting juga untuk terus memperkuat diplomasi maritim dan mempromosikan prinsip-prinsip hukum internasional, seperti UNCLOS dalam menyelesaikan sengeketa ini. Penting juga bagi Indonesia untuk menjalin kerja sama regional dengan negara-negara ASEAN dan mitra internasional supaya dapat membangun kerangka kerja yang kuat untuk penyelesaikan konflik atau menghadapi ancaman yang di akibatkan oleh konflik Laut China Selatan ini. Kerja sama dengan negara-negara yang memiliki kepentingan yang sama dalam memperjuangkan perdamaian dan kestabilan kawasan ini akan mempermudah dalam menghadapi ancaman akibat konflik ini.

Referensi

Sunoto. S, Fahriani. A, dan Napang. M, “Dampak Sekuritisasi Konflik Laut Cina Selatan terhadap Keamanan Maritim Indonesia”. Diakses dari https://scholarhub.ui.ac.id/cgi/viewcontent.cgi?article=1087&context=jkskn

Sulustyani. Y, Pertiwi. A dan Sari. M, “Respons Indonesia Terhadap Sengketa Laut China Selatan Semasa Pemerintahan Joko Widodo [Indonesia’s Responses toward the South China Sea Dispute During Joko Widodo’s Administration". Diakses dari https://jurnal.dpr.go.id/index.php/politica/article/view/2149

Putra, Perdana dan Rahman, Abdul. "Penyelesaian Sengketa Laut Cina Selatan Menurut Hukum Internasional Sesuai Dengan Putusan Mahkamah Arbitrase Internasional Tahun 2016". Diakses dari https://repositori.usu.ac.id/handle/123456789/4464

Nugraha, O. "Geopolitik Laut China Selatan : Strategi Diplomasi Indonesia dalam Menjaga Stabilitas Wilayah Politik ASEAN". Diakses dari https://jurnal.lemhannas.go.id/index.php/jkl/article/download/414/285/

Djundjunan, A. "Indonesia Sebagai Playmaker dalam Penyelesaian Konflik Laut China Selatan". Diakses dari https://www.hukumonline.com/klinik/a/indonesia-sebagai-iplaymaker-i-dalam-penyelesaian-konflik-laut-china-selatan-lt65e9aadf42969/

Yasmine, S. "Konflik Laut China Selatan, Bagaimana Posisi Indonesia?". Diakses dari https://fisip.unair.ac.id/konflik-laut-china-selatan-bagaimana-posisi-indonesia/#:~:text=Menegaskan%20posisi%20Indonesia%20dalam%20sengketa,claimant%20staes%2C%20juga%20Amerika%20Serikat

CNN Indonesia "Sejarah Konflik Laut China Selatan yang Jadi Rebutan". Diakses dari https://www.cnnindonesia.com/internasional/20220511135122-118-795477/sejarah-konflik-laut-china-selatan-yang-jadi-rebutan/2?_gl=1*la5tjx*_ga*RkNWQXJBMDJOTmVsZzZ2WVFoNjE3Y3ZSX3dOTG9vWjgwUzBRSzJTNkxvN1FzREJnYk1DMk5KX080Snhybk83dg..*_ga_HPHHPFJMXH*MTcxNjg3OTU1OC40LjAuMTcxN

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image