Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Dea Riska Putri

Polemik Indonesia Mendatangkan Minyak dari Rusia

Eduaksi | Tuesday, 30 May 2023, 09:26 WIB

Alasan Rusia Menjual Minyak di bawah harga pasar

Keputusan Rusia untuk menjual minyak dengan menetapkan harga dibawah harga yang berlaku dipasaran tentu bukanlah tanpa alasan. Terdapat beberapa alasan yang mendasari keberanian Rusia tersebut yang perlu diketahui dan dipahami sebagai bahan pertimbangan untuk menindaklanjuti tawaran yang sangat menggiurkan ini. Perang antara Rusia dan Ukraina yang dimulai pada permulaan tahun 2022 ini ternyata tidak hanya tentang permasalahan sosial, kemanusiaan, dan politik. Lebih dari itu, perang ini juga dapat menjadi suatu ladang bisnis yang sekarang telah dimanfaatkan oleh pihak Rusia.

Harga minyak dunia awalnya telah mengalami kenaikan yang cukup signifikan selama proses pemulihan ekonomi pasca pandemi COVID-19. Hal ini diakibatkan pasokan minyak yang tersedia di dunia gagal dan tidak dapat mengimbangi peningkatan jumlah permintaan minyak oleh negara-negara yang sedang melakukan proses pemulihan industri. Kemudian perang Rusia-Ukraina juga turut memberikan kontribusi dalam peningkatan harga minyak dunia sebab mengganggu kegiatan ekspor minyak dari Rusia. Selain itu, Rusia juga telah menjadi produsen minyak terbesar yang ketiga di dunia.

Rusia cukup baik memanfaatkan peluang yang dapat memberikan keuntungan dalam perang antara negaranya dengan Ukraina. Disaat harga minyak dunia sedang meningkat secara signifikan, Rusia menjual pasokan minyak dengan harga dibawah pasar. Meskipun menjual dengan harga yang lebih murah daripada harga umum yang berlaku di pasar, Rusia ternyata tetap mendapatkan keuntungan yang sangat besar setiap harinya. Minyak yang diproduksi Rusia ini dijual dengan harga yang lebih rendah sebesar 30 persen dibawah harga pasar. Namun berdasarkan pernyataan dari Sandiaga Uno, dengan harga ini Rusia masih memperoleh keuntungan yang cukup besar setiap harinya yakni sebanyak USD 6 miliar.

Daya tarik tawaran Rusia

Wacana mengenai impor minyak dari Rusia yang kembali muncul di tengah ancaman serius mengenai geopolitik dan geoekonomi global akibat konflik Rusia-Ukraina. Seperti yang diketahui, harga minyak di pasar internasional mengalami kenaikan yang cukup tajam akibat adanya konflik Rusia-Ukraina. Untuk mengatasi harga minyak yang melambung tinggi, pemerintah didorong untuk mengimpor minyak mentah dari Rusia yang harganya lebih murah 30% dibanding dengan harga di pasar internasional. Pembelian minyak mentah dari Rusia diyakini dapat menekan beban subsidi energi yang sudah terlanjur lebar pada pertengahan tahun 2022. Selain itu, mengimpor minyak mentah dari rusia nantinya juga dapat menekan harga BBM subsidi di tengah masyarakat.

Anggaran subsidi energi yang dilakukan oleh pemerintah diprediksi bakal membengkak dari Rp152,5 triliun menjadi Rp502,4 triliun tahun ini dan bakal menggelembung lagi menjadi Rp698 triliun apabila harga bahan bakar minyak tidak dinaikkan. Melembungnya anggaran subsidi BBM terjadi dikarenakan oleh pelemahan nilai tukar, kenaikan harga minyak mentah, dan meningkatnya konsumsi dari masyarakat. Namun apabila pemerintah menaikkan harga BBM bersubsidi, kebijakan tersebut akan memicu inflasi di Indonesia lantaran kenaikan BBM akan berdampak langsung terhadap kenaikan harga barang lainnya.

Selain harganya yang relatif murah, pembelian minyak dari Rusia dinilai akan memperkuat hubungan diplomatik antara Indonesia dan Rusia. Seperti yang diketahui, Indonesia memiliki prinsip politik bebas dan aktif, dimana Indonesia tidak memihak antara blok barat dan blok timur, hal tersebut membuat Indonesia bebas untuk menentukan arah kebijakan luar negeri tanpa mempertimbangkan situasi yang sedang berkembang. Berdasarkan hal tersebut, kebijakan membeli minyak dari Rusia memang sangat menguntungkan bagi Indonesia, apalagi Indonesia dikenal sudah lama menjalin kerjasama dengan rusia, dan minyak tersebut dibanderol dengan harga yang relatif lebih murah dibandingkan dengan harga yang ada di pasar.

Fakta negara eropa masih melakukan impor dari Rusia

Di tengah memanasnya berbagai kecaman yang dihadiahkan kepada Rusia oleh negara-negara di dunia, khususnya eropa, tidak menjadikan pasokan bahan bakar terhenti. Menilik ketergantungan negara Eropa terhadap pasokan energi Rusia terbilang cukup besar. Sebagaimana yang dilansir dari data perdagangan antara Eropa dengan Rusia pada tahun 2021, Uni Eropa mengimpor hampir 2,2 juta barrel per hari (bph) minyak mentah pada tahun 2021, termasuk 0,7 juta barel per hari melalui pipa. Blok tersebut juga mengimpor 1,2 juta barel per hari produk minyak sulingan dari Rusia, termasuk 0,5 juta barrel per hari solar.

Kondisi yang tidak baik bukan hanya dirasakan oleh Rusia, namun juga Eropa. Akibat pembatasan perdagangan tersebut, Eropa kehilangan sumber pasokan energi mereka. Berdasarkan jurnal yang dikeluarkan oleh The Wall Street, Uni Eropa telah meminta anggota blok perdagangan untuk memangkas penggunaan gas alam mereka karena Rusia memotong pengiriman. Harga grosir gas alam Eropa melonjak beberapa pekan setelah Rusia mengumumkan pengurangan aliran melalui pipa Nord Stream 1. Hal ini yang membawa gas alam dari Rusia ke Jerman dan sekarang turun hingga 20 persen dari kapasitas normal. Pakar energi memperingatkan bahwa gelombang panas yang brutal, kekurangan tenaga air, dan masalah korosi di reaktor nuklir Prancis berkontribusi pada krisis energi yang memburuk pada saat ini.

Melihat kondisi tersebut, beberapa negara memutuskan untuk tetap menerima pasokan energi dari Rusia melalui beberapa perusahaan swasta milik mereka. Berdasarkan The Economics Times, terdapat lebih dari 3 perusahaan yang tetap meminta pasokan energi dari Rusia. Kilang Leuna yang berada di Jerman timur, yang mayoritas dimiliki oleh France's Total Energies, memilih memasok minyak mentah Rusia melalui pipa Druzhba. Perusahaan minyak Hungaria (MOL), yang mengoperasikan tiga kilang di Hungaria dan Slovakia dan Kroasia, terus membeli minyak mentah Rusia melalui pipa Druzhba, serta produk olahan. Perusahaan itu mengatakan akan memakan waktu dua hingga empat tahun dan biaya antara $500 juta dan $700 juta untuk menggantikan impor minyak Rusia jika terjadi embargo penuh dari Eropa. Dapat disimpulkan bahwa beberapa negara di Eropa hingga saat ini tetap memilih melakukan pembelian pasokan energi dari Rusia.

Menakar Konsekuensi pembelian minyak dari Rusia

Tawaran minyak dari Rusia memang sangat menggiurkan, namun akan ada banyak konsekuensi yang harus dipertimbangkan sebelum mengambil kebijakan berkaitan dengan ini. Kekhawatiran yang pertama muncul adalah kemungkinan sanksi embargo oleh Amerika Serikat. Tentunya embargo ini tidak sesederhana yang disampaikan oleh Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Sandiaga Salahuddin Uno, yaitu hanya sekadar tidak bisa menikmati salah satu restoran cepat saji terkenal asal Amerika, McDonald’s. Akan muncul diplomatic cost besar yang harus dibayarkan oleh Indonesia apabila embargo terjadi. Selain itu, Amerika Serikat juga mungkin dapat menghentikan kerja sama ekspor barang komoditas yang negara tersebut beli dari Indonesia.

Kontrol Amerika Serikat terhadap teknologi pembayaran juga menjadi salah satu tantangan yang akan dihadapi jika Indonesia memutuskan untuk tetap membeli minyak,dari Rusia. Konsekuensinya adalah berpotensi menyebabkan bank yang berasal dari Indonesia akan dikeluarkan dari sistem Society for Worldwide Interbank Financial Telecommunication (SWIFT). Hal ini akan menyebabkan Indonesia tidak akan lagi dapat melakukan transaksi dengan menggunakan mata uang Dollar Amerika Serikat. Ini dapat terjadi karena setiap pengiriman Dollar Amerika Serikat harus dilakukan dengan melalui New York terlebih dahulu.

Rusia saat ini menjadi perhatian dunia sebab sedang melakukan invasi terhadap Ukraina. Dengan membeli minyak dari Rusia, Indonesia dapat dinilai dunia membantu dana Rusia untuk melakukan penyerangan terhadap Ukraina. Indonesia harus jauh lebih berhati-hati dalam menjaga citranya di mata dunia sebab tahun ini Indonesia juga menjadi presidensi G20. Tidak dapat dipungkiri bahwa dalam forum ini terdapat banyak negara-negara maju yang berasal dari negara belahan barat yang memiliki peran yang sangat kuat dan dominan.

Rekomendasi Kebijakan

Wacana mengenai pembelian minyak dari Rusia banyak sekali menimbulkan pro dan kontra. Ditengah melambungnya harga bahan bakar minyak di pasaran, yang diakibatkan oleh konflik antara Rusia dan Ukraina. Opsi membeli minyak dari Rusia memang cukup menarik, hal ini dikarenakan minyak dari Rusia terbilang cukup murah, yaitu 30 persen dibawah harga normal dipasaran. Pembelian minyak dengan harga murah, tentunya akan mengurangi beban APBN dimana dapat menekan angka tingginya subsidi terhadap bahan bakar minyak. Namun disisi lain, apabila Indonesia membeli minyak dari Rusia, adanya kekhawatiran kemungkinan Indonesia mendapat sanksi embargo dari Amerika Serikat. Selain itu Amerika Serikat juga mungkin dapat menghentikan kerja sama ekspor barang komoditas yang negara tersebut beli dari Indonesia.

Menanggapi hal tersebut, Pemerintah Indonesia harus berhati-hati dalam mengambil kebijakan ini. Pemerintah harus menghitung secara cermat kapan Indonesia harus memutuskan untuk impor minyak dari Rusia, apalagi dampak yang terjadi apabila Indonesia mengambil keputusan tersebut sangat besar. Indonesia harus memaksimalkan produksi minyak dari dalam negeri, kebutuhan minyak dalam negeri dapat tercukupi dan tidak mengharuskan untuk mengimpor minyak dari Rusia yang dapat menimbulkan adanya embargo dari Amerika Serikat. Selain itu Pemerintah Indonesia harus tetap memastikan bahwa harga minyak dalam negeri tetap stabil dan memastikan subsidi dari APBN untuk BBM mencukupi agar tidak menimbulkan inflasi yang cukup tinggi di Indonesia.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image