Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Dhio Salhisya Marta Kusuma

Larangan Perdagangan Bebas terhadap Orang Utan

Eduaksi | Friday, 12 May 2023, 09:23 WIB

Perdagangan bebas merupakan suatu kebebasan dalam jual beli produk antar negara tanpa adanya tarif, beacukai, surat izin dan kuota. Perdagangan bebas dapat memberikan manfaat berupa keuntungan bagi negara, salah satunya ialah peningkatan perekonomian negara. Namun, seringkali manfaat dari perdagangan bebas ini disalahgunakan oleh oknum yang tidak bertanggung jawab. Pada umumnya perdagangan bebas hanya dengan menjual beli produk, tetapi oleh beberapa oknum melakukan tindakan jual beli satwa liar yang dikenal telah terancam punah di Indonesia, salah satunya ialah orang utan.

Kasus perdagangan bebas orang utan adalah kejahatan pidana yang berpengaruh pada keseimbangan ekosistem orangutan di alam. Perdagangan illegal satwa liar mengalami peningkatan secara pesat secara global, baik pada skala lokal maupun internasional. Perdagangan illegal ini disukseskan pula oleh teknologi yang memudahkan untuk melakukan kegiatan tidak terpuji tersebut. Kegiatan perdagangan satwa secara illegal inilah yang menyebabkan Indonesia merupakan negara yang memiliki banyak satwa liar khususnya orang utan yang terus terancam punah.

source. buzzfeed.com

Sementara itu, Undang-Undang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya (UU KSDAHE) telah dicantumkan secara tegas sanksi pidana mengenai perdagangan satwa illegal dalam pasal 40 Ayat (2) UU KSDAHE yang berbunyi: “Barangsiapa dengan sengaja melakukan pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1) dan ayat (2) serta Pasal 33 ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp 100.000.000,00 (seratus juta ribu rupiah).” Adapun salah satunya yang tercantum pada ayat diatas ialah Pasal 21 ayat (2) yang berbunyi: “(2) Setiap orang dilarang untuk:

a. menangkap, melukai, membunuh, menyimpan, memiliki, memelihara, mengangkut, dan memperniagakan satwa yang dilindungi dalam keadaan hidup;

b. menyimpan, memiliki, memelihara, mengangkut, dan meperniagakan satwa yang dilindungi dalam keadaan mati;

c. mengeluarkan satwa yang dilindungi dari suatu tempat di Indonesia ke tempat lain di dalam atau di luar Indonesia;

d. memperniagakan, menyimpan atau memiliki kulit, tubuh atau bagian-bagian lain satwa yang dilindungi atau barang-barang yang dibuat dari bagian-bagian satwa tersebut atau mengeluarkannya dari suatu tempat di Indonesia ke tempat lain di dalam atau di luar Indonesia;

e. mengambil, merusak, memusnahkan, memperniagakan, menyimpan atau memiliki telur dan/atau sarang satwa yang dilindungi.

Peraturan undang-undang diatas memiliki pengecualian larangan yaitu dengan alasan untuk keperluan penelitian, penukaran atau pemberian satwa pada pihak lain diluar negeri dengan izin pemerintah dan dikarenakan sebab satwa yang dilindungi membahayakan kehidupan manusia.

Meskipun pernyataan undang-undang telah tercantum secara tegas, para pedagang dan pemburu liar masih marak dijumpai diseluruh Indonesia. Hal ini adalah salah satu faktor dibalik penurunan populasi orang utan selama satu abad terakhir. Orang utan juga dianggap sasaran yang sangat mudah untuk perburuan liar dikarenakan pergerakannya yang lamban dan badannya yang besar Orang utan diketahui saat ini memiliki tiga spesies yang tersebar, yaitu orangutan sumatera (Pongo Abelii), Orang utan Kalimantan (Pongo Pygmaeus) dan orangutan tapanuli (Pongo Tapanuliensis).

Menurut data yang tercantum pada Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Daerah Istimewa Yogyakarta, populasi orang utan Kalimantan diperkirakan sekitar 104.700 ekor, orang utan Sumatra sekitar 14.613 ekor dan populasi orang utan tapanuli hanya sekitar 800 ekor dialam. Spesies orang utan tapanuli adalah spesies yang paling terancam. Hal ini perlu diberikan perhatian khusus oleh pemerintah. Didukung oleh fakta bahwa seekor induk orang utan berkembang biak setiap 3-5 tahun sekali, sehingga hal ini menjadi masalah prihatin dalam pemulihan jumlah populasi orang utan nantinya. Ancaman ini diperburuk dengan perekonomian masyarakat Indonesia yang buruk, yang kemudian memaksa mereka melakukan perburuan liar dan perdagangan secara ilegal.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image