Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Tyas Chairunisa

Saatnya Berpisah dengan Mereka

Curhat | Friday, 31 Mar 2023, 21:20 WIB
Sumber: dokumen pribadi

Mereka merupakan siswa kelas 12 SMK jurusan teknik pengelasan atau biasa disingkat TLas. Selama ajaran tahun 2022--2023, saya diamanahkan mengajar mereka untuk mata pelajaran bahasa Indonesia.

Pertama kali mengetahui jadwal mengajar 12 TLas, saya tidak terkejut dan hanya berpikir "Ini benar saya harus mengajar TLas lagi? Ya Allah, semoga kuat mental mengajar mereka." Pemikiran tersebut bukan tanpa sebab. Sejak pertama kali mengajar di salah satu SMK negeri, saya selalu mendapatkan kelas TLas, entah itu kelas 10, entah kelas 12. Di tahun ajaran sekarang, saya mengajar jurusan TLas di dua tingkat tersebut.

Menurut saya, mengajar jurusan TLas itu "luar biasa" sekaligus menjadi tantangan tersendiri bagi saya. Mengapa luar biasa? Hal itu karena hanya di jurusan inilah semua siswanya merupakan laki-laki dengan aneka macam karakternya yang membuat saya "geregetan". Bayangkan, seminggu sekali mengajar mereka, hampir setiap pertemuan saya "naik darah", entah disebabkan oleh mereka yang datang telat, menggunakan seragam yang berbeda-beda, tidak mengerjakan tugas, entah bertindak seperti anak kecil seusia TK-SD yang bisanya mondar-mandir di dalam kelas, tidak duduk, bernyanyi, bahkan mengganggu temannya.

Perilaku mereka yang seperti itu menyebabkan saya beberapa kali melontarkan kalimat "Saya ini mengajar siswa SMK, bukan siswa TK!" saat mengajar. Kalimat tersebut saya ungkapkan jika perilaku mereka sudah membuat ubun-ubun saya "sakit" dan kelas sangat berisik sehingga mengganggu sebagian teman mereka yang memang ingin fokus belajar.

Pernah suatu ketika setengah kelas datang telat dan ini cukup membuat saya kesal. Saat itu, saya hanya berkata kepada mereka, "Saya tidak tahu lagi harus bagaimana menghadapi kalian. Kalian sudah besar dan saya tidak perlu marah-marah, kuras energi emosi ke kalian. Ya sudah, sekarang kalian berbaris ke depan dan nanti maju satu per satu membaca ayat kursi. Kalian hafal, kan? Ini bukan main-main." Mereka pun mengiyakan.

Sebagai pembuktian, satu per satu dari mereka maju melantunkan ayat kursi. Saya tidak menyangka, ternyata mereka hafal ayat kursi dengan lancar dan melantunkannya dengan cukup baik. Saya terharu mendengarnya. Untuk pertama kalinya, mereka tampak serius, tidak cengengesan. Alhamdulillah.

Selain itu, ada satu "peristiwa" unik yang sampai sekarang bila mengingatnya, membuat saya tertawa. Pernah beberapa dari mereka "menjemput" saya di ruang guru karena kebetulan sudah waktu jam pelajaran saya. Akhirnya, saya pun menuju kelas bersama mereka, tepatnya seolah "dikawal" sama mereka.

"Kamu ngapain di belakang saya? Duluan saja ke kelasnya," kata saya.

Salah satu siswa saya menjawab, "Saya ingin kawal Ibu sampai ke kelas. Mau jagain Ibu."

Saya hanya tertawa. Gombal khas siswa remaja yang menggelikan hati. "Bu, saya akan kawal Ibu hingga ke pelaminan." Saya dan beberapa temannya tertawa berbarengan. Saya pun berujar, "Saya sudah nikah, lho! Sudah punya anak pula."

Tidak sampai di situ kisah tentang siswa 12 TLas. Suatu ketika saya mengadakan ulangan harian dan mereka saya bagi menjadi dua sesi agar duduk sendiri-sendiri. Saat sesi kedua, saya mendapati seorang siswa menyontek jawaban temannya di sesi pertama, tepatnya dia sudah mencatatnya di telapak tangan. Saya pun menegurnya dan dia mengakui. Bahkan, lucunya dia berkata, "Ini jawabannya banyak yang salah, Bu. Makanya, saya pakai jawaban sendiri." Hasilnya, nilai ulangan dia lebih bagus daripada nilai teman yang disonteknya.

Selama 1,5 semester mengajar di kelas, akhirnya di sekitar Februari, tepatnya hujan deras--tidak memungkinkan saya mengajar di kelas karena jaraknya lumayan jauh dari ruang guru--kami pun melakukan kegiatan belajar mengajar di bengkel las.Ya, hanya semenit dari ruang guru menuju ke sana.

Saat di akhir pembelajaran, seorang siswa saya berniat meledek temannya. "Bu, memang susah kalau ngomong sama orang yang psikisnya terganggu." Saya yang mendengarnya spontan tertawa. Mengapa tertawa? Bagaimana tidak tertawa, dia berbicara seperti itu, tetapi menunjuknya ke kepala. "Hai, saya baru tahu lho kalau psikis itu adanya di sini (menunjuk ke kepala), bukan terkait ke sini (menunjuk ke dada--hati). Teman-teman sekelasnya pun menertawainya. Dia pun tertawa pula. Sungguh kelucuan yang natural.

Sekarang, tak terasa mereka akan lulus. Cepat sekali waktu berlalu. Meski demikian, cukup banyak hal atau peristiwa berkesan, bahkan dapat saja tidak terlupakan saat mengajar mereka. Sungguh pengalaman yang menarik selama mengajar 12 TLas karena hanya kelas ini yang membuat keadaan suasana hati saya berkomplikasi: marah, kesal, kecewa, terhibur.

Semoga setelah lulus SMK, kalian cepat mendapatkan pekerjaan (bagi yang ingin langsung bekerja) dan juga merasa nyaman dengan jurusan kuliah yang kalian minati (bagi yang ingin kuliah terlebih dahulu). Bismillah, semoga kelak kalian menjadi manusia yang sukses sekaligus pribadi yang bertanggung jawab, jujur, dan amanah. Aamiin...

Semoga di tahun ajaran baru nanti saya tidak diamanahkan mengajar TLas lagi. Hehehe... Sekalipun dapat, ya sudah mau bagaimana lagi, tidak ada pilihan selain "jalani saja dulu, mengalir...".

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image