Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Nabila Annuria

Buka Bersama, Parcel Lebaran dan Etika Konsumsi

Eduaksi | Tuesday, 28 Mar 2023, 11:00 WIB
Ilustrasi parcel lebaran - Foto Republika

Presiden Joko Widodo menjelaskan bahwa larangan buka puasa bersama untuk kalangan pejabat negara. Dalam penjelasannya pada Senin (27/3/2023), Presiden Jokowi menegaskan larangan tersebut hanya berlaku bagi internal pemerintah. Bukan untuk masyarakat umum. Menurut Presiden, arahan tersebut perlu dia sampaikan karena saat ini publik sedang ramai menyoroti kehidupan para pejabat yang kerap memamerkan kemewahan. Oleh karenanya, dia meminta agar jajaran pemerintah menyambut puasa Ramadhan 1444 Hijriah kali ini dengan semangat kesederhanaan.

Larangan buka bersama diatas sangat tepat dan hendaknya juga berkorelasi dengan masalah parcel lebaran dan etika berkonsumsi. Parcel bisa diartikan sebuah bingkisan lebaran yang dilandasi dengan semangat silaturahmi dan kesetiakawanan sosial. Mestinya parcel berupa bingkisan yang diberikan tanpa pamrih untuk kerabat, fakir miskin, yatim piatu dan orang yang pada saat lebaran masih menjalankan tugas lapangan. Perlu dicatat bahwa ada parcel yang terlarang yakni hadiah kepada para pejabat negara, birokrasi pemerintahan hingga pejabat BUMN/BUMD dengan nilai yang sangat signifikan disertai dengan pamrih yang terkait dengan jabatan.

Meskipun pejabat pemerintah dan BUMN dilarang menerima parcel lebaran sesuai dengan Undang-undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi tetapi dalam prakteknya pemberian parsel masih terus terjadi dengan modus yang semakin rapi dan tersembunyi. Selama ini larangan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tentang pemberian parsel terhadap pejabat negara dan BUMN kurang efektif dan sulit diawasi.

Parcel sebagai wujud kesalehan sosial harus diarahkan untuk menggunakan produksi dalam negeri. Seperti makanan dan minuman tradisional, kain tradisional dan lain-lain. Parcel sebagai produk spesial Ramadhan dan Idul Fitri mestinya tidak hanya terfokus terhadap isinya, tetapi juga butuh sentuhan industri kreatif dalam melakukan repacking berbagai produk dalam negeri. Repacking sebaiknya memakai produk kertas daur ulang atau kerajinan tangan yang berbahan baku lokal.

Sosialisasi KPK tentang pelarangan parcel di lingkungan BUMN, BUMD, Kementerian Teknis hendaknya jangan setengah hati. Karena di lingkungan tersebut masih banyak ironisme yang menyakitkan hati rakyat.Sosok direksi BUMN/BUMD cenderung memberikan upeti kepada jajaran struktural diatasnya dan kepada orang-orang yang memiliki akses kepada kekuasaan. Selama ini BUMN/BUMD merupakan lembaga yang paling royal membagi-bagikan parsel pada saat hari raya keagamaan dan tahun baru dengan modus yang sangat rapi dan tersembunyi.

Konsumsi bahan pangan selama puasa dan lebaran melonjak tinggi melebihi kebutuhan normal. Artinya di bulan puasa dan lebaran semakin banyak bahan pangan yang tidak termanfaatkan alias mubazir. Pentingnya gerakan budaya untuk mengatasi bahan pangan dan makanan siap saji yang setiap harinya terbuang. Di restoran, pusat perbelanjaan, dan diperumahan setiap jamnya telah terjadi pembuangan makanan. Begitu juga dengan di sentra-sentra produksi pangan juga masih banyak yang terbuang akibat salah urus dan ketimpangan teknologi.

Di sejumlah tempat banyak mulut yang sulit mendapatkan makanan bahkan terancam kelaparan. Disisi lain, bahan pangan begitu melimpah hingga terbuang sia-sia. Sudah saatnya semua pihak mengurangi limbah makanan dan berhenti makan berlebihan. Ada baiknya warga dunia memperhatikan seruan FAO yang menyatakan dari sudut konsumsi, semua pihak perlu mengurangi limbah makanan yang mencapai 1,3 miliar metrik ton (1.433 milyar ton) per tahun. Ini setara dengan sekitar sepertiga produksi pangan untuk konsumsi warga dunia.Selain itu pola dan etika konsumsi jenis bahan pangan di Indonesia juga masih timpang, masyarakat hanya mengkonsumsi sekitar 36,4 % produk bahan pangan yang dihasilkan daerahnya sendiri, terutama produk sayuran dan umbi-umbian lokal. Mestinya bulan puasa dan lebaran merupakan momentum untuk melakukan lokalisasi bahan pangan atau bisa disebut sebagai pangan tradisional. Sayangnya, menjelang puasa selalu diwarnai dengan serbuan berbagai macam pangan impor.

Bulan Puasa dan Lebaran merupakan momentum yang tepat untuk melakukan gerakan budaya atasi pangan terbuang. Bentuk gerakan itu antara lain sosialisasi sikap konsumsi yang beretika terhadap konsumen. Konsumsi yang tak terencana, baik jumlah maupun kualitas, harus dihilangkan untuk mengurangi pangan terbuang percuma. Etika konsumsi menjadi solusi untuk menekan pemborosan pangan dan meningkatkan penghargaan pada produsen pangan.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image