Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Totok Siswantara

Terima Kasih Hercy Pendahulu, Selamat Datang Sang Penerus

Info Terkini | Thursday, 09 Mar 2023, 11:39 WIB
Kedatangan Super Hercules - Dok REPUBLIKA

Generasi TNI AU yang pernah mengecap kejayaan Swa Buana Paksa pada era 60-an sebenarnya telah memiliki solusi teknologi dan daya inovasi yang luar biasa dalam menangani Hercy yang merupakan sebutan pesawat C-130 Hercules. Baginya, Hercy telah menjadi kekasih hati sekaligus saksi sejarah. Mereka tahu persis konstruksi, sistem burung dan mesin dari burung besi itu.

Presiden Joko Widodo menyaksikan langsung penyerahan pesawat C-130J-30 Super Hercules A-1339 dan C-130H A-1315 oleh Menteri Pertahanan Prabowo Subianto kepada Panglima TNI Laksamana Yudo Margono. Acara penyerahan digelar di Pangkalan TNI AU Halim Perdanakusuma, Jakarta, pada Rabu, 8 Maret 2023.

“Ini adalah pesawat C-130J-30 Super Hercules yang kita terima pada pagi hari ini. Ini adalah pesawat yang sangat canggih, tadi saya sudah masuk, sudah dijelaskan bisa mengangkut kalau pasukan yang pakai komplet dengan parasut—artinya penerjun—itu bisa mengangkut 98, tapi kalau hanya pasukan bukan penerjun bisa 128 pasukan, dan bisa mengangkut 19,9 ton,” ujar Presiden, dikutip dari BPMI Setpres.

Jika kita menengok sejarah, kondisi pesawat angkut TNI AU jenis Hercules mengalami masalah serius dan rentan dalam hal perawatan sejak Amerika Serikat melakukan embargo suku cadang pesawat terbang terhadap Indonesia akibat persoalan HAM dan politik dalam negeri.

Sejak terjadinya embargo tersebut pengadaan suku cadang Hercules mengalami kesulitan. Merskipun demikian para teknisi TNI AU berusaha secara mandiri untuk melakukan inovasi terhadap kebutuhan komponen pesawat. Kondisinya semakin riskan karena terjadi kanibal beberapa jenis komponen diantara sesama jenis pesawat. Setelah embargo berakhir, kondisi skuadron Hercules masih bermasalah meskipun ada program repowering atau retrofing terhadap pesawat.

Ketika embargo suku cadang terjadi, teknisi TNI AU masih bisa mengatasi persoalan teknis agar pesawat tetap bisa beroperasi. Para teknisi bekerja keras meningkatkan kesiapan rata-rata seluruh jenis angkut milik TNI AU yang pada saat ini tingkat kesiapannya baru mencapai 34 persen.

Sekedar catatan, selama ini postur pesawat angkut TNI AU terdiri dari pesawat C-130 KC Tanker (2 pesawat), C-130B (10 pesawat), dan C-130H (10 pesawat), F-27 TS (6 pesawat), CN-235 (6 pesawat), Casa-212 (7 pesawat). Karena rendahnya kesiapan alutsista khususnya pesawat, maka alokasi jam terbang yang dapat disiapkan menjadi kurang. Hal ini akan mengakibatkan penurunan profesionalisme dan tingkat ketrampilan para penerbang. Sekedar catatan, untuk mendukung profesionalisme para penerbang, minimal dibutuhkan 15 jam terbang untuk penerbang pesawat tempur dan 20 jam terbang untuk pesawat angkut perorang per-bulan.

Kemampuan teknis dan daya inovasi dari teknisi TNI AU terlihat dalam perawatan pesawat Hercules C-130 bernomor A1301 yang tiada lain adalah Hercy seri B pertama yang dimiliki oleh bangsa Indonesia. Sekaligus merupakan pesawat pertama C-130 seri B yang di jual ke luar Amerika Serikat.

Dalam sejarah perjuangan bangsa, peran Hercy tak kenal henti, baik untuk misi operasi militer maupun sipil.

Sudah waktunya negeri ini melakukan transformasi pesawat transport militer sesuai dengan tantangan zaman. Transformasi itu bertujuan mengganti peran Hercy yang kini sudah tua tetapi masih perkasa dalam tugas.

Sejarah mencatat bahwa penerbangan terakhir pesawat Hercules A1301 memberikan makna bahwa personil TNI AU memiliki semangat inovasi yang luar biasa. Pada 1987, pesawat A1301 mengalami kerusakan yang cukup parah saat landing di bandara El Tari Kupang. Karena masalah keterbatasan peralatan dan suku cadang, dengan segala cara para teknisi TNI AU melakukan perbaikan yang sifatnya sangat sementara (temporary use only) agar pesawat bisa terbang kembali ke Pangkalan Induk.

Sekedar catatan, jika kondisi diatas terjadi di negara asalnya, maka pesawat tersebut pasti langsung di scrap dan ditinggalkan begitu saja menjadi besi tua. Karena kecintaan kepada Hercy dan faktor nilai perjuangan, maka personil TNI AU berusaha menerbangkan A1301 dengan sayap “dummy” yang dipinjam dari Hercy yang lain. Akhirnya, dengan "one way ticket to hell", A1301 bisa kembali dan ditempatkan di Lanud Hesein Sastranegara untuk selanjutnya difungsikan sebagai simulator sekaligus monumen perjuangan TNI AU.

Jika pada era pemerintahan Presiden Soekarno pada tahun 60-an mampu mendapatkan pesawat unggulan Amerika Serikat C-130 Hercules produksi pertama dan telah dioperasikan secara gemilang dalam berbagai peristiwa penting. Patut bersyukur, generasi sekarang ini mampu mempersembahkan kepada Ibu Pertiwi jenis pesawat angkut yang lebih mutakhir.

Namun demikian, pembelian pesawat terbang membutuhkan daya dukung SDM teknologi yang memadai. Seperti halnya teknisi atau tenaga ahli perawatan pesawat. Namun, hingga kini profesi diatas masih kurang bahkan bisa dibilang langka. Baik untuk keperluan penerbangan sipil maupun militer. Kelangkaan itu kini menjadi perhatian serius oleh usaha perawatan pesawat terbang yang tergabung dalam IAMSA ( Indonesia Aircraft Maintenance Shop Association ).

Selama ini pesawat angkut Hercules sangat berjasa dalam merotasi personel pasukan dan mendistribusikan logistik ke daerah perbatasan. Daerah perbatasan sangat tergantung oleh pesawat transport yang umurnya sudah tua. Perlu segera pergantian dan modernisasi pesawat angkut karena ancaman dan gangguan dari luar negeri sering masuk melewati titik-titik lemah perbatasan. Sayangnya, kapabilitas alutsista dan kondisi personel TNI digaris perbatasan masih belum sesuai dengan kebutuhan. Selain jumlahnya masih kurang, ada disparitas atau kesenjangan kesejahteraan dan kecanggihan alutsista bila dibandingkan dengan kondisi personel militer negara tetangga.

Kapabilitas pertahanan suatu negara dikembangkan untuk mewujudkan sistem pertahanan yang bersifat semesta. Oleh sebab itu perlu pesawat angkut yang mampu menggantikan peran Hercules C-130. Kapabilitas alutsista diwujudkan berdasarkan strategi pertahanan negara yang merefleksikan kemampuan, kekuatan, dan gelar kekuatan pertahanan dan sumber daya nasional. Dalam rangka melaksanakan strategi pertahanan negara, kapabilitas pertahanan negara dikembangkan untuk mencapai standar penangkalan, yakni kapabilitas pertahanan negara yang mampu menangkal dan mengatasi ancaman terhadap kedaulatan negara, keutuhan wilayah NKRI dan keselamatan segenap bangsa.

*) Penulis pernah bekerja di industri pesawat terbang di Bandung.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image