Pertama Kali Mencoba Skywalk Kebayoran Lama
Gaya Hidup | 2023-02-23 20:29:07Sepanjang 2020-2022, saya cukup sering mengandalkan dua titik perhentian transportasi umum di kawasan Kebayoran Lama. Untuk moda kereta rel listrik (KRL) tentu saja adalah Stasiun Kebayoran, sedangkan Transjakarta dengan Halte Pasar Kebayoran Lama-nya.
Setiap hari, banyak komuter yang menggunakan keduanya sebagai sarana transit. Setelah turun dari bus Transjakarta lalu beralih ke KRL dan sebaliknya. Penghubung antara stasiun dan halte adalah jalan umum atau kalau mau agak pintas dengan melewati gang perkampungan penduduk.
Kira-kira Juli tahun lalu, saya menyadari adanya perubahan di jalan sebelah selatan Stasiun Kebayoran, yakni proyek konstruksi. Selang sebulan kemudian, sudah nongol sebuah tiang logam menjulang tinggi. Kabarnya, tiang itu akan menopang skywalk penghubung halte dengan stasiun. Selanjutnya tiang-tiang terpancang juga ke arah jalan layang khusus Transjakarta rute Tendean-Ciledug. Halte terdekat untuk rute ini adalah Velbak, arah timurnya Pasar Kebayoran Lama.
Mulai September 2022, saya berpindah tempat tinggal sehingga tidak lagi rutin melewati kawasan tersebut. Suatu hari di bulan berikutnya, saya menggunakan Transjakarta dan hendak turun di Halte Pasar Kebayoran Lama. Sialnya, bus tidak berhenti karena ternyata halte sedang direnovasi.
Bulan lalu tersiar berita tentang tuntasnya pembangunan skywalk, tetapi pengoperasiannnya masih diulur karena Halte Pasar Kebayoran Lama belum selesai direnovasi. Dua minggu lalu, saat menaiki bus rute Lebak Bulus-Harmoni, kendaraan tersebut menghentikan langkahnya di halte tersebut, tanda sudah beroperasi normal.
Karena itulah pada 14 Februari lalu saya mencoba kali pertama prasarana tersebut. Sepenglihatan mata, halte ini didesain serupa dengan saudara-saudaranya di kawasan Sudirman-Thamrin, Kebon Pala (Matraman Baru), Jatinegara, Jati Padang. Warna putih untuk dinding dan lantai mendominasi.
Sayangnya, waktu itu saya tidak sempat menjajal jembatan layangnya. Barulah Rabu, 22 Februari 2023, kemarin saya mencoba secara utuh fasilitas baru tersebut.
Pertama-tama, saya berhenti di Halte Pasar Kebayoran Lama dan menaiki skywalk dengan tangga yang sudah dibagi menjadi dua jalur. Yang sebelah kiri untuk pengguna yang akan menuju Halte Velbak, sementara yang sebelah kanannya untuk penumpang ke arah Stasiun Kebayoran. Jika hendak ke Velbak, penumpang tidak perlu melakukan tap-out di Pasar Kebayoran Lama, sebaliknya dengan penumpang KRL.
Baik anak tangga maupun skywalk menggunakan lantai dari kayu, mengikuti tren di halte-halte ikonik Jalan Sudirman. Kebetulan, pagi kemarin cuaca gerimis atau hujan ringan mengguyur kawasan selatan Jakarta. Akibatnya, cucuran air membasahi lantai kayu tersebut yang membuatnya licin. Ini menyulitkan penumpang yang menuju Halte Velbak karena elevasi skywalk yang menurun.
Saya mencatat perjalanan saya di antara dua halte Transjakarta tersebut sekitar 3,5 menit. Ini memang relatif cepat karena gaya berjalan saya. Sebelum menapaki tangga berjalan ke atas Halte Velbak, petugas bilang bahwa saya tidak perlu tap-in dan langsung masuk saja. Sebaliknya, pengguna dari arah Stasiun Kebayoran harus melakukan langkah tersebut.
Sore harinya, saya mencoba skywalk secara penuh dari Halte Velbak ke Stasiun Kebayoran. Berdasarkan penghitungan waktu di ponsel, dibutuhkan waktu 6 menit menyusuri lajur sepanjang 500 meter tersebut.
Sementara itu, waktu berjalan kaki untuk melalui Stasiun Kebayoran-Halte Pasar Kebayoran Lama menjadi sekitar 3 menit saja. Bandingkan dengan dahulu yang memakan waktu sekitar 5 menit. Itu pun penumpang harus berpayah-payah menyeberangi jalan raya dan berpapasan dengan kendaraan.
Menurut pendapat saya, pengoperasian fasilitas ini belum sempurna. Satu contoh saja adalah pemisahan rute antara pengguna halte-ke-halte dengan halte-ke-stasiun. Ini bisa dimengerti karena tidak ada interkoneksi tiket antara dua moda transportasi tersebut. Selain membuat pemandangan tidak sedap, potensi kecurangan masih ada mengingat mudahnya penumpang berpindah jalur tanpa pengawasan petugas.
Meskipun ada kekurangan, pembangunan fasilitas ini sangat memudahkan pengguna transportasi umum. Berjalan sepanjang setengah kilometer memang rasanya melelahkan, tetapi manfaat kesehatannya juga cukup setimpal.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.