Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image ahmad muttaqillah Muttaqillah

Hewan yang Haram untuk Dikonsumsi

Agama | Sunday, 25 Sep 2022, 14:48 WIB

Berkaitan dengan hewan yang boleh dikonsumsi dan tidak boleh dikonsumsi Allah Swt., telah mengaturnya di dalam Al-Qur’an. Aturan itu juga diperjelas oleh Rasulullah Saw., melalui berbagai hadisnya. Ditambah pula dengan penjelasan para ulama di bidangnya masing-masing.

Allah Swt., sebagai pencipta alam semesta Dia maha mengetahui segala sesuatu, maha mengetahui apa yang dicipyakan-Nya, di antaranya adalah makhluk-Nya yang berakal yaitu manusia. Karena manusia diciptakan-Nya untuk merawat bumi, maka disebutlah sebagai khalifah fil ardi (pemelihara bumi) dan isinya. Maka segala bentuk pekerjaan dan makanan, maka Allahlah yang mengaturnya makakanan yang boleh dikonsumsi dan yang tidak boleh agar tidak berpotensi terjadinya kerusakan di muka bumi.

Seperti firman Allah dalam surat Albaqarah ayat 29,

هُوَ ٱلَّذِي خَلَقَ لَكُم مَّا فِي ٱلۡأَرۡضِ جَمِيعٗا ثُمَّ ٱسۡتَوَىٰٓ إِلَى ٱلسَّمَآءِ فَسَوَّىٰهُنَّ سَبۡعَ سَمَٰوَٰتٖۚ وَهُوَ بِكُلِّ شَيۡءٍ عَلِيمٞ ٢٩

“Dialah Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu dan Dia berkehendak (menciptakan) langit, lalu dijadikan-Nya tujuh langit. Dan Dia Maha Mengetahui segala sesuatu.”

Sehingga Allah Swt., menyuruh manusia untuk memakan makanan yang halal lagi baik agar jiwa dan raganya sehat. Seperti yang dijelaskan oleh Allah Swt., dalam firman-Nya.

يَٰٓأَيُّهَا ٱلنَّاسُ كُلُواْ مِمَّا فِي ٱلۡأَرۡضِ حَلَٰلٗا طَيِّبٗا وَلَا تَتَّبِعُواْ خُطُوَٰتِ ٱلشَّيۡطَٰنِۚ إِنَّهُۥ لَكُمۡ عَدُوّٞ مُّبِينٌ ١٦٨

“Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan; karena sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagimu.” (Albaqarah: 168)

Surat Alaraf ayat 31

وَكُلُواْ وَٱشۡرَبُواْ وَلَا تُسۡرِفُوٓاْۚ إِنَّهُۥ لَا يُحِبُّ ٱلۡمُسۡرِفِينَ ٣١

“Dan makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan.”

Al-Araf ayat 157

وَيُحِلُّ لَهُمُ ٱلطَّيِّبَٰتِ وَيُحَرِّمُ عَلَيۡهِمُ ٱلۡخَبَٰٓئِثَ ١٥٧

“Dan dihalalkan bagi mereka segala yang baik dan diharamkan bagi mereka segala yang buruk.”

Di dalam Al-Qur’an, hewan yang diharamkan untuk dikonsumsi adalah (1) bangkai (2) darah (3) daging babi (4) hewan yang disembelih atas nama selain Allah (4) yang tercekik/dicekik (5) yang terpukul/dipukul (6) yang jatuh (7) yang ditanduk (8) yang diterkam binatang buas (9) dan yang disembelih untuk berhala.

Hal ini dijelaskan di dalam Al-Qur’an surat Almaidah ayat 3,

حُرِّمَتۡ عَلَيۡكُمُ ٱلۡمَيۡتَةُ وَٱلدَّمُ وَلَحۡمُ ٱلۡخِنزِيرِ وَمَآ أُهِلَّ لِغَيۡرِ ٱللَّهِ بِهِۦ وَٱلۡمُنۡخَنِقَةُ وَٱلۡمَوۡقُوذَةُ وَٱلۡمُتَرَدِّيَةُ وَٱلنَّطِيحَةُ وَمَآ أَكَلَ ٱلسَّبُعُ إِلَّا مَا ذَكَّيۡتُمۡ وَمَا ذُبِحَ عَلَى ٱلنُّصُبِ ٣

“Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, (daging hewan) yang disembelih atas nama selain Allah, yang tercekik, yang terpukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu menyembelihnya, dan (diharamkan bagimu) yang disembelih untuk berhala.”

Di dalam hadis dijelaskan di samping keriteria di atas masih ada kerteria lain yang menentukan halal dan haramnya daging hewan untuk dikonsumsi. Selaras dengan Al-Qur’an bahwa hadis adalah sebagai penjelasan karena hadis merupakan perkataan, perbuatan, dan ketetapan Rasulullah Saw. Kemudian ditambah dengan pendapat para fukaha (alim ulama di bidang fikih) dan yang lainnya (ahli gizi).

Adapun berkaitan dengan binatang yang hidup di airlaut Al-Qur’an dan hadis menjelaskan.

أُحِلَّ لَكُمْ صَيْدُ الْبَحْرِ وَطَعَامُهُ

“Dihalalkan bagimu binatang buruan laut dan makanan dari laut.” (QS. Al Maidah: 96).”

هُوَ الطَّهُورُ مَاؤُهُ الْحِلُّ مَيْتَتُهُ

“Air laut itu suci airnya dan halal bangkainya.” (HR. At Tirmidzi no. 69, An Nasai no. 332, Abu Daud no. 83, Ibnu Majah no. 386, Ahmad 2/361, Malik 43, Ad Darimi 729)

Para Ulama telah menjelaskan bahwa sebab haramnya makanan dan minuman ialah disebabkan karena salah satu atau lebih dari 5 sebab berikut:

1. Apabila membahayakan

2. Apabila memabukkan

3. Apabila mengandung najis

4. Apabila dianggap jorok/ menyelisihi tabi’at yang salimah

5. Apabila mendapatkannya dengan jalan yang tidak dibenarkan oleh syari’at. (Mughni, 2022)

Binatang yang diharamkan selain Anjing dan Babi

1. Keledai Jinak

Dalam hadits Ibnu Umar Radhiyallohu ‘anhuma disebutkan:

أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ – صلى الله عليهوسلم – نَهَى يَوْمَ خَيْبَرَ عَنْ لُحُومِ الْحُمُرِ الأَهْلِيَّةِ

“Bahwasannya Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam melarang mengkonsumsi daging keledai jinak”(Muttafaqun ‘Alaih).

َوَعَنْ أَبِي قَتَادَةٌ رضي الله عنه ( -فِي قِصَّةِ اَلْحِمَارِ اَلْوَحْشِيِّ- فَأَكَلَ مِنْهُ اَلنَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم ); مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ

“Dari Abu Qotadah Radliyallaahu anhu tentang kisah keledai hutan-: Lalu Nabi Shallallaahualaihi wa Sallam memakan sebagian darinya. Muttafaq Alaihi.”

Diharmkannya keledai rumahan karena illatnya menjijikkan yaitu memakan kotoran manusia dan dan hewan lain. Wallhu alam.

Hal ini sudah menjadi ijma’ Ulama (konsensus Ulama) bahwa mengonsumsi Daging keledai jinak diharamkan untuk dimakan dan daging keledai liar diperbolehkan, sebagaimana satu riwayat hadits waktu perang khoibar para sahabat menyembelih Kuda, bighal dan khimar (keledai). (Awaludin, 2022).

2. Segala Hewan yang Bertaring

Abu Tsa’labah Radhiyallohu ‘anhu berkata:

نَهَى النَّبِىُّ -صلى الله عليه وسلم-عَنْ أَكْلِ كُلِّ ذِى نَابٍ مِنَ السَّبُعِ

“Nabi Shalallahu ‘alaihi wasallam melarang melarang memakan setiap hewan bertaring yang buas”(Muttafaqun ‘Alaih). Contoh: anjing, srigala, singa, harimau, gajah, badak, dll.

Istilah yang popular dalam hadis di atas, binatang yang bertaring adalah dziinab. Sedangkan siba', adalah istilah lain untuk binatang yang menangkap binatang lain untuk dimakan dengan bengis. Menurut Syekh al-Qaradhawi, tidak boleh dikonsumsi meski darahnya mengalir dan bagian lehernya yang terkena. (Ruslan, 2012)

3. Segala Jenis Burung yang Mencakar Tajam/Memangsa

عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ نَهَى رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- عَنْ كُلِّ ذِى نَابٍ مِنَ السِّبَاعِوَعَنْ كُلِّ ذِى مِخْلَبٍ مِنَ الطَّيْرِ

Nabi Shalallahu ‘alaihi wasallam melarang melarang memakan setiap hewan bertaring yang buas dan burung yang bercakar tajam” (HR. Muslim).

حرم على أمتي كل ذي محلب من الطير وكل ذي ناب من السباء.

''Diharamkan bagi umatku (untuk dimakan) semua yang memiliki kuku cengkraman dari jenis burung dan semua yang bertaring dari binatang buas.'' ( HR. Abu Dawud).

Contoh: elang, alap-alap, garuda, burung hantu, dll.

4. Jallalah

Jallalah adalah Hewan halal yang mayoritas makanan utamanya adalah barang najis sehingga menjadi haram dimakan dan diminum susunya. Ibnu Umar Radhiyallohu ‘anhuma berkata:

نَهَى رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليهوسلم- عَنْ أَكْلِ الْجَلاَّلَةِ وَأَلْبَانِهَا

“Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam melarang (memakan)daging jalalah dan (meminum) susunya” (HR. Abu Dawud, At-Tirmidzi, Ibnu Majah).

Jallaalah akan kembali menjadi hewan halal apabila hewan jallaalah tersebut dikurung selama tiga hari dan selama waktu tersebut hewan itu diberi makanan yang bersih. Para ulama ada yang mengatakan bahwa waktu mengurung jallaalah itu bisa sampai 40 hari.

Hewan jallalah yaitu hewan yang halal dimakan, tetapi dilarang untuk dimakan jika hewan tersebut makanan utamanya berasal dari kotoran dan najis. Hewan jallalah ini bisa berupa hewan berkaki empat, hewan berkaki dua (unggas), hewan tidak berkaki (ikan). Kata jallalah adalah satu kata dalam bahasa Arab yang dibaca fathah huruf jim-nya dan di tasydid huruf lam-nya. Didefinisikan ulama dengan hewan yang memakan kotoran baik berupa sapi, kambing, unta atau jenis unggas seperti burung dan yang lainnya. [1] Dari definisi ini jelaslah seluruh binatang yang diberi makanan kotoran termasuk dalam kategori jallalah baik itu ikan lele, ayam, bebek, atau yang lainnya yang banyak dijumpai di tengah masyarakat saat ini. [2] (Dalil, 2018, p. 1)

5. Alkalbul Ukur (الْكَلْبُ الْعَقُورُ)/ Anjing atau Anjing Galak

Yang dimaksud dengan anjing galak di sini tidak hanya sejenis anjing, tetapi semua binatang buas termasuk ular dikategorikan ke dalam Alkalbul ukur. Seperti yang dikemukakan oleh Zaid bin Aslam yang dikutip oleh Ibnu Hajar Al-Asqalani, ia menggolongkan ular adalah salah satu jenis Alkalnul ukur.

خمسٌ فَواسِقُ، يُقتَلنَ في الحرمِ، الفأرةُ، والعَقرَبُ، والحُدَيَّا، والغُرابُ، والكلبُ العَقورُ

“Ada lima hewan fasiq yang boleh dibunuh di tanah haram: tikus, kalajengking, burung buas, gagak dan anjing galak” (HR. Bukhari no. 3314).

Dalam riwayat lain:

خمسٌ فواسقٌ يُقتلْنَ في الحلِّ والحرمِ : الحيةُ ، والغرابُ الأبقعُ ، والفارةُ ، والكلبُ العقورُ ، والحُدَيَّا

“Ada lima hewan fasiq yang boleh dibunuh di luar tanah haram maupun di dalamnya: ular, gagak, tikus, anjing galak, dan burung buas” (HR. Muslim no. 1198).

Dalam hadits disebutkan lafadz al kalbul ‘aquur. Dijelaskan oleh Al Baihaqi rahimahullah:

الكلب العقور فقيل : هو الكلب المعروف ، وقيل : كل ما يفترس ؛ لأن كل مفترس من السباع يسمى كلبا عقورا في اللغة

Al kalbul ‘aquur adalah salah satu jenis anjing yang ma’ruf. Sebagian ulama mengatakan: al kabul ‘aquur artinya semua binatang yang bertaring. Karena semua binatang buas yang bertaring disebut kalbun ‘aquur dalam bahasa Arab” (Ma’rifatus Sunan, 7/473). (Purnama, 2020)

7. Hewan yang Dilarang untuk Dibunuh

Hewan yang dilarang untuk dibunuh maka haram hukumnya untuk dimakan. Misalnya semut, lebah, burung hud-hud, burung shurad, dan katak.

Rasulullah Saw menjelaskan dalam hadis.

عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ ، قَالَ : نَهَىرَسُولُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ قَتْلِ أَرْبَعٍ مِنَالدَّوَابِّ : النَّمْلَةِ ، وَالنَّحْلَةِ ، وَالْهُدْهُدِ ، وَالصُّرَدِ

“Ibnu Abbas Radhiyallahu ‘anhuma berkata: “Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam melarang membunuh empat hewan, yaitu; semut, lebah, burung hud-hud, burung shurad” (HR.Bukhori).

عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ عُثْمَانَ قَالَ : ذَكَرَطَبِيبٌ عِنْدَ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ دَوَاءً ،وَذَكَرَ الضُّفْدَعَ يُجْعَلُ فِيهِ ، فَنَهَى رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ قَتْلِ الضُّفْدَعِ (أخرجه أحمد و ابن ماجه و الدارمي

Abu Abdirrahman Bin Utsman Radhiyallahu ‘anhu berkata: “seorang dokter bercerita tentang obat dihadapan Rasulullah, dia menyebutkan bahwa bahan obat itu adalah katak, lalu Rasulullah pun melarang membunuh katak”(HR.Ahmad, Ibnu Majah, Ad-Darimi).

Para fuqaha menyimpulkan bahwa membunuhnya saja dilarang, apalagi memakannya. Wallahu A’lam.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image