Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Edu Sufistik

Shalatlah Meski Sibuk

Agama | Sunday, 28 Apr 2024, 16:50 WIB

Oleh: Muhammad Syafi'ie el-Bantanie

(Founder Edu Sufistik)

Nak, shalatlah meski seberat apapun situasinya dan sesibuk apapun aktivitasmu. Karena, shalat merupakan bentuk penghambaan diri kita kepada Allah. Sejatinya, kitalah yang sangat berhajat kepada shalat. Allah sama sekali tidak butuh dengan shalat kita. Dia tetap Mahakuasa meski manusia sepenuh bumi tidak shalat. Itu tidak mengurangi sedikitpun kekuasaan-Nya. Pun sebaliknya, shalatnya manusia sepenuh bumi tidak menambah sedikitpun kekuasaan-Nya. Allah tetaplah Mahakuasa dan Mahaagung.

Karena itu, sadarilah, nak, shalat itu kebutuhan kita. Ruhanimu akan meronta jika kau tidak shalat. Kau akan tersibukkan oleh aktivitas yang tiada ujungnya. Dunia akan memenjarakanmu. Sebaliknya, dengan shalat, Allah akan perbaiki hidupmu. Jika hidupmu belum sukses dan bahagia, maka Allah akan memberikan kesuksesan dan kebahagiaan. Jika hidupmu sudah sukses dan bahagia, maka Allah akan semakin menambahkan kesuksesan dan kebahagiaanmu.

Al-Qur’an menerangkan, “Sungguh beruntung orang-orang beriman, (yaitu) orang-orang yang khusuk dalam shalatnya.” (QS. Al-Mukminun [23]: 1 – 2).

Coba kau buka Al-Qur’an, lalu perhatikan ayat tersebut. Allah membuka firman-Nya dengan lafazh “qad” disusul dengan “aflaha” dalam bentuk fi’il madhi (kata kerja lampau). Bila qad masuk mendahului fi’il madhi ini menunjukkan makna penegasan dan dekat. Maksudnya, keberuntungan dan kebahagiaan yang akan diperoleh orang-orang yang shalat waktunya sangat dekat. Sedekat jarak waktu iqamah dengan shalat berjama’ah.

Karena itu, nak, jalinlah kedekatan dengan Allah melalui shalat. Sebab, Dia-lah sumber energi terdahsyat dan kekuatan terhebat. Jika kita sudah dekat dengan sumber energi dan kekuatan itu, maka kita akan memperoleh bimbingan dan pertolongan-Nya dalam segala hal. Jika sudah demikian, maka kemenangan pasti diraih. Itulah kenapa redaksi adzan didahului dengan ajakan shalat (hayya ‘ala al-shalat). Kemudian, disusul dengan seruan mari kita menggapai kemenangan (hayya ‘ala al-falah).

Nak, jangan membiasakan menunda-nunda melaksanakan shalat. Jangan pernah menggampangkan shalat. Jangan sampai ketika adzan berkumandang, kamu malah berucap seperti ini, “Tuhan, maaf tunggu sebentar lagi. Lagi sibuk dan kerjaan nanggung nih. Tunggu tiga puluh menit lagi.”

Waktu tiga puluh menit berlalu, lantas kamu bilang lagi, “Maaf sekali Tuhan, nanggung nih rapatnya. Satu jam lagi ya.”

Hingga waktu shalat menyisakkan lima sampai sepuluh menit lagi, barulah kamu sibuk bergegas melaksanakan shalat. Akhirnya, shalat yang dilaksanakan pun terburu-buru dan tidak khusyuk. Sekadar menggugurkan kewajiban. Tidak ada kenikmatan ruhani di sana. Jangan sampai kamu seperti itu, nak.

Buya jelaskan sebuah analogi untuk lebih mempertegas. Ada seorang bapak, sebut saja Pak Deni, sedang pusing tujuh keliling. Pasalnya anaknya menunggak uang SPP setahun. Pihak sekolah sudah memberikan surat kepadanya agar membayar tunggakan tersebut dalam tenggat waktu tertentu. Jika tidak dilakukan, maka anaknya akan dikeluarkan dari sekolah.

Datanglah Pak Deni ke rumah Pak Ahmad (sebut saja begitu) untuk meminta bantuan. “Pak Ahmad, mohon maaf saya ingin meminta bantuan bapak. Anak saya menunggak SPP satu tahun. Kalau boleh, saya mau meminjam uang untuk membayar SPP anak saya. Karena, kalau tidak dibayar, anak saya akan dikeluarkan dari sekolah,” tutur Pak Deni.

“Berapa tunggakan SPP-nya?” tanya Pak Ahmad.

“Dua juta lima ratus ribu, Pak,” jawab Pak Deni.

“Baiklah, tak usah minjam. Saya berikan sebagai sedekah. Besok saya datang ke rumah bapak jam empat sore membawa uangnya,” terang Pak Ahmad.

“Terima kasih, pak. Saya pamit dulu,” ucap Pak Deni.

Esok harinya, Pak Ahmad datang ke rumah Pak Deni tepat waktu jam empat sore. Pak Ahmad mengetuk pintu dan berucap salam. Ternyata anaknya Pak Deni yang membukakan pintu dan mempersilakan masuk.

“Boleh panggilkan bapaknya? Kami sudah janjian untuk ketemu jam empat,” sahut Pak Deni.

“Oh iya, saya akan panggilkan,” ucap si anak.

Si anak bergegas menuju kamar bapaknya. “Pak, di ruang tamu ada Pak Ahmad. Katanya sudah janjian ketemu,” ujar si anak.

“Iya, minta Pak Ahmad menunggu tiga puluh menit. Bapak sedang menyelesaikan pekerjaan dulu,” sahut Pak Deni.

Si anak menyampaikan pesan bapaknya. Pak Ahmad ternyata bersedia menunggu tiga puluh menit. Tiga puluh menit berlalu, Pak Deni belum jua keluar.

“Nak, sini. Sampaikan pada bapak, Pak Ahmad sudah menunggu tiga puluh menit.”

Si anak bergegas masuk kamar bapaknya dan menyampaikan pesan Pak Ahmad.

“Tolong sampaikan ke Pak Ahmad, nak. Tunggu satu jam lagi. Nanggung pekerjaannya,” sahut Pak Deni.

Nak, kamu bisa membayangkan betapa tidak sopan dan kurang ajarnya perilaku Pak Deni. Sudahlah dia yang butuh dan meminta bantuan, tetapi orang yang akan membantu malah diminta menunggu sampai satu setengah jam.

Nak, secara tidak sadar banyak orang yang berperilaku seperti Pak Deni terkait hubungannya kepada Allah. Shalat sejatinya panggilan Allah. Dia “datang” dengan ampunan dan rahmat-Nya bagi siapa saja yang datang menghadap-Nya. Namun, banyak orang yang mengabaikan dan menunda-nunda shalat. Padahal, kitalah yang butuh akan ampunan, rahmat, dan pertolongan Allah.

Karena itu, aturlah waktu dan aktivitasmu dengan baik agar dapat melaksanakan shalat fardhu berjama’ah dan awal waktu. Karena, shalat adalah ibadah yang sudah ditentukan waktu-waktunya.

Al-Qur’an menerangkan, “Sesungguhnya shalat adalah kewajiban bagi orang-orang beriman yang sudah ditentukan waktunya.” (QS. An-Nisaa [4]: 103).

Nak, Buya jelaskan lagi sebuah analogi betapa pentingnya menjaga waktu shalat. Jika kamu ada sesi wawancara kerja sebagai manajer, misalnya. Pihak perusahaan menawarkan gaji empat puluh juta per bulan. Lalu, kamu diminta datang besok jam sembilan. Kira-kira kamu datang jam berapa? Kemungkinan jam 08.30 kamu sudah sampai di kantor tersebut. Kamu tidak mau kehilangan kesempatan memperoleh gaji empat puluh juta per bulan. Padahal, belum tentu juga diterima.

Untuk sebuah sesi wawancara pekerjaan, kamu bisa datang tepat waktu. Harusnya untuk bertemu Allah, Tuhan yang memberikan rezeki, yang memberikan kehidupan kepadamu, dan beragam nikmat lainnya, kamu bisa datang lebih tepat waktu lagi.

Tawaran gaji empat puluh juta kamu kejar dengan datang tepat waktu. Harusnya tawaran pahala dan berkah dari Allah dengan shalat fardhu tepat waktu dan berjama’ah lebih semangat lagi untuk dikejar. Ketahuilah nak, pahala dan keberkahan yang Allah siapkan jauh lebih besar dan bernilai daripada gaji empat puluh juta rupiah. Hanya, memang tidak tampak secara kasat mata.

Jadi, jika kamu merindukan kebahagiaan hakiki, kesuksesan sejati, dan kemenangan dalam hidup ini, maka selayaknya memerhatikan kualitas shalatmu. Perintah shalat bukan untuk kepentingan Allah yang Mahaagung, pemilik segala kekayaan, kemuliaan, dan kesempurnaan. Perintah shalat dengan segala keutamaannya akan kembali kepada pelakunya.

Buya tutup dengan doa, “Ya Tuhanku, jadikanlah aku dan anak cucuku orang yang tetap melaksanakan shalat, ya Tuhan kami, perkenankanlah doaku.” (QS. Ibrahim [14]: 40).

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image