Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Adeummunasywah Adeummunasywah

Harga BBM Naik Imbas Subsidi Dicabut: Akankah Ekonomi Indonesia Membaik?

Info Terkini | Friday, 09 Sep 2022, 08:37 WIB

Harga BBM Naik Imbas Subsidi Dicabut: Akankah Ekonomi Indonesia Membaik?

Oleh : Heni Nuraeni

Pembengkakan subsidi dijadikan alasan pemerintah untuk menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM). Dirilis dari Kompas.com (3/9/2022), Jokowi mengungkapkan, anggaran subsidi dan kompensasi BBM tahun 2022 telah meningkat 3 kali lipat dari Rp 152,5 triliun menjadi 502,4 triliun. Angka ini diprediksi masih akan terus mengalami kenaikan. Selain itu, kata dia, 70 persen subsidi BBM justru dinikmati oleh kelompok masyarakat mampu yang memiliki mobil pribadi.Dua alasan inilah yang dijadikan kartu as untuk menaikkan harga BBM tanpa ampun. Benarkah kenaikan harga BBM bersubsidi akan memulihkan kondisi ekonomi negeri?

Narasi-narasi pembenaran kebijakan kenaikan harga BBM terus didengungkan dari pihak pemerintah maupun para buzzer. Apakah alasan pemerintah tersebut realistis dan dapat dipertanggungjawabkan? Atau hanya sekadar kamuflase saja? Inilah pentingnya menguji alasan pemerintah dalam menaikkan harga BBM bersubsidi.

Pertama, yang membebani negara adalah utang bukan subsidi. Jika pemerintah mau jujur sejatinya yang membebani anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) adalah utang negara bukan subsidi. Subsidi Rp502,4 triliun tidak sebanding dengan utang negara yang hampir mencapai 6000 triliun. Per 15 Agustus 2022 dikutip dari bi.go.id, utang Luar Negeri (ULN) Indonesia pada triwulan II 2022 menurun. Posisi ULN Indonesia pada akhir triwulan II 2022 tercatat sebesar 403,0 miliar dolar AS. Jika satu dolar kurang lebih Rp15.000,00, maka beban utang negara kurang lebih 6000 triliun rupiah.

Jika mau jujur, utang negaralah yang jadi beban bukan subsidi BBM. Maka, subsidi BBM ini adalah hak rakyat dan tidak boleh dijadikan beban. Utang negara membengkak itu siapa yang menikmati? Dilansir dari djppr.kemenkeu.go.id, utang dilakukan adalah pembelanjaan yang tidak bisa ditunda, seperti fasilitas kesehatan, ketahanan pangan, belanja infrastruktur dan pendidikan. Mengkritisi soal belanja infrastruktur, seharusnya pemerintah juga berkaca ketika akan membangun infrastruktur. Banyaknya infrastruktur yang dibangun dan berakhir mangkrak alias belum ada kelanjutannya lagi. Ini harus jadi koreksi penguasa, jangan genjot infrastruktur kalau ternyata hasil dari utang. Sudah saatnya pemerintah memikirkan pembiayaan sektor publik dengan mandiri.

Kedua, mengurusi rakyat dan meringankan bebannya adalah kewajiban negara. Negara ada untuk mengurusi urusan umat, bukan untuk berbisnis dengan umat. Sekalipun seperti listrik, BBM, dan lain-lain memungut biaya, seharusnya biaya itu akan dikembalikan pada rakyat dengan makin berkualitasnya fasilitas-fasilitas umum. Lalu, untuk apa negara ada, jika mereka menganggap rakyat adalah beban? Mereka digaji dari uang rakyat untuk mengurusi urusan rakyat, tetapi mengapa menganggap rakyat beban? Inilah paradigma kapitalisme sekuler yang rusak. Paradigma itu menciptakan penguasa egois.

Ketiga, sekalipun harga BBM bersubsidi dinaikkan, anggaran tetap bengkak. Tadinya pemerintah memperkirakan subsidi BBM bisa membengkak jadi Rp698 triliun. Akan tetapi setelah ada kenaikan harga, anggaran tetap membengkak walau lebih rendah Rp650 triliun. Nah, pertanyaannya, mengapa pemerintah bisa merugi? Padahal selama ini rakyat membeli BBM tidak dengan sistem utang, semua dibayar tunai. Kok bisa pemerintah mengelola BBM ini rugi? Salahnya di mana? Adakah anggaran yang keluar tidak tepat sasaran? Atau gaji pejabat Pertamina yang fantastis membuat anggaran membengkak? Seharusnya sikap pemerintah tidak reaktif auto menaikkan harga BBM bersubsidi, tetapi meninjau ulang ekonomi dan sistemnya, adakah yang keliru?

Keempat, kenaikan BBM tidak bisa menyelematkan kondisi ekonomi Indonesia. Berdasarkan fakta, Indonesia menerapkan sistem ekonomi kapitalis sekuler. Inilah yang mengakibatkan Indonesia masuk dalam pusaran intervensi neoliberalisme global. Sebagai contohnya ketika Indonesia bergabung dalam organisasi ekonomi seperti OPEC, APEC, AFTA, CAFTA dan WTO. Sejatinya hegemoni asing makin kuat menancap di negeri ini.

Sekalipun klaim angka pertumbuhan ekonomi Indonesia akan naik dan sebagainya, sejatinya angka tersebut tidak mampu menggambarkan kondisi real rakyat Indonesia. Secara faktanya sistem ekonomi kapitalis telah berhasil membuat Indonesia memelihara rakyat miskin. Tidak usah berkaca pada angka-angka semu ala penghitungan ekonomi kapitalistik, tetapi melihat fakta dan terjun langsung ke masyarakat. Masih banyak rakyat yang kesusahan dan hidup miskin jauh dari kesejahteraan. Itulah yang membantah klaim-klaim angka yang disampaikan pemerintah saat ini.

Dari paparan di atas mengonfirmasi alasan-alasan yang dikemukakan pemerintah sejatinya hanyalah alasan klise. Kenaikan harga BBM bersubsidi ini tidak memihak rakyat dan hanya mementingkan syahwat penguasa untuk mengurangi subsidi BBM untuk rakyat. Walhasil, ini menunjukkan negara Indonesia berada dalam cengkeraman kapitalisme global. Selain itu kondisi ekonomi negeri ini akan makin kacau, sulit, dan amburadul. Kekacauan ini bersumber dari sistem yang diterapkan di negeri ini, siapa pun yang akan memimpin negeri ini, jika sistemnya masih sama akan mengakibatkan kesengsaraan dan kekacauan yang sistematis.

kenaikan harga BBM bersubsidi ini makin menunjukkan bahwa negeri ini secara nyata mengadopsi sistem ekonomi kapitalis. Dampak kenaikan BBM bersubsidi ini akan makin nampak dari hari ke hari. Jika penolakan dari rakyat tidak digubris, hal itu mengonfirmasi penguasa hari ini sudah kehilangan empati akibat sudah berenang-renang di lumpur utang ribawi

Dalam pandangan Islam barang tambang adalah bagian dari sektor publik. Oleh sebab itu, wajib dikelola negara untuk dikembalikan ke rakyat untuk kesejahteraan mereka. Tidak boleh diserahkan pada swasta atau milik perorangan, terlebih tidak boleh diserahkan pengelolaannya pada swasta asing. Sebagaimana yang dijelaskan dalam hadis dikatakan: Kaum Muslim berserikat dalam tiga perkara yaitu padang rumput, air dan api (HR Abu Dawud dan Ahmad).

Dikutip dari Al-Waie.id, para ulama sepakat bahwa air sungai, danau, laut, saluran irigasi, padang rumput adalah milik bersama dan tidak boleh dimiliki/dikuasai oleh seseorang. Mereka berbeda pendapat tentang sumur, mata air di tanah milik seseorang, padang rumput yang sengaja ditanam seseorang di tanahnya dan semisalnya; apakah boleh dimiliki pribadi ataukah milik umum. Ash-Shan’ani al-Amir dalam Subul as-Salâm mengatakan, “Dikatakan, mungkin yang menyebabkan adanya perbedaan dalam hal air, hal itu karena keumuman kebutuhan dan toleransi manusia dalam hal (pemanfaatan) itu.”

Wallahu alam bishshawab

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image