Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Muhammad Farhan Azizi

Di Manakah Cinta Sejati?

Sastra | Saturday, 06 Aug 2022, 14:31 WIB

Identitas Buku

Judul : Kembara Cinta: Himpunan Puisi dan Untaian Kata

Penulis : Ahmad Fatoni

Penerbit : Pustaka Learning Center

Cetakan : Pertama, 2021

Tebal : vi, 72 hlm.

ISBN : 978-623-6121-90-0

Peresensi : Muhammad Farhan Azizi, (Seorang anak laki-laki, asal Jembarana Bali, berdomisili sementara di Malang, yang banyak belajar menulis lewat karya-karya Pak Fatoni, Penulis Kembara Cinta)

Cinta (yang sejati) adalah anugerah dari tetesan Tuhan Yang Maha Kasih bagi ciptaanNya. Yang sejati dari cinta tak jarang dipelintir—baik secara arti, teori ataupun praktik—jauh dari yang semestinya. Padahal, cinta menjadi perekat manusia dengan sumber pancaran nuraninya, seperti rel kereta api yang berada di tengah terowongan gelap.

Kenyataan yang ada sangatlah berbeda, cinta (yang sejati) yang diharapkan nampaknya mulai blepotan, dan menodai cinta suci (yang sejati). Pesan-pesan cinta dikirim melalui peralatan canggih ke lautan media. Fitur “filter”, dalam telepon pintar, membuat seorang pencinta lebih percaya diri menampakkan rupa demi mereguk cintanya. Padahal, cinta (yang sejati) tak pernah punya rupa. Cinta (yang sejati) tidak terbatas ruang dan waktu, apalagi terbatas oleh kata-kata dalam laku bercinta (ngGombal).

Segenap cinta yang nampak blepotan itu dibongkar dalam buku ini, diikat dalam himpunan puisi yang berjudul:

Gincu (h:1), Jerat (h:2), Sinar Matamu (h:3), Harum Bunga (h:4), ngGombal (h:5), Siapa Dirimu (h:6), Bilakah? (h:7), Khianat (h:8), Betulkah? (h:9), Api Asmara (h:10), Cemburu (h:11), Pertemuan (h:12), Keranda Cinta (h:13), Resah (h:14), Senandung Winter (h:15), Dermaga Rindu (h:16), Saksi Rindu (h:17), Sepi (h:18), Selamat Jalan (h:19), Pergi (h:20), Resah Rindu (h:21), Sorry, Adinda (h:22), Misteri (h:23), Surat Rindu (h:24), Lambaian Angin (h:25), Segelas Air Mata Rindu (h:26), Pelabuhan Rindu (1) (h:27), Pelabuhan Rindu (2) (h:28), Pelabuhan Rindu (3) (h:29), Pelabuhan Rindu (4) (h:30), Lamunan Nakal (h:32), Bibir Corona (h:33).

Gubahan demi gubahan mengajak pembacanya keluar dari jebakan cinta yang blepotan. Ajakan tersebut terdapat dalam salah satu puisi yang berjudul ‘ngGombal’:

seonggok kata cinta

lahir dari bisul yang membengkak

segenggam kata rindu

hanyalah daging yang membusuk

cinta dan rindu

hanyalah nafsu yang membeku (h:5)

Puisi di atas, dapat dibilang sebagai kunci utama yang membukakan pintu kesadaran bagi seseorang yang bingung mencari jalan keluar dari cinta yang blepotan. Cinta (yang sejati) begitu sulit dialami. Kata cinta (yang blepotan) kerap kali mengurung cinta (yang sejati) di dalam bisul antiklimaks yang menyakitkan. Akibatnya, kata rindu hanyalah menjadi daging busuk yang menyebarkan bau anyir bagi alam sekitarnya.

Alih-alih mengucapkan cinta murni (yang sejati), saat itu lah kita dininabobokan oleh nafsu birahi. Itulah yang acap terjadi saat seseorang mencoba membisikkan kata “cinta” kepada pacarnya. Dengan demikian, himpunan puisi di dalam buku ini adalah ikhtiar penulis Kembara Cinta untuk membongkar mitos, bahwa untuk menjadi penyair tidak harus bercinta berkali-kali, atau patah hati berhari-hari.

Oleh karena ikhtiar mulia tersebut, yang tidak terelakkan dari buku Kembara Cinta yang merupakan sebuah karya sastra adalah tidak bisa dipahami dengan sekali membaca. Pembaca buku ini, untuk memahami isinya, apabila bukan orang yang tidak punya pengetahuan sastra tingkat tinggi mungkin perlu membaca sambil membawa panduan: KBBI, Kamus Istilah Sastra, atau memahami peribahasa-peribahasa tertentu terlebih dahulu, dan harus beberapa kali membacanya.

Maka dari itu, seseorang yang hendak membaca buku ini tidak boleh berhenti membaca hanya sampai pada halaman 33. Karena, gubahan-gubahan yang lebih terang dan tegas, pada lembar-lembar selanjutnya, juga dihimpun dan disajikan demi menjawab pertanyaan, di manakah cinta sejati? Pertanyaan ini muncul bukan karena cinta (yang sejati) memang tidak akan pernah ditemui keberadaannya, tetapi karena cinta (yang sejati) terhimpit di antara indahnya cerita surga dunia (nafsu birahi).

Penulis merasa ironi dan ingin mengungkap cinta (yang sejati) lewat untaian kata yang terdapat pada halaman 35-70—dengan menggunakan bahasa yang lebih mudah dipahami, dan telah disesuaikan. Untuk itu, selain untuk menjawab pertanyaan, di manakah cinta sejati, untaian kata tersebut juga adalah upaya penulisnya untuk mengonter kekurangan buku yang himpunan puisinya telah banyak menggunakan bahasa yang relatif sulit dipahami.

Untaian kata yang disematkan bersumber dari ‘Punjangga Cinta’ seantero jagad, serta disusun secara tertib: Gus Mus berada di barisan terdepan, dilanjutkan Ibnul Qayyim, Imam Syafi’I, Imam al-Ghazali, George Herbert, dan di tengah terselip Dee Lestari, dan di barisan belakang terdapat sosok Ali bin Abi Thalib dan Albert Einstein.

Ibnul Qayyim cukup mendominasi dengan untaian kata cintanya (yang sejati). Salah satu untaian katanya:

“Orang paling bodoh adalah orang yang mengetahui Allah itu Maha Pengampun, lalu dia jadikan perkara itu menjadi alasan untuk terus berbuat dosa”—Ibnul Qayyim (h:61).

Kata dari Ibnul Qayyim memang tidak menggambarkan cinta nafsu birahi antarmanusia, tetapi itu juga cinta yang diselubungi birahi. Alih-alih cinta kepada pengetahuan, birahi yang tak terkendali membuatnya jauh dari kebijaksanaan. Alih-alih philo-sophia (cinta kebijaksanaan), eh malah miso-sophia (benci kebijaksanaan). Itulah untaian kata yang diharap menjadi penyodok kesadaran pembaca untuk tetap semangat dalam menapaki jalan terjal di antara tajamnya onak kehidupan.

Meskipun tidak diketahui secara pasti, apakah judul Kembara Cinta ini terinspirasi dari Kembara Rindu karya Habiburrahman El-Shirazy, atau tidak. Saya ucapkan selamat menikmati Kembara Cinta dari tangan seorang pengembara cinta yang terus memburu cinta yang suci, alih-alih merengkuh cinta berbalutkan birahi.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image