Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Nurul Mahmudah

Merawat Nyala Cahaya Bangsa

Sastra | Thursday, 04 Aug 2022, 16:17 WIB

Yang luput dari sorotan, adalah nyala kebangsaan yang disampaikan KH Maruf Amin dalam taushiyah kemerdekaan beberapa hari lalu. Keriuhan dan viralitas menutupi banyak pesan mulia. Publik, cenderung mengamati dan menyorot ‘komposisi penduduk surga yang dominan akan diisi oleh orang Indonesia’.

Secara kalkulatif logika ini sebenarnya tidak keliru. Jika kita mengakui dan mengamini bahwa di antara negara-negara lain, Indonesia menempati rangking teratas jumlah penduduk Islam, tentu peluang untuk masuk surga penduduk Indonesia adalah paling besar. Kendati secara bersamaan, jumlah penduduk tidak melulu berjalan seiring dengan laku sholeh.

Inilah kemudian yang perlu didudukkan dalam pergulatan diskursus kita tentang Indonesia, terutama terkait dengan bagaimana merawat dan menjaganya. Benar bahwa mayoritas penduduk Indonesia adalah Islam, tetapi apakah nilai-nilai Islam itu terejawantahkan dalam kehidupan sehari-hari kita? Minimal, sebagai implementasi untuk menjaga nyala kemerdekaan.

Praktis, di sekitar kita masih terdapat desing selisih, saling membenci hingga saling bermusuhan. Tidak hanya di antara umat Islam, akan tetapi antar umat beragama. Agama sebagai identitas, kerap dijadikan palu yang memukul keras perbedaan. Al hasil, agama kerap menjadi hakim di antara kelompok yang lain, dan dilakukan dengan sewenang-wenang.

Padahal secara subtantif, agama mempunyai nilai dan spirit untuk menuntun pada kemuliaan. Semisal, sejarah memperlihatkan bagaimana peran para pemuka agama yang dimotori oleh para kiai dan ulama Nusantara berjibaku menentang penjajahan dan berkomitmen untuk merawat dan menjaga kemerdekaan itu.

Hemat penulis, inilah yang menjadi point penting dari apa yang disampaikan oleh KH Maruf Amin. Ia sedang mengetangahkan peran agama melalui tokoh-tokohnya berkontribusi untuk kemerdekaan, tanpa menghilangkan peran-peran komunitas yang lain.

Jika agama dahulunya bisa melakukan transformasi kemerdekaan, sekarang kenapa kita melulu disibukkan dengan prasangka saling curiga, membenci dan berselisih? Barangkali, cahaya agama itu mulai meredup sebab dikooptasi oleh kepentingan kelompok identitas.

Taushiyah itu seperti ingin mengembalikan imajinasi kita tentang kedudukan agama, terutama bagi Islam itu sendiri. Cahaya kemerdekaan, nyala suatu bangsa dari jurang kegelapan setelah beratus tahun lamanya, jangan redup hanya karena pertikaian-pertikaian di antara kita.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image