Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Rachel Sitorus

Pengaruh Hoax di Media Sosial Terhadap Perubahan Sikap Remaja Mencari Jati Diri

Edukasi | Monday, 20 Jun 2022, 21:39 WIB

Di era saat ini, media sosial bukan sesuatu yang baru untuk warga Indonesia. Sesuatu yang mudah dalam melakukan akses di media sosial ditunjang dari adanya teknologi yang kian berkembang dan kian canggih, maju serta ada kemudahan untuk dicapai sehingga dari kalangan anak-anak sampai generasi tua pun tidak terlepas dari media sosial. Adanya media sosial sebagai wadah untuk berkomunikasi dan bertukar maupun menyebarkan informasi tentunya memberikan dampak yang sangat positif. Tapi pada sisi lainnya, media sosial pun mempunyai dampak negatif yang bisa menjadi ajang untuk mengujarkan kebencian dan berita-berita palsu (hoax). Juditha (2018) menuliskan bahwa media sosial menjadi wadah untuk menyebarkan hoax (berita palsu) paling banyak, selain dampak positif yang bisa memberi peningkatan relasi berteman, dengan saling berinteraksi.

Aktivitas menyebarkan hoax yang begitu marak dalam media sosial, mengharuskan para pihak yang menggunakan media sosial agar lebih mempunyai kehati-hatian ketika mendapatkan informasi. Seperti yang kita ketahui, pengetahuan tentang bagaimana menanggapi suatu pesan tidak diajarkan dalam pendidikan formal. Artinya diperlukan pengetahuan yang luas untuk memahami atau menanggapi suatu pesan, terutama pada masa remaja.

Masyarakat selaku pihak yang menerima informasi memungkinkan masih belum dapat melakukan perbedaan sesuatu informasi yang benar dan manakah yang palsu ataupun hanya lelucon. Beragam faktor memberi pengaruh munculnya hal tersebut, antara lain kurangnya pemahaman warga untuk mempergunakan media sosial secara baik dan benar. Pengguna internet, terutama yang mengatasnamakan kebebasan bermedia sosial, percaya bahwa banyak pengguna internet memiliki hak penuh atas akun pribadinya. Mereka merasa legal untuk mengunggah teks, gambar, atau video apapun ke akun mereka. Meski kadangkala dirinya tidak sadar yaitu sesuatu yang mereka unduh dapat melanggar etika komunikasi di media sosial.

Hoax merupakan berita tidak valid (bohong) yang bisa menimbulkan provokasi, konflik, dan dianggap merugikan pihak-pihak yang berkenaan terhadap penyebaran hoax-nya tersebut dari individu yang tidak bertanggung-jawab. Jika dibiarkan, hoax dapat merusak karakter masyarakat dan pelajar.

Diamati melalui profil pengguna internet saat ini APJII melaksanakan survei yang menunjukkan nilai paling tinggi ada di 2017 sejumlah 143,26 juta jiwa serta itu masuk di kategori paling banyak terjadi bagi remaja dengan usia 13-18 tahun sejumlah 16,68%. Tujuan hoaks yang dibuat sengaja adalah untuk membuat penerima hoax cemas, tidak nyaman, tidak aman, dan bingung. Hoax dirancang untuk mengelabui pembaca dan pendengar agar meyakini suatu hal serta membawa opini mereka supaya ikut atas keinginan pihak yang membuat hoax. Hal tersebut yang membuat sikap remaja di Indonesia berubah. Yang mana masa remaja adalah masa mencari jati diri serta mengembangkan diri. Remaja kurang sukses melakukan penyelesaian krisis identitas dirinya bisa mendapatkan kebingungan terkait identitas dirinya, sikap bingung itu dapat mempengaruhi pola pikir remaja, dan menjauhkannya dari kawan sebaya serta keluarga. Pada fase ini, perubahan-perubahan terjadi sangat cepat dimana ketidakseimbangan dan ketidakstabilan emosional ada dalam banyak hal pada usia ini. Pada masa ini, remaja memiliki statusnya yang tidak jelas, sehingga mereka kebingungan akan identitas diri mereka. Seperti orang dewasa muda, remaja sering kali merasa berhak untuk membuat keputusan sendiri. Tahap perkembangan ini berfokus pada perolehan kemandirian dan identitas, berpikir menjadi lebih logis, lebih abstrak, lebih ideal, dan lebih banyak menghabiskan waktu di luar keluarga.

Pada masa remaja, beradaptasi dengan kelompok tetap penting bagi mereka. Lambat laun, mereka mulai mendambakan identitas dan tidak lagi puas dengan teman-temannya dalam segala hal seperti sebelumnya. Identitas yang dicari anak muda adalah siapa dirinya, perannya dalam masyarakat, apakah masih anak-anak atau dewasa, apakah kelak bisa menjadi orang tua, dan apakah akan dapat percaya diri dan dapat berhasil atau gagal secara keseluruhan? Kebingungan-kebingungan yang remaja rasakan muncul saat mencari jati diri mereka. Ditambah bila remaja yang sedang berada di fase seperti itu dihadapkan dengan berita-berita hoax yang akan membuat sikap mereka berubah, mereka pastinya akan lebih merasa kebingungan, cemas, tidak aman, dan tidak nyaman.

Remaja mudah terpengaruh oleh lingkungan, termasuk teman sebayanya. Remaja sering bergaul dengan teman sebaya dalam sebuah kelompok dimana dapat dimengerti bahwa pengaruh teman sebaya memiliki dampak yang lebih besar pada sikap, bahasa, penampilan, dan perilaku daripada keluarga. Usia remaja bisa dikenal sebagai usia dimana rasa ingin tahu atas segala hal sangat besar dan memiliki rasa ingin mencoba akan segala sesuatunya sangat besar pula. Remaja akan mencari suatu berita yang terbaru dan akan membagikan kepada teman-temannya dimana suatu berita yang dibagikan belum tentu benar. Hoax memiliki kemungkinan untuk dapat merubah sikap dan cara berpikir remaja. Dimana cara berpikir remaja akan berubah pada suatu hal yang dapat merubah sikap remaja bila mereka menelan berita hoax secara mentah-mentah.

Dari beberapa jurnal yang penulis sudah baca, banyak hasil yang didapatkan terkait pengaruh hoax di media sosial terhadap sikap remaja. Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan antara variabel berita hoax terhadap konflik dan sejauh mana dampak berita bohong (hoax) terhadap sikap remaja. Selain itu, hoax juga memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kecemasan pada remaja. Menurut penelitian penulis, remaja sekarang yang menerima hoax cenderung emosional karena berita hoax tersebut berisikan provokasi yang bisa membuat remaja menjadi tidak nyaman. Terjadi perubahan sikap yang signifikan setelah remaja menerima berita hoax, seperti timbulnya kecemasan, rasa amarah, kebingungan, dan juga tidak nyaman. Dan kebanyakan berita hoax tersebut disebarkan kepada teman-teman sebaya yang membuat berita hoax tersebut memengaruhi banyak remaja juga.

Hoax yang tersebar di media sosial seringkali diterima mentah-mentah oleh remaja Indonesia dari berbagai platform tanpa ada sumber yang jelas. Hal tersebut harus di cegah dengan sikap yang cerdas dan pencegahan tersebut harus didukung juga oleh segala pihak guna memberikan pengaruh ke arah masa depan yang lebih baik di tengah-tengah permasalahan dan persaingan era globalisasi yang semakin ketat, kompetitif, dan komparatif dalam segala aspek kehidupan.

Untuk mencegah penerimaan hoax secara mentah-mentah di kalangan remaja, sebaiknya perlu bantuan orang tua maupun guru untuk memberikan pendidikan karakter untuk bisa cerdas dan memilah-milah dalam menerima informasi. Selain itu, guru bisa memberikan kegiatan literasi di tengah-tengah kegiatan belajar-mengajar. Literasi atau kegiatan membaca sangatlah diperlukan untuk mengatasi penyebaran berita hoax di Indonesia agar remaja sekarang bisa mendahulukan membaca informasi terlebih dahulu dibanding hanya membaca judul yang memprovokasi lalu menyebarkannya ke teman-temannya.

Selain dukungan orang tua dan guru, remaja sendiri juga pastinya harus ikut mencegah penyebaran hoax ini. Hal yang bisa dilakukan remaja untuk mencegah penyebaran hoax adalah dengan mencari tahu keaslian berita atau informasi, lebih dahulukan mencari tahu sumber informasi apakah berita asli atau hoax. Semua jenis informasi/berita/issue yang tersebar di masyarakat sosial harus ditelaah dengan semaksimal mungkin untuk menghindari hoax yang ada tanpa batasan ruang dan waktu.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image