Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Wiska M

Melawan Learning Lose di Era Pandemi

Guru Menulis | Sunday, 10 Oct 2021, 23:45 WIB

Pandemi, sebuah kata yang lekat dengan kehidupan kita bahkan hingga hampir dua tahun belakangan ini. Seperti kita ketahui bersama dan kita rasakan tentunya, dampak luar biasa yang ditimbukan oleh keadaan pandemi ini sampai merambah ke semua lini. Pertama kali kita mendengar penyakit COVID-19 (Coronavirus Disease of 2019), hal tersebut hanyalah sekedar pemberitaan biasa yang terjadi di sebuah negara. Pemikiran awam saat itu adalah wabah yang terjadi pertamakalinya muncul di Wuhan China ini hanyalah virus berbahaya seperti halnya virus flu burung, SARS, MERS, atau Ebola yang bisa diatasi dengan kecanggihan ilmu teknologi dan kedokteran. Sampai kepada momen dimana untuk pertama kalinya Presiden Joko Widodo mengumumkan kasus covid pertama di Indonesia pada hari Senin, tanggal 2 Maret 2019, hari bersejarah dimana kita sampai pada titik balik kehidupan. Sontak, kita semua terkaget, dan dipaksa oleh keadaan untuk melakukan kebiasaan-kebiasaan baru guna melawan merebaknya covid-19 ini.

Hari demi hari pun berlalu, minggu, bulan, dan tahun berganti, kasus yang terpapar hingga pertengahan Juni 2021 semakin merebak dan banyak nyawa terenggut karenanya. Sekitar bulan dimana merupakan tahun ajaran baru seharusnya dimulai. Beberapa bulan sebelum, dengan ditemukannya vaksin dilanjut eksekusi vaksin yang dimulai bertahap, ada ekspektasi di kalangan masyarakat bahwa pembelajaran bisa diujicobakan untuk tatap muka pada tahun ajaran baru ini. Hal ini berlandaskan Surat Keputusan Bersama(SKB 3 Mentri) yaitu Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Mentri Agama dan Menteri Kesehatan tentang panduan penyelenggaraan pembelajaran di masa pandemic covid-19 yang mana apabila Pemerintah Daerah memberikan izin dan satuan Pendidikan memenuhi syarat, maka PTM diperbolehkan namun tidak diwajibkan. Namun ternyata pada bulan Juni-Juli 2021 kemaren keadaan berkata sebaliknya, bukan tatap muka di sekolah-sekolah melainkan PPKM yang diterapkan, suatu upaya pemerintah dalam rangka memerangi dan mengurangi laju virus ganas ini.

Kita mengambil contoh kondisi pandemi di propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Buletin BPBD edisi Juli 2021 menuliskan, ada penambahan kasus konfirmasi positif Covid-19 di Daerah Istimewa Yogyakarta, angka yang meningkat drastis pada minggu kedua bulan Juni 2021 dimana kenaikannya menyentuh 30% dan terus meningkat pada minggu berikutnya. Dengan demikian PTM di daerah DIY bisa dipastikan ditunda pelaksanaannya untuk seluruh tingkatan akademik. Landasan berikutnya adalah Instruksi Mentri Dalam Negri(Imendagri) nomor 15 tahun 2021 tentang pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) darurat corona virus disease 2019 pada Kabupaten dan Kota di wilayah Jawa dan Bali dengan kriteria level 3 (tiga) dan level 4 (empat) pelaksanaan kegiatan belajar mengajar (Sekolah, Perguruan Tinggi, Akademi, Tempat Pendidikan/Pelatihan dilakukan secara daring/online, dan pelaksanaan kegiatan pada sektor non esensial diberlakukan 100% (seratus persen) Work From Home (WFH).

Tak pelak, seluruh civitas akademika melanjutkan proses belajar mengajar melalui sistem daring. Barulah beberapa bulan kemudian yaitu tepatnya di bulan September 2021, sejumlah rencana penting akan digulirkan. Salah satunya pelaksanaan pembelajaran tatap muka (PTM) terbatas di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), yang akan dilaksanakan secara bertahap sesuai persyaratan dan kriteria yang ditetapkan.

Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) akan memulai kembali kegiatan sekolah atau pembelajaran tatap muka (PTM) seiring menurunnya status Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) ke level 3. Selain itu Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X mengatakan kegiatan PTM "Sekolah Tatap Muka di DIY menunggu angka Positivity Rate 5 persen”. Positivity rate adalah perbandingan antara jumlah kasus positif Covid-19 dengan jumlah tes yang dilakukan. Berdasarkan laporan harian Pemda DIY, positivity rate Covid-19 di DIY per Senin (6/9) berada di angka 4,69 persen artinya sudah dirasa memenuhi standar yang ditetapkan WHO untuk layak melakukan PTM.

Menilisik kembali kepada permasalahan pembelajaran sistem daring (online) keterlibatan banyak pihak, baik sekolah, keluarga dan masyarakat harus saling mendukung demi suksesnya sistem ini berhasil atau tidaknya nanti. Harus ada pendampingan dari pihak sekolah melalui sumber daya manusia guru yang mumpuni di bidang teknologi informasi. Pertanyaan umum yang sering digaungkan adalah “Apakah pembelajaran online ini efektif dilakukan di era pandemi ini? Seberapa efektif kah?. Tentunya tanpa suatu reseach pun para pelaku pendidikan yang ditanya, memiliki jawaban “tidak efektif” pada awalnya.

Martin (dalam Kompas.com, 2021) menyatakan bahwa banyak guru yang merasa skeptis tentang pembelajaran daring. Banyak guru yang beranggapan pembelajaran daring memiliki risiko "learning loss" yang besar pada generasi. Di sisi lain, selama pandemi berlangsung, banyak orang tua yang akhirnya tidak mendaftarkan anaknya untuk sekolah, terutama anak-anak yang ada pada masa usia dini. Padahal pada usia dini, tumbuh kembang anak perlu sangat diperhatikan. Mendikbud Nadiem Anwar Makarim pun pernah mengatakan, hilangnya pembelajaran secara berkepanjangan berisiko terhadap pembelajaran jangka panjang, baik kognitif maupun perkembangan karakter. “Pendidikan karakter yang mengajarkan nilai-nilai universal akan menentukan perilaku/ akhlak baik seseorang.

John Locke seorang filosof abad 17 menemukan teori tabula rasa bahwasanya anak lahir bagaikan "kertas kosong”, baik buruknya seorang anak tergantung dari orang dewasa di sekitarnya yang menorehkan sesuatu di kertas kosong itu. Jika dipadukan dengan teori fitrah dalam Psikologi Islam, perkembangan karakter bukanlah sekedar dipengaruhi secara empiris saja namun seorang anak itu memiliki fitrahnya yang dibawa sejak lahir, juga dipengaruhi oleh lingkungannya. Dalam perkembangannya ada campur tangan (keterlibatan) Tuhan dengan menurunkan nilai-nilai fitrah.

Dari paparan diatas, keniscayaan diperlukan dari semua pihak dalam pembentukan karakter anak, terlebih di saat pandemi seperti ini. Apabila guru dan orangtua bisa bersinergi dengan baik, resiko learning loss akan terminimalisir bahkan nihil. Justru kita mengambil hikmah dari peristiwa pandemi yang terjadi, bahwa peran orangtua saat ini sangatlah berjasa sebagai madrasah pertama anak-anak usia dini. Kesulitan dan rintangan yang terjadi dalam proses tetap tanggung jawab bersama antara stakeholder sekolah dan orangtua. Ingat pesan Bapak Pendidikan kita, Ki Hajar Dewantara: bahwa anak-anak hidup dan tumbuh sesuai kodratnya sendiri. Pendidik hanya dapat merawat dan menuntun tumbuhnya kodrat itu. “Dengan adanya budi pekerti, tiap-tiap manusia berdiri sebagai manusia merdeka (berpribadi), yang dapat memerintah atau menguasai diri sendiri. Inilah manusia beradab dan itulah maksud dan tujuan pendidikan dalam garis besarnya.” Semangat untuk para orang tua dan pendidik bangsa!

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image