Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Maya Dwi Effendi

Pandemi Cepatlah Sirna Dari Muka Bumi, Kami Ingin Pulang Kampung

Lomba | Saturday, 25 Sep 2021, 20:13 WIB

Sudah dua kali lebaran kami tidak pernah lagi merasakan indahnya kebersamaan Idul Fitri di kampung halaman tercinta. Dua kali ramadhan juga kami tidak pernah merasakan hangatnya buka puasa terakhir bersama dengan keluarga besar di kampung. Ketidakmampuan kami untuk berkumpul bersama dengan keluarga tercinta di kampung karena larangan dari pemerintah untuk tidak diperbolehkan pulang kampung saat lebaran dua tahun berturut-turut. Hal ini dikarenakan covid 19 yang mewabah di seluruh dunia, termasuk Negara Indonesia yang kami banggakan.

Karena virus kecil itu, kami tidak bisa mendapatkan kebahagian bersama dengan keluarga. Padahal momen puasa terakhir dan lebaran adalah momen-momen yang ditunggu-tunggu oleh banyak orang, termasuk keluarga besar saya. Mereka, terutama saya rela menyisihkan sebagian penghasilan setiap bulannya untuk mendapatkan momen setahun sekali.

Padahal, suka cita keluarga adalah hal yang sangat kami nantikan. Tapi apalah daya covid tak kunjung pergi dari muka dunia ini. Kami pun harus mematuhi aturan yang sudah ditetapkan oleh pemeritah, karena kami tak ingin orang orang terkasih kami di kampung tertular virus yang kami bawa selama dalam perjalanan.

Momen dua tahun terakhir ini, kami hanya bisa melakukan video call beramai-ramai dengan beberapa anggota keluarga yang juga tidak bisa pulang ke kampung halaman tercinta. Dan tak bisa juga merayakan lebaran di kampung. Tanpa ada jabat tangan, tanpa ada makanan rendang, lontong, galamai, dan opor ayam yang dibuat oleh mama. Kami hanya bisa tertawa lepas melalui video call, tapi siapa yang tahu didalam hati kami menahan haru yang tak tertahankan. Menahan tanggis dan kerinduan kami, karena kami ingin memeluk orang tua, saudara dan sahabat yang ada di kampung.

Corona, cepatlah berlalu dari muka bumi ini. Kami ingin merasakan hari hari terakhir bulan puasa bersama orang tua dan keluarga kami tercinta. Kami ingin merasakan hangatnya kebersamaan bersama keluarga. Jika berkumpul, maka rumah terasa ramai. Banyak tawa anak cucu menghiasi rumah di kampung. Tak hayal, ruang tamu atau ruang keluarga pun disulap menjadi sebuah kamar dadakan. Kami berjejer seperti ikan pepes, untuk bersama-sama tidur di ruangan besar tersebut. Walaupun ada kamar, tapi kami lebih menyukai suasana berdempet-dempetan. Karena disitulah keindahannya. Indah saat berebutan bantal guling, berebutan selimut ataupun berebutan ke kamar mandi.

Jika sudah berkumpul, maka akan banyak piring menumpuk bekas kami berbuka puasa, sahur ataupun di hari puncaknya yakni lebaran. Kami akan bersama-sama pergi ke dapur untuk sekedar membantu mama memasak, mencuci piring atau sekedar berbagi cerita bersama di dapur. Sungguh, suasana lebaran yang sangat kami rindukan.

Kebiasan yang tidak terlupakan oleh kami adalah suasana sehabis sholat idul fitri, kami akan berkumpul bersama di ruang tamu. Saling memaaf-maafkan dan berbagi ampau dengan keponakan-keponakan tercinta atau anak anak sekitaran kampung yang dating ke rumah hanya sekedar meminta ampau. Di kampung biasanya, anak-anak akan bergerombolan membentuk kelompok-kelompok kecil. Untuk mendatangi rumah satu ke rumah lainnya, hingga ke kampung sebelah. Bagi mereka, lebaran adalah momen yang paling indah untuk mengumpulkan pundi-pundi rezeki dari para tetangga.

Tetangga akan menyisihkan uang lembaran-lembaran baru untuk anak-anak yang datang ke rumah. Walaupun hanya lembaran lima ribu baru, mereka para anak-anak di kampung akan sangat senang bahagia menerima amplop dari para tetangga. Tradisi anak-anak kampung ini masih ada di kampung saya, dan mungkin saja tradisi anak-anak mendatangi tetangganya di kota sudah tidak ada lagi.

Usai bersalaman dan makan bersama, biasanya keluarga besar kami akan berjalan-jalan ke tempat wisata. Walaupun tempat wisatanya selalu itu itu saja setiap tahunnya, namun momen kebersamaan di tempat wisata menjadi sebuah kebutuhan untuk kami sekeluarga. Tempat wisata yang biasanya kami datangi adalah Pantai Limau Manih atau yang lebih dikenal dengan sebutan pantai Batu Malin kundang atau pantai pulau mandeh.

Di pantai malin kundang, kami akan seharian menikmati indahnya suasana pantai. Tak lupa juga, membawa makanan untuk dimakan secara bersama-sama di siang hari dan bekal makanan ringan. Melihat dan memandang anak-anak bermain di tepi pantai, serta kumpulan orang-orang yang juga menikmati indahnya kebersamaan di hari lebaran menjadi sebuah bukti bahwa suasana di kampung saat lebaran adalah momen yang sangat kami inginkan dan kami lakukan setiap tahunnya. Untuk hanya sekedar melepas lelah, menghilangkan penat selama bekerja berbulan-bulan. Itulah, momen seminggu di kampung adalah momen yang tak boleh kami lewatkan.

Namun, semenjak pandemi ini kami ataupun semua orang yang jauh dari kampungnya tidak bisa menikmati momen-momen indah tersebut. Kita hanya melihat momen kebersamaan di laman media social kita, yang tersimpan semua memori indah bersama keluarga di kampung saat lebaran. Lembaran demi lembaran foto momen keindahan bersama keluarga kita lihat, dan memang dua tahun ini sangat berbeda. Dan tidak seperti biasanya.

Untuk itu, kami berharap cepatlah pulih bumiku. Cepatlah pergi virus yang mematikan ini. Janganlah kembali bersarang di muka bumi ini. Kami hanya ingin menimati hari-hari seperti dulu lagi. Semoga pandemi ini cepat berakhir dari muka bumi ini. Dan kita bisa menikmati keindahan dan kebersamaan bersama keluarga di hari lebaran tahun depan. Semoga (***)

#LombaMenulisOpini

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image