Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Muthia Shabrina

Korupsi Bantuan Sosial di Masa Covid 19

Politik | Friday, 23 Jul 2021, 21:50 WIB

 

Oleh Muthia Shabrina

Dalam pengelolaan dan penyaluran bansos acap kali berpotensi terjadinya tindak pidana korupsi. Hal ini senada dengan pendapat Peneliti Pusat Kajian Anti Korupsi Universitas Gajah Mada (Pukat UGM) yang mengungkapkan pemberian dana bansos di situasi bencana rentan membuka celah korupsi (Lumbanrau, 2020). Maraknya kasus tindak pidana korupsi dana bansos tersebut selalu berkaitan dengan besarnya jumlah dana yang digelontorkan oleh Pemerintah (Sembiring, 2014).

Di masa pandemi Covid-19 saat ini, Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah telah menggelontorkan anggaran dalam rangka penyelenggaraan bantuan sosial sebagai bagian dari Jaring Pengaman Sosial (JPS). Pemerintah Pusat telah menggelontorkan anggaran sebesar Rp. 405 Triliun yang didalamnya meliputi dana bansos sebesar Rp. 110 Triliun.

Sedangkan Pemerintah Daerah menggelontorkan anggaran sebesar Rp. 67,32 Triliun yang didalamnya meliputi Rp. 25 Triliun dalam bentuk bansos yang akan diberikan kepada masyarakat (Rais, 2020).

Keluhan tersebut meliputi 268 laporan tidak menerima bantuan padahal sudah terdaftar, 66 laporan bantuan tidak dibagikan oleh aparat kepada penerima bantuan, 47 laporan bantuan sosial yang diterima jumlahnya kurang dari yang seharusnya, 31 laporan penerima fifktif (nama di daftar bantuan tidak tertera), 6 laporan bantuan yang diterima kualitasnya buruk, 5 laporan seharusnya tidak menerima bantuan tapi kenyataannya telah menerima dan 191 beragam laporan lainnya (Hariyanto, 2020).

Sementara itu, menurut laporan dari Kepala Bagian Penerangan Umum Divisi Humas Polri, pada saat ini terdapat beberapa kasus dugaan korupsi bansos di beberapa daerah di Indonesia yang tengah ditangani oleh pihak kepolisian yang meliputi 38 kasus di Polda Sumatera Utara, 12 Kasus di Polda Jawa Barat, 8 Kasus di Polda Nusa Tenggara Barat, 7 Kasus di Polda Riau, 4 Kasus di Polda Sulawesi Selatan, serta masing-masing 3 kasus di Polda Banten, Polda Jawa Timur, Polda Sulawesi Tengah, dan Polda Nusa Tenggara Timur (Halim, 2020).

Dalam tataran praktis terlihat beberapa kasus konkret terkait dugaan korupsi bantuan sosial sebagai berikut: 1. Kasus Mark-up dana bansos Covid-19 yang dilakukan oleh Kepala Biro Kesejahteraan Sosial (Kessos) Pemerintah Provinsi Lampung yang menyalahgunakan dana bansos berupa sembako untuk masyarakat yang terdampak pandemi Covid-19 di wilayah Lampung.

Beberapa kasus korupsi bansos tersebut menunjukkan bahwa dana bansos yang seharusnya dialokasikan kepada masyarakat yang terdampak pandemi Covid-19 sangat rentan untuk disalahgunakan oleh para pihak yang tidak bertanggung jawab.

Menurut Koordinator Divisi Korupsi Politik Indonesia Corruption Watch (ICW) menyatakan bahwa penyebab terjadinya penyalahgunaan dana bantuan sosial disebabkan oleh beberapa hal: Pertama, Database yang kacau dimana hal ini terjadi dikarenakan data penerima bantuan sosial yang simpang siur, selalu terjadi penerima ganda dan data yang fiktif.Kedua, lemahnya pengawasan dan audit untuk meminimalisasi penyelewengan dana bantuan sosial.

Dalam hal ini penulis berpendapat bahwa, rentannya penyalahgunaan dana bansos di masa pandemi Covid-19 yang membuka peluang bagi pihak-pihak yang tidak bertanggungjawab melakukan korupsi ialah karena belum adanya sistem pelayanan publik yang transparan dan akuntabel dalam proses distribusi dana bansos ke masyarakat dari tingkat pusat hingga daerah.

Oleh karena itu guna mencegah korupsi dana bantuan sosial Covid-19 agar peruntukannya lebih tepat sasaran, dibutuhkan suatu sistem pelayanan publik yang transparan dan akuntabel sekaligus memberikan pengawasan yang ketat dalam proses distribusi bansos hingga sampai ke tangan masyarakat.

Merebaknya pandemi Covid-19 di Indonesia telah memberikan implikasi secara kompleks di berbagai aspek kehidupan. Tingkat kesejahteraan masyarakat juga mengalami penurunan seiring dengan menurunya tingkat perekonomian negara selama masa pandemi Covid-19. Salah satu langkah yang dilakukan Pemerintah dalam memenuhi kesejahteraan masyarakat ialah dengan memberikan bansos. Namun acapkali proses pendistribusian bansos tidak berjalan lancar.

Banyak kendala yang dihadapi mulai pelayanan publik yang tidak optimal hingga munculnya potensi penyalahgunaan dana bansos untuk praktik korupsi oleh pihak-pihak yang tidak bertanggungjawab. Dengan adanya Si Pansos yang penulis gagas diharapkan dapat menciptakan pelayanan publik yang prima dalam proses pendistribusian dana bansos dari Pemerintah serta sebagai upaya preventif terhadap korupsi.

Melalui Si Pansos ini diharapkan dapat membantu Pemerintah dalam melaksanakan tujuan dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui pemberian bansos. Gagasan ini juga diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan sekaligus diimplementasikan oleh Pemerintah dan Leading Sector sebagai bentuk pengimplementasian asas keterbukaan dan akuntabilitas dalam pelayanan publik serta sebagai langkah nyata untuk mencegah praktik-praktik korupsi bansos di tengah pandemi Covid-19.

Grand Design dari penulis sendiri Si Pansos dapat beroperasi secara futuristik sehingga tidak hanya digunakan di masa pandemi saja namun juga menjadi sistem informasi pencegahan korupsi bansos pasca pandemi di Indonesia.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image