Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Deffy Ruspiyandy

Menyikapi Datangnya Ujian

Agama | 2022-04-07 12:57:05

Manusia yang hidup di atas dunia tentu saja tak lepas dari yang namanya ujian. Ujian yang hadir ada yang bentuknya terlihat kurang mengenakkan seperti sakit, kematian, keilangan sesuatu atau bentuk musibah lainnya juga ada pula ujian yang berbentuk kenikmatan hidup semacam harta, jabatan dan fasilitas yang didapatkan. Namun keduanya akan memberi hikmah ketika seorang muslim mampu menyikapinya secara bijaksana.

Bencana alam gunung meletus adalah ujian bagi kehidupan manusia di atas bumi (FOTO : Republika.co.id/AP)

Kurang lebih dua tahun lamanya kita semua sebagai bangsa Indonesia tertimpa musibah dengan adanya pandemi Covid 19 yang telah mengubah sendi-sendi kehidupan yang ada selama ini. Benar ini bencana bagi seluruh rakyat Indonesia. Namun pada peristiwa ini sesugguhnya memberikan ruang bagi diri kita agar mampu berintrospeksi, apakah diri kita selama ini banyak bersyukur atau justeru banyak kufurnya teradap nikmat yang telah diberikan oleh Allah SWT ?

Tentu saja Allah menurunkan ujian bukan tanpa sebab, namun semua itu ditujukan kepada setiap muslim untuk melihat sejauh mana keimanan yang dimilikinya. Apakah dengan ujian yang menimpa, apakah yang bersangkutan akan semakin mendekat kepada Allah melalui ibadah atau sebaliknya malah justeru akan semakin jauh dari Allah dan justeru berbuat maksiat ? Artinya semua kembali kepada manusianya, apakah dia akan bersabar dengan ujian itu atau malah sebaliknya. Jadi Allah mengembalikan semua itu kepada manusianya itu sendiri.

Benar bukan hal yang mudah ketika ujian menimpa diri kita. Namun jika menyadari semua itu seharusnya jika adanya ujian maka sebaiknya ditanggapi secara positif karena hal itu akan mengangkat derajat kita sendiri. Ilustrasinya adalah mereka yang duduk di bangku sekolah. Benar mereka tiap hari belajar di sekolah, kecuali saat ini karena pandemi mereka belajar di rumah. Namun ketika di pertengahan atau di akhir semester tentu ada ujian. Nah di sini terlihat bgitu nyata jika ujian itu adalah media untuk mengukur tentang apa yang dimiliki dan apa yang telah dilakukan oleh kita. Jika baik maka nilainya akan baik dan jika buruk maka nilainya akan buruk pula.

“Sesungguhnya jika Allah mencintai suatu kaum maka Dia akan menguji mereka. Barang siapa yang ridho (terhadap ujian tersebut) maka baginya ridho Allah dan barang siapa yang marah (terhadap ujian tersebut) maka baginya murka-Nya.” (HR. Tirmidzi dan Ibnu Majah At Tirmidzi berkata bahwa hadits ini Hasan Ghorib)

Dengan demikian, sebagai seorang muslim justeru ketika ujian datang menimpa maka seharusnya tidak berburuk sangka kepada Alla karena Allah mencintainya. Seorang penjual tape yang terjatuh di sawah menyangka Alla tak adil karena hari itu ia tak mendapatkan rezeki untuk keluarganya. Namun beberapa jam kemudian dirinya baru tersadar jika pagi tadi telah suudzon kepada Allah karena siangnya ia mendapati kabar jika teman-temannya yang berangkat ke kota untuk berjualan ternyata mendapat musibah karena mobil yan ditumpangi mereka masuk jurang dan seluruh penumpangnya meninggal dunia.

Jika menilik dari kenyataan dan kisah-kisah yang pernah terjadi selama ini, maka mungkin para Nabi dan Rasul yang seharusnya hidup senang karena sangat dicintai Allah. Namun pada kenyataannya para Nabi justeru mendapat ujian yang maha dahsyat. Nabi Muhammad SAW, Nabi Yunus, Nabi Musa, Nabi Ibrahim atau Nabi Isa tak lepas dari ujian yang begitu besar. Mereka semua bersabar dan menjalani proses ikhtiar untuk menghadapi semua ujian itu hingga mereka mendapat keridhoan dan keberkaan dari Allah SWT.

Al Manawi mengatakan, “Barangsiapa yang menyangka bahwa apabila seorang hamba ditimpa ujian yang berat, itu adalah suatu kehinaan; maka sungguh akalnya telah hilang dan hatinya telah buta (tertutupi). Betapa banyak orang sholih (ulama besar) yang mendapatkan berbagai ujian yang menyulitkan. Tidakkah kita melihat mengenai kisah disembelihnya Nabi Allah Yahya bin Zakariya, terbunuhnya tiga Khulafa’ur Rosyidin, terbunuhnya Al Husain, Ibnu Zubair dan Ibnu Jabir. Begitu juga tidakkah kita perhatikan kisah Abu Hanifah yang dipenjara sehingga mati di dalam buih, Imam Malik yang dibuat telanjang kemudian dicambuk dan tangannya ditarik sehingga lepaslah bahunya, begitu juga kisah Imam Ahmad yang disiksa hingga pingsan dan kulitnya disayat dalam keadaan hidup. Dan masih banyak kisah lainnya.” (Faidhul Qodhir Syarh Al Jami’ Ash Shogir, 1/518, Asy Syamilah).

Tentu saja ini menjadi bukti bagi kita semua bahwasannya ujian adalah hal nyata dan menuntut kita untiuk segera mengembalikannya kembali kepada Allah. Di sini Allah sangat menyukai hamba yang selalu tenang menghadapi semuanya serta semoga Allah memberi jalan keluar dari semuanya. Berdoalah ketika ujian datang karena Allah akan mengabulkan doa-doa yang kita panjatkan.

Dengan begitu maka sesungguhnya ujian itu adalah bentuk rasa cinta Allah kepada umat-Nya. Oleh karenanya sebagai hamba yang dicintai-Nya ketika ujian itu datan maka tak perlu marah apalai kesal karena semua itu ada dalam hitungan Allah sendiri. “Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. Ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya dan ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya. (Mereka berdoa): “Ya Tuhan kami, janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa atau kami tersalah. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau bebankan kepada kami beban yang berat sebagaimana Engkau bebankan kepada orang-orang sebelum kami. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau pikulkan kepada kami apa yang tak sanggup kami memikulnya. Beri maaflah kami; ampunilah kami; dan rahmatilah kami. Engkaulah Penolong kami, maka tolonglah kami terhadap kaum yang kafir”(QS.al-Baqarah : 286).***

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image