Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image ENDAH ARUM PERTIWI

Mengapa Badan Sakit Saat Menjelang Ujian

Agama | 2025-10-19 21:51:24

Menjelang ujian, banyak pelajar dan mahasiswa mengalami kondisi fisik yang menurun. Tubuh terasa lemas, kepala pusing, tenggorokan yang kurang nyaman, bahkan beberapa yang mengalami demam. Fenomena ini sering dianggap kebetulan atau sekedar kelelahan belajar. Namun, dari sudut pandang ilmu biopsikologi, fenomena tersebut dapat dijelaskan secara ilmiah melalui hubungan antara otak, hormon, system saraf, dan respon tubuh terhadap stres. Biopsikologi adalah ilmu yang mempelajari proses biologis dan perilaku manusia. Dalam situasi ini, tubuh mengakibatkan reaksi fisiologis yang nyata atau dikenal sebagai respons stress yang melibatkan sistem saraf otonom, amigdala dan, sumbu hipotalamus, pituitary, adrenal (HPA axis).

Topik ini menarik untuk dibahas karena fenomena “sakit secara tiba-tiba menjelang ujian” merupakan peristiwa yang umum, namun sering kali disalahpahami. Banyak orang mengira gejala fisik tersebut murni disebabkan oleh penyakit, padahal ada peran besar dari faktor psikologis seperti stres dan kecemasan. Dengan membahasnya, kita dapat membuka wawasan tentang bagaimana tekanan mental dapat memengaruhi kesehatan fisik secara langsung.

Selain itu, pemahaman tentang hubungan antara stres dan kondisi fisik ini dapat menjadi langkah pertama untuk meningkatkan kesadaran akan pentingnya menjaga kesehatan mental dalam dunia pendidikan. Di tengah budaya belajar yang menuntut hasil tinggi, siswa dan mahasiswa sering kali mengabaikan kondisi emosional mereka. Oleh karena itu, membahas topik ini tidak hanya relevan, tetapi juga penting untuk membantu menciptakan lingkungan belajar yang lebih sehat dan seimbang.

Dalam konteks biopsikologi, ketika seseorang menghadapi ujian, otak menafsirkan situasi tersebut sebagai bentuk ancaman terhadap keberhasilan atau harga diri. Bagian otak yang berperan besar dalam hal ini adalah amigdala, yaitu pusat pengatur emosi seperti rasa takut dan cemas. Amigdala kemudian mengirimkan sinyal ke hipotalamus, yang mengaktifkan sistem saraf otonom. Respon ini memicu pelepasan hormon stres seperti adrenalin dan kortisol melalui sumbu hipotalamus-hipofisis-adrenal (HPA axis). Hormon adrenalin membuat detak jantung meningkat, napas menjadi cepat, dan tekanan darah naik, semua ini adalah reaksi alami tubuh untuk “bertahan” dalam kondisi tegang. Namun, bila situasi stres berlangsung lama, seperti masa persiapan ujian, kadar kortisol yang terus-menerus tinggi dapat menyebabkan gangguan fisik. Kortisol merupakan hormon stres utama yang berfungsi meningkatkan energi dan menjaga kewaspadaan tubuh. Namun, kadar kortisol yang terlalu tinggi dapat menurunkan sistem kekebalan, menyebabkan kelelahan, dan menimbulkan rasa sakit di tubuh, gangguan pola tidur dan pola makan memperburuk keadaan. Penelitian “ The Sterssed Student: Influence of Written Examinations and Oral Presentations on Salivary Cartisol Concentrantion” menunjukkan bahwa kadar kortisol saliva mahasiswa meningkat signifikan pada hari ujian dibandingkan hari biasa. Peningkatan kortisol ini berhubungan dengan gejala fisik seperti kelelahan, pusing, dan penurunan imunitas. Dalam jangka pendek, kortisol membantu menghadapi tekanan, tetapi dalam jangka panjang menyebabkan disfungsi fisiologis, yang menjelaskan mengapa seseorang merasa sakit menjelang ujian.

Selain HPA, sistem saraf berperan penting dalam fenomena ini. Sistem simpatis mengaktifkan respons “fight or flight”, meningkatkan detak jantung, tekanan darah, dan ketegangan otot. Pada penelitian “The Effects of Exam-induced Stress on EEG Profiles and Memory Scores” menuliskan bahwa “peristiwa hidup yang menegangkan dapat memicu serangkaian proses dalam sistem saraf pusat yang menghasilkan respons fight or flight dan sekresi kortisol”. Ia juga menuliskan bahwa stres ujian mengubah pola gelombang otak (EEG), terutama di area parahippocampal gyrus, medial frontal gyrus, dan middle frontal gyrus. Aktivitas yang tinggi pada parahippocampal gyrus satu hari sebelum ujian berkaitan erat dengan proses memori, sementara perubahan pada frontal gyrus menunjukan upaya otak mengendalikan emosi dan stres. Kondisi ini memengaruhi fungsi kognitif dan memunculkan gejala psikosomatik seperti pusing dan nyeri dada. Hal ini menunjukan ketertarikan langsung antara aktivitas otak, persepsi stres, dan gejala tubuh. Studi “Effect of Examination Sterss on Some Biochemical Indices in Tikrit College Students” memperkuat temuan tersebut. Mahasiswa di Universitas Tikrit yang diuji menunjukan bahwa kadar kortisol, MDA, dan glukosa meningkat secara signifikan pada periode pra-ujian dibandingkan pascaujian, ynag menunjukan respons stres yang lebih tinggi saat mendekati ujian. Sebaliknya, TAC (kapasitas antioksidan) lebih tinggi pada periode pascaujian, yang bisa menggambarkan pemulihan atau respons terhadap stres oksidatif. Artinya, stres ujian meningkat radikal bebas pada tubuh, penyebabkan kelelahan, dan nyeri otot.

Respons stres ini berguna untuk menghadapi ancaman nyata. Namun dalam konteks ujian, tubuh tidak bisa membedakan antara ancaman fisik dan sosial. Otak menafsirkan ancaman kegagalan ujian sebagai bahaya, memicu reaksi biologis yang sama seperti menghadapi predator. Dengan demikian, tubuh “sakit” sebagai bentuk kesiapan bertahan hidupyang salah konteks. Biospikologi menyebutkan fenomena ini sebagai bentuk adaptif maladaptif (respons yang berguna dalam masa lalu, tetapi menimbulkan disfungsi dalam kehidupan modern. Dengan memahami dasar biopsikologi ini, kita dapat belajar mengelola stres agar tubuh tidak beraksi berlebihan. Teknik seperti mindfulness, pernapasan dalam, tidur cukup, dan aktivitas fisik ringan dapat menurunkan aktivasi simpatis dan menormalkan kadar kortisol. Mengatur pola pikir juga penting, karena interpretasi terhadap ujian sebagai tantangan,bukan ancaman, dapat mengubah respons biologis tubuh.

Stres menjelang ujian bukan sekedar rasa cemas, melainkan reaksi biologis tubuh yang nyata. Otak menafsirkan ujian sebagai ancaman, sehingga mengaktifkan sistem amigdala dan sumbu HPA, yang memicu pelepasan hormon stres seperti kortisol. Akibatnya, tubuh bisa terasa lemas, pusing, atau bahkn sakit. Karena itu, penting bagi pelajar dan mahasiswa untuk mengelola stres dengan sehat, seperti istirahat cukup, latihan pernapasan, olahraga ringan, dan berpikir positif. Dengan memahami bahwa reaksi tubuh berasal dari sistem saraf dan hormon, seseorang dapat mengendalikan respons stres, mejaga Kesehatan fisik, dan meningkatkan fokus saat menghadapi ujian.

Preuß, D., Schoofs, D., Schlotz, W., & Wolf, O. T. (2010). The stressed student: Influence of written examinations and oral presentations on salivary cortisol concentrations in university students. Stress, 13(3), 221-229. https://doi.org/10.3109/10253890903277579

Bian, Q., Zhang, J., & Dong, G. (2022). Autonomic Nervous System Response Patterns of Test-Anxious Individuals to Evaluative Stress. Frontiers in Psychology, 13, 824406. https://doi.org/10.3389/fpsyg.2022.824406

Roy, T., Saroka, K. S., Hossack, V. L., & Dotta, B. T. (2023). The Effects of Exam-Induced Stress on EEG Profiles and Memory Performance. Behavioral Sciences, 13(5), 373. https://doi.org/10.3390/bs13050373

Špiljak, B., Vilibić, M., Glavina, A., Crnković, M., Šešerko, A., & Lugović-Mihić, L. (2022). A Review of Psychological Stress among Students and Its Assessment Using Salivary Biomarkers. Behavioral Sciences, 12(10), 400. https://doi.org/10.3390/bs12100400

Uliasari, I. N., Febria, E. P., Riandy, M. D., & Hapidah, S. (2023). Manajemen kecemasan pada saat menghadapi ujian di SMP Negeri 1 Juwiring. Sewagati: Jurnal Pengabdian Masyarakat, 2(3), 203–210. https://doi.org/10.56910/sewagati.v2i3.819

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image