Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Era Sofiyah

Ramadan Pandemi, Jihadkan Hati di Bulan Suci

Lomba | Thursday, 31 Mar 2022, 23:30 WIB

Umat Islam sepakat bahwa perlu persiapan lahir dan batin untuk memasuki bulan Ramadan. Bahkan sebagian ulama menganjurkan berdoa setiap saat, agar bisa bertemu bulan Ramadan, khususnya pada dua Bulan menjelang masuk bulan suci tersebut. Dengan do’a “Allahumma barik lanaa fi rajaba wa sya’ban wa ballighnaa ramadhan”, Ya Allah, berikanlah keberkahan kepada kami di bulan Rajab dan Sya’ban, hingga kami bisa sampai pada bulan Ramadan. Karena umur yang paling berkah adalah umur yang bertemu dengan bulan Ramadan yang terisi dengan penuh ibadah kepada Allah SWT.

Demikian, Ramadan tahun ini yang tinggal hitungan hari, memang masih terasa berbeda kenikmatannya dibandingkan beberapa tahun lalu. Kondisi ini tidak lepas dari tingginya angka kasus Covid-19 yang belum sepenuhnya melandai. Nuansa ngabuburit ala anak muda tidak lagi terlihat di sudut-sudut kota, acara “bukber” yang biasanya menjadi agenda rutin nyaris tak bisa dilakukan lagi, shaf-shaf yang berdiri tegak, rapat dan lurus di masjid-masjid dan mushalla tak tampak seperti sedia kala. Pengajian-pengajian dilakukan secara virtual demi social distancing, bahkan tradisi “sahur keliling” yang biasanya terdengar hiruk pikuk dengan tabuhan kentongan hampir tak terdengar gaungnya.

Pandemi Covid-19 saat ini memang menjadi ujian bagi umat Islam dunia, tak terkecuali di Indonesia. Dalam situasi dan kondisi seperti ini, maka hendaknya umat Islam merujuk Alquran dan As-Sunnah dalam segala aktivitasnya. Salah satu nilai Alquran dan As-Sunnah adalah apa yang disebut dengan jihad hati, beribadah semata-mata mengharap maghfiroh dan keridhoan Allah. Maka dalam hal ini, sudah semestinya kaum muslimin di bulan suci Ramadan termotivasi untuk terus bergerak maju, tidak mudah menyerah dan putus asa meski beribadah ditengah keterbatasan. Apa yang terjadi saat ini merupakan takdir Allah SWT, yang mesti disikapi dengan arif.

Dalam satu riwayat, Aisyah R.A, istri Nabi SAW berkata, "Saya bertanya kepada Rasulullah tentang wabah penyakit tha’un. Maka Nabi SAW mengkabarkan kepadaku, sesungguhnya wabah penyakit tha’un itu adalah siksa yang dikirimkan Allah kepada siapa saja yang Dia kehendaki. Tetapi Allah juga menjadikannya sebagai rahmat bagi kaum mukminin (yang bersabar menghadapinya). Maka tidak ada seorang hamba ketika terjadi wabah penyakit tha’un tetap tinggal di negerinya (dalam riwayat Ahmad tertulis : “di rumahnya”) dengan sabar, mengharap pahala dari Allah (atas kesabarannya) dan mengetahui bahwa tidak ada yang menimpanya kecuali apa yang telah Allah tetapkan, melainkan ia akan memperoleh pahala seperti orang yang syahid''.

Yang perlu diingat, Islam merupakan agama yang sangat peduli dengan kesehatan dan kebersihan, bahkan menjaga kesehatan dan kebersihan di tengah pandemi Covid- 19 merupakan sebagaian dari Jihad. Oleh karenanya dalam Maqashid al-Syari’ah disebutkan pentingnya menjaga hifdz an – nafs (menjaga jiwa).

Pengertian menjaga jiwa dalam hal ini tentu sangat luas sekali, salah satunya adalah bagaimana seseorang menjaga kesehatan dan kebersihan agar terhindar dari segala macam penyakit dan marabahaya. Menjaga kebersihan serta kesehatan juga merupakan perintah agama. Allah lebih mencintai hamba-Nya yang menjaga kesehatan daripada yang tidak perduli dengan kesehatan. Rasulullah SAW bersabda, "Sungguh, badanmu memiliki hak atas dirimu." (HR. Muslim). Di antara hak badan adalah memberikan makanan pada saat lapar, memenuhi minuman pada saat haus, memberikan istirahat pada saat lelah, membersihkan pada saat kotor dan mengobati pada saat sakit. Sedemikian besar perhatian Islam terhadap kesehatan badan pemeluknya, sampai-sampai di dalam beberapa ayat Alquran, As-Sunnah dan kitab-kitab fikih terdapat bahasan khusus mengenai kesehatan, penyakit dan petunjuk Rasul SAW dalam hal pengobatan.

Bahkan, penjagaan dan pemeliharaan kesehatan menjadi bagian pemeliharaan kedua dari prinsip-prinsip pemeliharaan pokok dalam syariat Islam yang terdiri dari; pemeliharaan agama, kesehatan, keturunan, harta dan jiwa. Sebaliknya, Islam melarang berbagai tindakan yang membahayakan fisik/badan atas nama pendekatan keagamaan sekalipun sebagaimana tersebut dalam firman Allah SWT, "Dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu dalam kerusakan." (QS. Al-Baqarah: 195) dan "Dan janganlah kamu membunuh dirimu. Sungguh Allah Maha penyayang kepadamu." (QS. An-Nisaa': 29)

Adanya pandemi Covid- 19 sekarang ini, memang telah mengubah cara pandang kita semua terhadap makna kesehatan dan kebersihan. Mungkin dengan cara seperti inilah Allah SWT mengingatkan kita sebagai hamba-Nya untuk lebih menjaga kesehatan dan kebersihan serta tidak menyombongkan diri atas segala yang telah dicapai sebagai umat manusia, karena semua yang terjadi tidaklah lepas dari izin Allah SWT.

Last but not least, yang terpenting saat ini, marilah kita bangun optimisme Ramadan. Yakinlah Allah selalu hadir di tengah hamba-hamba-Nya yang bersabar. Jadikan Ramadan sebagai momentum untuk membangun semangat optimisme yang kuat dalam menghadapi pandemi, disertai dengan ikhtiar dan kekuatan doa (the miracle of doa). Hiasi Ramadan dengan amalan ibadah, seperti tadarus al-Qur’an, sholat tarawih bersama keluarga, menghidupkan malam dengan dzikir dan mendengarkan kajian keagamaan via media sosial. Yakinlah di balik ujian ini pasti ada keberkahan dan di balik kesusahan pasti akan hadir kemudahan diiringi dengan kebahagiaan. Inna ma’al ‘usri yusra.

Referensi :

Menjaga Kesehatan di Masa Pandemi Covid- 19 Bagian dari Jihad

MEMAKNAI HIKMAH PANDEMI COVID-19 JELANG PUASA RAMADHAN

RAMADHAN DAN OPTIMISME DI TENGAH PANDEMI COVID-19

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image